15. Kesialan Kesekian

214 33 4
                                    

Vino masih asik mengunyah permen coklat warna-warni sembari mata yang sibuk menatap ponsel, jari panjang itu bergerak diatas keyboard untuk membalas pesan dari orang-orang yang mengechatnya. Sudah bisa dipastikan bahwa sebagian besar adalah perempuan.

Ketenangan itu tak berlangsung lama ketika telinganya mendengar suara berisik dari arah bawah. Ingin mengabaikan namun bel yang terus berbunyi itu benar-benar mengganggu pendengarannya. Ia segera bangkit, membawa serta ponsel yang dimasukan ke saku celana juga bungkus permen coklatnya.

Kakinya melangkah, membuka pintu dan keluar dari dalam ruangan. Vino berdiri diujung rooftop rumahnya. Memangku tangan pada pagar dengan mata yang memandang ke bawah. Sayangnya dari atas sini, ia tak dapat melihat pelaku yang sudah menekan bel berkali-kali. Vino ingat, orang yang tinggal disebelah rumahnya yang merupakan seorang wanita tua tadi pergi. Mungkin itu sebabnya tak ada yang keluar untuk menyambut tamu itu.

Vino sudah akan kembali masuk sebelum netranya berhasil menangkap bayangan seseorang yang terlihat berjalan menjauh dari rumah. Berhenti dan menatap sekeliling, Vino sempat mengernyit saat mendapati siluet tak asing itu. Beberapa saat, tubuh dengan punggung kecil itu kembali berbalik. Membuat Vino dapat melihat dengan jelas sosoknya.

Wah, lihat. Kebetulan macam apa ini.

Kedua sudut bibir tertarik, senyumnya mengembang dengan sempurna. Netranya masih melihat ke bawah, menatap seorang gadis yang masih sibuk dengan ponsel ditangan.

Iseng, Vino mengambil beberapa butir permen coklat, melemparnya ke bawah. Beberapa kali coklat bulat itu tak mendarat ditempat seperti keinginannya, sampai akhirnya saat Vino melempar butir terakhir, tepat mengenai sasaran. Berhasil membuat kepala itu mendongak keatas, dan netra keduanya bertemu. Vino dapat melihat dengan jelas perubahan ekspresi si gadis yang berubah datar dengan sorot sinis menatapnya.

Vino terkekeh dengan gemas.

Ini kebetulan yang gila. Vino tak pernah merasa sesenang ini, rasanya ingin berterimakasih kepada orang tuanya yang memutuskan agar mereka berpindah rumah. Karena Vino tak pernah menyangka langkahnya akan menjadi sedekat ini untuk melihat gadis cantik dengan surai sebahu itu.

Benar, siapa lagi gadis cantik dengan ciri khas surai sebahunya selain Azsora.

Ia menopang dagu dengan tangan, menatap Sora dengan sorot senang. "Gue gak nyangka bakal dapet pemandangan seindah ini." Kurvanya melengkung, membentuk sunggingan manis.

Mencoba abai, Vino dapat melihat Sora yang kembali menunduk dan mengotak-atik ponsel.

"Ah, jadi lo yang dimaksud cucunya." Vino kembali bersuara, berhasil membuat Sora menatapnya walaupun masih dengan sorot datar. "Lo lagi nyari nenek lo?"

Jarak mereka sebenarnya tak terlalu jauh, ditambah dengan suara Vino yang cukup keras membuat Sora dapat mendengar dengan jelas setiap ucapan yang keluar dari mulut laki-laki itu.

"Bukannya lo bilang sendiri kalo lo gak akan pernah muncul dihadapan gue lagi?"

Vino mengangkat bahu dengan acuh. "Hm. Tapi lo harus tau kalo manusia gak bisa ngelawan takdir. Liat, gue ada disini sekarang dan lo berdiri disana juga mungkin bagian dari takdir. Mau sejauh apapun lo coba buat pergi, gue rasa kita bakal tetep ketemu lagi."

Sora memutar bola mata dengan jengah. "Omong kosong. Mulut lo gak cocok ngomongin takdir."

Telapak tangan yang digunakan untuk menopang dagunya bergerak, bergeser naik dan menutupi sebagian bibir Vino yang tengah tersenyum. Kembali berinteraksi dengan Sora setelah sekian lama harus menjaga jarak, ternyata memiliki efek yang besar bagi dirinya.

"Bener sih."

Sora yang kembali menunduk seolah tak menghiraukan kehadiran Vino, membuat laki-laki itu berdecak, kesal merasa diabaikan.

Sora & The Problem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang