10. The Winner

171 30 0
                                    

"Gue selalu menang lomba."

Salah satu jari Sora turun. Vino yang ikut menurunkan jarinya membuat kening Sora mengernyit.

"Lo...?"

Vino mengangkat alis, "Apa?" Melihat arah tatapan gadis itu yang mengarah pada tangannya membuat Vino terkekeh. "Ha, dimata lo, gue cuma murid urakan yang gak punya prestasi apa-apa ya?"

"Emang salah?"

"Ya... Bener juga sih." Vino menampilkan deretan giginya, cengengesan. "Lomba makan kerupuk juga termasuk jenis lomba, kan?"

Sora mendengus, terlalu malas menanggapi ucapan Vino yang terkesan tak pernah serius dan selalu bercanda disetiap situasi.

"Terserah."

Vino tertawa.

"Giliran gue," katanya kemudian. "Gue gak suka cowok." Lalu menurunkan jarinya lagi. Dilihatnya gadis dihadapannya yang juga menurunkan jari. "Gue wajar kalau gak suka sama cowok, terus lo kenapa?"

Sora terdiam, menatap Vino lurus kemudian menarik salah satu sudut bibirnya. "Karena mereka gak berguna di hidup gue."

"What if you fall in love with one of them?"

"Gak akan," balas Sora dengan cepat dan terdengar yakin.

Vino mengangguk-anggukkan kepala, "Oke. Lanjut."

Mereka melanjutkan permainan. Saling melontarkan kalimat, dengan jari yang juga ikut diturunkan kemudian. Hingga jari Sora yang masih terangkat tersisa dua, sedangkan Vino masih mempertahankan empat jarinya. Dan Sora cukup yakin bahwa ia akan memenangkan permainan ini. Walaupun sudah jelas juga.

"Gue suka cewek cantik. Banget." Vino menurunkan jari sembari tersenyum lebar, otaknya sudah terisi deretan perempuan-perempuan cantik yang selama ini menemani hari-hari membosankan dalam hidupnya. "Lah lo kenapa ikutan turun jarinya?"

Hah. Lihat laki-laki didepannya ini. Sorot datar Sora memandang Vino, kemudian terkekeh singkat.

"Emang salah?"

"Ya gak juga." Vino berucap gamang, membalas tatapan Sora yang masih terlihat tenang.

"Pft." Menggeser buku ke samping, Sora menumpu dagu dengan tangan. Tersenyum tipis nyaris tak dapat ditangkap oleh netra gelap Vino.

Sora bukannya tak mengerti. Ia paham kemana arah pembahasan ini. Sejak awal Vino mengajukan ajakan untuk bermain, Sora paham betul bahwa laki-laki itu ingin mengorek informasi tentangnya. Vino penasaran tentang Sora, namun tak ingin melontarkan pertanyaan secara blak-blakan dan memilih hal kekanak-kanakan seperti itu. Perempuan pintar seperti Sora, tak mungkin tak mengerti maksud dari Vino.

Sora sadar. Vino selalu melontarkan hal dengan inti serupa. Laki-laki itu pasti penasaran perihal rumor tentangnya.

Tak heran, Vino mungkin sudah mendengar rumor yang mengatakan bahwa ia menyukai sesama jenis.

Hm, bagaimana ya. Banyak orang mengatakan hal itu tentangnya. Dan Sora terlalu malas untuk meladeni, sekadar menyangkal ataupun membenarkan hal tersebut. Membuat rumor itu kian menjadi-jadi hingga rasanya sudah sampai ke telinga para guru.

Ya, selama hal tersebut tak mengganggu kehidupan tenangnya, Sora akan mengabaikan. Tak ada yang lebih penting dalam hidupnya selain pulang ke rumah untuk menunjukkan hasil sempurna yang ia dapatkan pada Anna.

Selama ini, Sora hidup dengan tenang. Walaupun fakta bahwa masih ada sosok Anna yang menghantui kehidupannya. Sora hidup dibawah bayang-bayang dan kekangan Anna. Tak masalah. Sora masih bisa menahannya setidaknya sampai beberapa tahun lagi.

Jari telunjuk Sora bergerak, menepuk-nepuk pipinya berulang kali. Netranya masih terarah pada Vino, bergulir, meneliti wajah Vino yang dikagumi siswi penghuni SMA Wiratama.

"Apa yang mau coba lo tau tentang gue?" Sora menurunkan tangan, kemudian melipat kedua tangan diatas meja. Tubuhnya sedikit maju dengan punggung yang kembali tegak, sudut bibirnya tertarik. "Terserah sama apa yang lo pikirin tentang gue. Lo bebas mau percaya sama hal yang lo denger tentang gue atau gak. Karena itu hak lo."

Sora masih menatapnya seperkian detik, sebelum akhirnya bangkit dari duduknya dan meraih buku diatas meja.

"Poin gue lebih tinggi. Jadi tepatin janji lo tadi," ucapnya sebelum benar-benar berlalu dari hadapan Vino.

*"*

Bruk

Sora menghembuskan napas berat, menatap datar buku-bukunya yang sudah tergeletak di lantai. Kejadian setelah ia baru saja menutup pintu perpustakaan dan berbalik hendak kembali ke kelasnya, namun seseorang dengan mata yang entah digunakan untuk apa justru menabraknya.

Moodnya sudah buruk setelah meladeni manusia sejenis Vino, ditambah harus meladeni orang lagi.

Berjongkok, ia segera mengambil bukunya.

"Ini, sorry, Ra."

Sora mengernyit saat mendengar suara seseorang yang memanggil namanya. Tangannya terulur untuk menerima buku yang diberikan orang tersebut. Kepalanya kemudian mendongak.

"Gue Anggun, in case you forgot."

Ah. Anggun. Sora ingat, perempuan ini yang mengatakan tak menuduhnya tapi terus memojokkan Sora.

Bangkit, Sora berniat untuk kembali melanjutkan langkah menuju kelasnya. Tanpa menghiraukan Anggun. Namun tangan Anggun lebih dulu terulur untuk menahan langkah Sora yang kembali tertahan. Terpaksa, kembali menatap wajah lugu Anggun.

Image Sora yang orang-orang ketahui, sebenarnya bukan gadis cantik baik hati yang selalu tersenyum pada apapun yang menimpanya. Sora hanya manusia biasa yang selalu menunjukkan perasaannya tanpa perlu repot menutupi dengan senyuman. Jika tak menyukai sesuatu, Sora akan menunjukkannya secara gamblang.

Maka dihadapan Anggun, sorot datar dan dingin Sora tertuju pada gadis itu. Ia terlalu malas menutupi fakta bahwa ia tak menyukai Anggun. Justru Sora sengaja agar Anggun paham bahwa Sora tak menyukainya.

Sora kesal. Itu jelas. Ia masih belum melupakan kejadian di ruang OSIS kala itu. Dan ini sudah beberapa hari sejak kejadian itu, namun bertemu kembali dengan orang ini kembali justru kembali membangkitkan rasa kesalnya.

"Gue mau minta maaf soal yang waktu itu, Ra. Sorry kalau omongan gue bikin lo tersinggung. Gue bener-bener gak ada maksud buat ngejelekin lo." Anggun menggenggam pergelangan tangan Sora erat, namun segera melepasnya dengan senyum kikuk saat mendapati tatapan tajam Sora. "Shaka nyuruh gue buat minta maaf langsung sama lo, jadi—"

Sora terkekeh sinis, berhasil membuat Anggun menghentikan ucapannya. Jadi maksudnya, jika Arshaka tidak mengatakan untuk meminta maaf secara langsung pada Sora, si Anggun Anggun ini tak ada niat untuk melakukan hal itu?

Tatapan Sora yang kian tajam membuat Anggun mengalihkan pandangan dengan gugup. "S-sorry, Ra."

"Ya," Sora membalas singkat. Teringat satu hal, Sora kembali berbalik, menghadap Anggun yang kembali tegang setelah sebelumnya sudah menghembuskan napas lega.

"Jadi barangnya udah ketemu?"

Anggun mengangguk dengan kaku. "U-udah. Ternyata Bu Hanum yang ambil buat dilegalisir." Anggun menjelaskan. Bu Hanum merupakan guru pembina osis yang terkenal senang memberikan nilai tambahan.

Tanpa membalas apapun lagi, langkah kaki jenjang Sora akhirnya meninggalkan tempat tersebut.

Mendengar perkataan Anggun, membuat Sora jadi berpikir perihal Arshaka. Mereka sebenarnya jarang berinteraksi, namun sering kali berada di ruang lingkup yang sama. Dan sejak dulu, Sora sudah menekankan bahwa ia tak ingin terlibat dengan laki-laki itu lebih jauh.

Ah. Entah kenapa perasaannya berubah tak tenang. Sora hanya bisa berharap bahwa tak akan ada hal buruk yang menimpanya.

Sora & The Problem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang