✧8✧

3.1K 42 1
                                    

Pagi pagi sekali Ning Ning terbangun, Jino sudah tidak disampingnya. Positif thinking mungkin Jino sudah pergi bekerja atau semacamnya.

Ning Ning membereskan kamar, dan membenahi diri. Dia menuju dapur rumah, menemukan dia orang maid tengah bekerja membereskan rumah.

Ayah Solon baru saja keluar sembari tersenyum ke arah Ning Ning. "Kalau butuh apa apa, minta tolong sama maid aja."

"Makasih om." Ning Ning menundukkan kepalanya sedikit ketika berbicara.

Ayah Solon sudah meninggalkan rumah. Ning Ning melanjutkan langkahnya menuju dapur, melihat meja kosong. Tiba-tiba detik itu juga dia teringat momen dimana Jay selalu menyiapkan sarapan.

Ning Ning tidak bisa membohongi dirinya sendiri, dia rindu momen itu. Namun, sekarang bukanlah waktu yang tepat memikirkan Jay. Pria itu sedang gila.

"Permisi nyonya. Tuan Solon menitipkan ini untuk nyonya." salah satu maid memberikan sebuah baju.

"Ah, makasih."

Maid itu pergi ke tempat semula. Sedangkan Ning Ning melihat baju yang titipan Solon. Sweater panjang berwarna kuning polos dengan gambar dua beruang.

"Warna cerah, melambangkan kebahagian, ketenangan, dan kedamaian. Walau suasananya mencekam, aku harus pakai."

Niatnya tadi adalah sarapan. Tapi, tidak mood karena sebuah momen muncul di waktu yang tidak tepat. Jadi, sekarang Ning Ning memutuskan untuk mandi dan memakai sweater pemberian Solon.

_

Tidak ada kegiatan yang menyenangkan. Ning Ning hanya menonton TV setelah mandi tadi pagi. Sekarang sudah sore hendak menuju malam, hawa mendingin.

Ning Ning memilih keluar rumah dan menuju pekarangan. Saat itu angin berhembus dengan kencang hingga menerpa kulit wajahnya. Rambut Ning Ning yang hitam nan lebat pun menari-nari mengikuti arah angin.

Pekarangan rumah Solon sangat indah. Banyak bunga ditanam di belakang rumah sana. Disebelahnya juga ada tempat untuk duduk santai bersama pasangan. Bahkan Ning Ning dapat menyaksikan sunset penuh dengan santai di sana.

"Tuan!"

Seorang penjaga rumah baru saja berteriak. Tapi Ning Ning tidak mau terkecoh, dia masih menikmati sunset dari bawah sana. Matanya menatap lekat sunset sembari tersenyum hangat.

Sebuah tangan memeluk leher Ning Ning. Nafas orang itu berhembus di sekeliling kepala Ning Ning, itu tidak membuat Ning Ning terganggu sedikitpun.

Dia masih menikmati sunset hingga akhirnya langit menggelap tanda malam sudah datang. Ning Ning mengelus lembut tangan itu, setetes demi tetes air mata terjatuh membasahi tangan orang itu.

Ning Ning terisak menangis tanpa suara. Hari sudah gelap, malam sudah tiba. Sepertinya sudah pukul tujuh malam, tapi saat ini Ning Ning sibuk menangis.

"Sesulit itu nerima gue?"

Ning Ning tersadar dari tangisnya. Akhirnya dia tersadar. Yang memeluknya dari belakang itu adalah Jay bukan Jino. Dia segera berbalik kebelakang menatap Jay lalu kembali menangis.

"Jawab gue! Sesulit itu nerima gue?"

Gelengan cepat membuat Jay berdecih kecewa. Air muka tenang tadi berubah bergelombang gemuruh. Jay meninggalkan pekarangan rumah Solon.

"NING NING!"

"H-hah?!"

Itu mimpi. Hanya mimpi. Ning Ning tertidur di pekarangan rumah, yang dihadapannya sekarang adalah Solon bukan Jay. Solon tampak khawatir setelah melihat Ning Ning berkeringat begitu banyak.

"Lo mimpi buruk?"

Hendak menjawab, tapi perutnya bergemuruh. "Gue laper."

Solon terkekeh lalu menawarkan punggungnya untuk dinaiki Ning Ning. "Lo keliatan cape, kaya habis dikejar penjahat. Gue nawarin punggung nih."

"B-boleh?"

"Naik aja kali. Emang gue bakal mati kalau gendong lo?"

Ning Ning naik ke belakang punggung Solon tanpa ragu. Solon sendiri menahan berat sembari terkekeh.

"Lo lebih berat dari dugaan gue. Haha."

Ning Ning mencibikkan bibirnya merasa tersindir. Dia tidak seberat itu, padahal selama ini dia juga melakukan banyak pekerjaan yang melelahkan, dia juga berkeringat begitu banyak.

Stres dan depresi berat juga kegiatan yang melelahkan. Ning Ning lelah dengan hidupnya. Makanya dia merasa tidak seberat itu.

_
Tbc.

HYPER | [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang