"Drey, lo bikin kebijakan pensi tanpa iuran bukan karena uang, kan?" celetuk Dira yang membuat Audrey mengerutkan keningnya, begitupun dengan pengurus OSIS lainnya yang kini saling bertukar pandang.
Saat ini OSIS SMA Cempaka sedang berada di ruang OSIS guna membahas rancangan pentas seni yang akan segera dilaksanakan. Sudah menjadi budaya bagi SMA Cempaka untuk memberikan iuran sukarela sebagai bentuk partisipasi dalam acara pentas seni. Namun tahun ini Audrey membuat kebijakan baru yaitu meniadakan iuran yang tentu saja didasari alasan logis.
"Maksudnya gimana, Dir?" tanpa menaruh curiga pada sekretarisnya itu, Audrey memperjelas maksud Dira. "Eehmm maksud gue, lo menetapkan kebijakan ini bukan karena lo nggak ada duit buat bayar iuran, kan? Kalau emang iya, gue siap kok bayar doble buat lo,"
Jawaban Dira membuat Farah langsung beranjak dari duduknya, "jadi lo pikir Audrey nggak mampu bayar iuran?! Lo pikun apa gimana? Siapa yang jadi donatur tetap di beberapa program kerja kita?" sanggah Farah yang tidak terima dengan ucapan Dira.
"Gue kan cuma tanya Far, kalau emang bukan itu alasannya yaudah lah, santai aja kalik," jawab Dira dengan membuang muka. "Tapi emang dari dulu SMA Cempaka punya tradisi iuran, kan? Kalau tiba-tiba dirubah gini artinya ada maksud lain dong?" sahut Laras yang membuat Tiara yang awalnya enggan berkomentar kini ikut beranjak dari duduknya.
Gadis tomboi itu mendekati Laras dan Dira dengan tatapannya yang nyalang, "Ti, udah.. jangan diterusin, biar gue yang kasih penjelasan," cegah Audrey yang kini mencekal tangan sahabatnya itu.
"Gini ya gaes, gue jelasin ulang. Emang bener kalau iuran pensi itu tradisi SMA Cempaka bahkan abang gue sendiri yang dulu ngusulin saran itu pas masih menjabat jadi ketua OSIS. Tapi keadaan dulu sama sekarang beda, kalau dulu emang SMA Cempaka nggak punya alokasi dana untuk pentas seni nah kalau sekarang kan beda lagi, SMA kita udah punya alokasi dana buat pentas seni. Jadi nggak ada alasan lagi kan buat tarik iuran?" Audrey mengulangi penjelasannya. Semua pengurus OSIS sudah paham dengan maksud Audrey hanya dua pengurus yang masih enggan menerima kebijakan Audrey.
"Halah Drey, bilang aja kalau lo sekarang udah ngga bisa bayar iuran, gitu aja pake alasan alokasi dana segala," Laras lagi-lagi menyela yang membuat Audrey sudah hampir kehilangan kesabaran.
Brak!
Gebrakan meja dari Tiara sukses membuat semua pengurus OSIS mematung, tak terkecuali Audrey yang terkejut dengan reaksi sahabatnya.
"Lo ada masalah apa sih sama Audrey? Ngga sekali ini aja lo mempertanyakan keputusan Audrey, hampir semua kebijakan Audrey lo lawan," ucap Tiara dengan emosi. Gadis itu kini tersenyum sinis, "apa iya karena lo kalah pemilu? Sadar dong! Pemilu itu udah jadi bukti kalau Audrey yang pantes jadi ketua OSIS!" Imbuh Tiara yang meluapkan emosinya dihadapan Dira dan Laras. Kedua gadis ini adalah sepasang kandidat ketua dan wakil ketua yang dahulu bersaing bersama Audrey-Naren.
Naren dimana? Jangan tanyakan kehadiran wakil ketua OSIS kesayangan Audrey, laki-laki itu kini sedang menikmati pertunjukan dihadapannya bersama pengurus OSIS laki-laki lainnya. "Eh udah mau jambak-jambakan tuh, Ren," ucap Haris.
Naren masih diam ditempatnya sembari menopang dagu, "bentar ah, masih seru nih," ucap Naren santai.
"Drey Drey, siapa sih yang nggak bakalan pilih lo jadi ketua osis disaat embel-embel Kak Ansel itu selalu ada dibelakang nama lo? Lo harusnya sadar diri kalau lo bisa jadi ketua OSIS karena nama kakak lo!" Audrey paling tidak suka jika kedudukannya dihubungkan dengan bang Ansel.
Walaupun memang benar jika dia ingin menjadi ketua OSIS karena terinspirasi dari kakaknya tapi ia berhasil di posisi ini karena usahanya sendiri bukan karena embel-embel nama kakaknya.