ADAPTASI

25 4 0
                                    

Hai sayap-Sayap Gabriello. Sebelum baca, jangan lupa votenya ya.

.

.

Pagi-pagi sekali Gabriel telah memulai tugas pertamanya, yaitu membuatkan sarapan untuk tuannya yang masih nyaman bersembunyi di bawah selimut. Entah belajar dari mana, tetapi usahanya untuk membuat sarapan cukup meyakinkan.

Setelah selesai menyiapkan sarapan, Gabriel berniat membangunkan sang majikan. Dari dapur, ia berjalan menuju kamar Arcello. Sesampainya di depan kamar, ia tampak ragu untuk membangunkan tuannya. Namun, Gabriel juga tidak bisa membiarkan Arcello bangun kesiangan, terlebih jam yang menempel pada dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

"Tuan ... bangun, Tuan. Sudah pagi," bisik Gabriel sambil mengetuk pintu, ragu.

Beberapa saat Gabriel menunggu di depan pintu, tetapi Arcello belum juga bangun. Sekali lagi Gabriel mengetuk pintu. Kali ini terdengar lebih keras dari sebelumnya.

"Tuan, bangunlah. Nanti Tuan kesiangan."

Masih belum ada jawaban, Gabriel berniat untuk mengetuknya sekali lagi. Namun begitu hendak mengetuk, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Keluarlah seorang pria mungil, mengenakan kaus oversize yang menutupi paha sehingga tampak tanpa celana.

"Pagi, Phi," sapa Arcello sambil menguap dan menggaruk rambutnya.

"Pagi, Tuan," timpal Gabriel, gugup.

Melihat Arcello yang tengah berdiri seperti itu, berhasil membuat Gabriel salah tingkah. Ia berusaha memalingkan wajah, meski bola matanya tidak henti mencuri pandang.

Lucunya, benak Gabriel memuji Arcello dengan pipi bersemu merah.

Aroma roti panggang yang menguar berhasil mampir ke depan Arcello. Wanginya menyelusup ke rongga penciuman, menjalar di olfaktori, dan mengingatkannya pada bau yang ia kenal. Roti gandum diolesi selai choco hazelnut.

Hidung Arcello mengendus seperti tikus. Lalu berjalan dan mengabaikan pria di hadapannya, demi sumber dari aroma yang membuat ia terpikat.

"Phi, ini kamu yang buat?" tanya Arcello sambil menunjuk sajian roti panggang di atas meja.

"Iya, Tuan," jawab Gabriel yang membuat Arcello pun tersenyum senang.

Arcello hampir mendaratkan tangannya pada setangkup roti panggang, tetapi dengan cepat Gabriel menyambar dan mengamankan piring sarapan.

"Au?" Arcello menoleh pada Gabriel. "Kenapa diambil?" tanyanya dengan wajah kebingungan.

"Kalau Tuan mau sarapan, lebih baik cuci muka dulu," tegas Gabriel.

"Nggak apa-apa, lah, Phi. Aku sudah lapar," rengek Arcello. Gabriel menggeleng, tanda menolak.

"Ayolah, Phi," paksa Arcello sambil berusaha meraih piring yang dijauhkan.

"Cu-ci-mu-ka-du-lu!" eja Gabriel.

"Phi, please!"

Arcello ingin merebut sarapan miliknya, tetapi karena tubuh Gabriel yang terlalu tinggi, membuatnya kesulitan untuk mendapatkan apa yang dia mau. Tiba-tiba, tubuh mungil itu oleng dan bersandar pada pria berdada bidang. Si mantan malaikat, Gabriel.

Sesaat keduanya terdiam karena kaget. Namun, bukanya segera memperbaiki posisi, Arcello justru meracau, "Hmm ... wangi banget, Phi. Udah mandi, ya?" cetusnya.

Tanpa memedulikan orang yang tengah ia peluk, Arcello malah mengendus-ngendus dada Gabriel sambil memejam. Bahkan, ia mengabaikan pemilik dada yang tengah gemetar menahan kegugupan.

GABRIELLO (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang