Bagian 06

18.1K 1.2K 215
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

"Udah dibawa saja, Mahika."

"Malu, Gus Zaman. Nggak usah deh. Nggak apa-apa Mahika puasa setiap hari."

Zaman menghela napas kecil.

"Banyak drama kamu. Ini ambil. Setelah itu pulang ke asrama," kata Zaman lagi.

Mahika menggeleng manja. Pura-pura menolak uang yang Zaman berikan. Padahal tangannya sudah gatal ingin mengambil uang tersebut. Pasalnya Mahika harus membayar banyak denda di asrama. Dari denda tidak piket di asrama lah, belum lagi harus beli jajan supaya dia tidak selalu mengambil jajan Riri.

"Ambil, Mahika. Kenapa masih diam."

"Malu, Gus," rengeknya.

Zaman menggeleng kepala. Dia mendekati Mahika lalu memasukkan dompet miliknya ke saku rok gadis itu.

Mahika seketika tertawa.

"Dari tadi kek kayak gitu. Kan nggak harus ada drama malu-malu. Langsung masukin gitu, nggak perlu nanya-nanya," ucapnya. Dan itu berhasil membuat Zaman menggeleng kepala lagi.

"Dah, nanti kalau kurang datang lagi. Nanti nggak usah malu-malu lagi. Tinggal bilang, Gus minta duit. Gitu aja. Oke?"

Mahika langsung mengangguk semangat.

"Eh mau ke mana?" tanya Zaman saat Mahika hendak pergi.

"Mau balik ke asrama. Kan tadi Gus yang bilang," jawab Mahika.

Zaman tiba-tiba berdehem. Kemudian mendekati Mahika.

"Kalau dikasi nafkah sama suami, balas cium kek. Masa suaminya nggak dapat apa-apa," bisik Zaman. Matanya sesekali menyelidik apakah Umi ada atau tidak.

Mahika cekikikan.

"Mau dicium?" bisik Mahika.

"Mau," balas Zaman tidak kalah berbisik pelan.

"Cium yang mana? Bibir atau leher?" tanya Mahika.

Dan itu membuat Zaman berdiri tegap menatap datar istri kecilnya. Mahika mendongak menatap Zaman. Keningnya mengernyit.

"Kenapa gitu mukanya? Kan tadi minta dicium?" Ucap Mahika.

"Pertanyaan kamu tidak cocok untuk umur kamu, Mahika. Saya waktu seumuran kamu tahunya cuma cium tangan. Kamu sudah ke leher ke bibir. Astagfirullah."

Alih-alih merasa malu. Mahika justru menyengir lugu.

"Jadi gimana? Mau dicium atau nggak? Kalau nggak mau biar Mahika pergi nih. Mau nggak?" Tanyanya lagi pada Zaman.

"Nggak usah. Kamu balik asrama saja. Shalat taubat dulu. Sering nonton yang tidak-tidak, kan?"

Alih-alih menghindar. Mahika justru mengangguk.

"Dulu, waktu kelas satu Aliyah. Sekarang udah nggak. Udah taubat kok, Gus Sayang."

Zaman mendengus kecil menandakan dia tidak percaya pada ucapan manis anak ini.

"Jadi gimana ih kamu lama banget. Banyak drama. Mau dicium atau nggak. Kalau nggak mau Mahika pergi ni."

"Yasudah pergi lah," ucap Zaman.

"Beneran?" tanya Mahika yang sudah menggoyangkan satu kakinya.

"Hum."

"Beneran pergi nih. Serius nggak mau dicium?"

Zaman Omair (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang