🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 🦋
•
•
"Tolong sekali saja dengarin Papa. Kasi waktu sepuluh menit untuk Papa jelasin semuanya ke Mahika. Apapun tanggapan Mahika Setelah ini, Papa terima. Apa pun, Nak. Tapi tolong beri waktu untuk Papa jelasin segalanya. Papa tahu Mahika kecewa."
Mahika tetap menggeleng kepala. Dia hendak beralih pergi dari sana.
"Satu kesempatan, Nak." Tangan pria itu menahannya.
Mahika diam sebentar. Menatap wajah pria yang mengenakan pakaian rapi ini.
"Kamu boleh benci sama Papa. Tapi dengarin cerita Papa."
Tangannya menepis tangan pria yang menyentuh lengannya. Kemudian Mahika kembali duduk. Mengartikan jika ia memberi waktu untuk pria tersebut.
"Terima kasih," kata laki-laki paruh baya itu.
Mahika diam menundukkan kepalanya tidak mau menatap wajah orang yang berada di hadapannya ini.
"Sebelumnya Papa minta maaf atas semuanya. Untuk segala kesepian yang Mahika rasakan, untuk peran orang tua yang tidak didapatkan Mahika. Maaf untuk semuanya. Alasan Papa dan Mama ninggalin Mahika hanya satu. Dulu, Papa dan Mama sempat berpisah. Mama kamu tidak mau merawat kamu setelah Papa memilih untuk menceraikan dia. Dan Papa benar-benar tidak tahu kalau Mamamu nitipin kamu ke nenekmu. 14 tahun setelah perpisahan itu, Papa dan Mamamu kembali rujuk. Dan waktu itu Mamamu bilang kalau kamu sudah tidak ada."
Pria itu menggeleng.
"Papa percaya karena menurut Papa, tidak ada alasan untuk Mamamu bohong. Mulai dari sana, Papa dan Mama hidup seperti biasanya. Kenapa Papa tidak mencarimu? Karena dalam pengetahuan Papa, kamu sudah tidak ada. Namun, dua hari sebelum Mamamu meninggal, dia mengatakan kalau anak Papa masih hidup. Namanya Mahika. Dari sana Papa cari kamu. Papa berusaha untuk menemukan Mahika dan berusaha untuk menebus segala kesalahan Papa."
Pria itu menyentuh tangan Mahika. Mengusapnya.
"Papa sayang sama Mahika. Anak Papa cuma kamu. Cuma Mahika."
Lagi-lagi Mahika menyingkirkan tangannya dari pria itu.
"Empat belas tahun itu kemana? Kenapa harus cari Mahika Setelah kamu balik ke istrimu?"
"Karena Papa tidak punya alamat untuk menemui Mamamu, Sayang."
Mahika menggeleng kepala.
"Tolong percaya dengan penjelasan Papa. Mungkin tidak sekarang dan Papa tidak memaksa. Boleh, Mahika boleh marah. Boleh benci, kecewa. Tapi tolong jangan terlalu lama. Papa sayang sama kamu. Papa ingin memperbaiki segalanya. Tolong maafin Papa, nak."
Mahika berdiri.
"Sudah mau magrib. Pulang aja." Lantas, Mahika pergi tanpa pamit kepada pria itu.
Dia berjalan menunduk dari sana sampai asrama. Zihan bertanya-tanya soal siapa laki-laki itu? Kenapa Mahika diam saja setelah bertemu pria itu? Zihan berusaha menemukan jawabannya. Justru keterdiaman Mahika yang ia dapatkan.
Bahkan besok paginya, Mahika masih diam saja. Dia tidak bicara pada siapapun. Di sekolah juga sama. Pulang dari sekolah, Mahika masih saja diam. Tanpa bicara apapun, dia berjalan menuju ndalem. Mengingat hari ini Zaman pulang.
Begitu masuk. Dia sudah disambut dengan koper Zaman yang masih tergeletak di ruang tengah. Mahika tidak mengucap salam. Dia masuk saja.
"Assalamualaikum, Ning Mahika."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zaman Omair (SUDAH TERBIT)
RomantizmNOVEL ZAMAN OMAIR TERSEDIA DI SHOPEE AE PUBLISHING Menikah diam-diam dan melaksanakan akad rahasia, dalam status masih pelajar bukanlah mimpi seorang Mahika. Tapi ketika dia tahu bahwa laki-laki yang akan menjadi suami rahasianya adalah Zaman Omair...