Rahasia Arfan

198 12 0
                                    

"Sampai kapan Fatih?" suara ayah yang sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon menghentikan langkah Arfan. Samar-samar ia mendengar nama yang sangat familiar.

Laki-laki itu berniat menyerahkan beberapa dokumen rapat pada ayah, namun mendengar nama "Fatih" membuat jantungnya berdegup kencang. Satu-satunya orang yang dipanggil Fatih oleh ayah adalah Ansel.

Namun Arfan tak ingin mengambil langkah gegabah, ia lebih memilih mendengarkan dibalik pintu sembari memastikan apakah dugaannya benar.

Jika memang benar, lalu untuk apa selama ini ayah diam? Bukankah keluarga Athallah hampir hancur karena kehilangan Ansel dan menantunya? Lalu kenapa ayah tega menyembunyikan ini?

"Fatih baik-baik aja kan, nak? Kabari ayah ya kalau butuh sesuatu," Deg! Benar, dugaan Arfan benar. Nama Fatih yang dipanggil oleh ayahnya adalah Ansel.

Arfan mengusap gusar wajahnya, darimana ia akan bertanya pada ayah? Tidak mungkin ayah menyembunyikan hal ini jika tanpa alasan yang jelas, apa mungkin ini keinginan Ansel? Lalu untuk apa? Apa iya Ansel tega menghancurkan keluarganya sendiri? Ah tidak mungkin.

Cklek!

Cukup lama Arfan berdiri di depan pintu ruangan ayah hingga tak sadar jika saat ini pintu itu terbuka. Ayah sedikit terkejut dengan kehadiran putranya namun pria itu mencoba menetralkan wajahnya seakan tak terjadi sesuatu.

"Kenapa bang? Udah siap rapatnya?" tanya ayah mengawali pembicaraan.

Arfan masih terdiam, ia masih menimang keputusannya, antara menanyakan hal ini langsung pada ayah dengan resiko ayah berbohong atau menyelidiki semuanya sendiri tanpa membuat ayah curiga.

"Iya yah, udah ditunggu sama semuanya di ruang rapat, ini dokumen yang nanti akan dibahas," ucap Arfan sembari menyerahkan beberapa dokumen pada ayah.

Arfan memilih opsi kedua, ia tak ingin membuat ayahnya berbohong, ia lebih memilih menyelidiki semuanya sendiri. Saat bukti terkumpul, barulah ia akan menanyakan pada ayah.

.
.

"Harus banget kita jemput Audrey di depan gerbang kayak gini?" tanya Revan heran. Bukannya tidak mau menjemput Audrey, Revan mah suka rela saja jika sudah berkenaan dengan Audrey dan Aca. Tapi masalahnya adalah terakhir kali ia menjemput Audrey bukan kata terima kasih yang ia dapatkan, melainkan timpukan buku.

"Ya kalau lo jemputnya kayak orang normal mah ngga bakalan kena timpuk buku," jawab Arfan santai sembari menyuapkan sesendok es krim ke mulut Aca.

Revan mendengus, "ngga normal gimana dah? Jemput doang Fan. Audrey keluar gerbang, gue bonceng sampe rumah, eh tau-tau nyampe depan rumah gue ditimpuk sama buku,"

"Yakin cuma itu aja?" tanya Arfan memancing yang dijawab anggukan oleh adiknya. "Terus siapa yang jadi trending topik 7 hari di base sekolah?"

Revan tertawa kencang saat baru saja mengingat hal terkonyol dalam hidupnya. "Eyalah anj*r gara-gara gue manggil Audrey dengan sebutan princess sayangku cintaku?" Arfan hanya menghela napas.

"Yaelah alay banget dah orang-orang. Gue cuma manggil Audrey gitu aja kalik, lagian biasanya kalau dirumah juga gue manggilnya gitu," imbuh Revan masih dengan tawanya.

"Heh! lo lupa kalau julukan alumni buaya masih lo pegang? Sedangkan waktu itu Audrey lagi masa pencalonan ketua OSIS. Ya lo pikir aja dah Van gimana malunya Audrey yang disangka numpang pamor sama elu," penjelasan panjang lebar dari Arfan tak membuat Revan berhenti tertawa, rasanya Revan malah ingin mengulangi perbuatannya lagi.

Rangkulan Semesta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang