Part 2

3.5K 446 56
                                    



"Semalam kamu pulang jam berapa?"

Sehabis makan malam, Ruth menenggak beberapa obat yang diresepkan dokter yang wajib dia konsumsi setiap hari. Tak berselang lama, kantuk menyerang dan tak mampu dielakkan. Niatnya untuk menunggu Kendra pulang, mesti diurungkannya. Ruth lantas naik ke kamar kemudian terlelap. Baru dua menit yang lalu dia bangun, langsung ke kamar mandi, lalu mendapati sang suami sedang mencukur rambut yang tumbuh lebat di sekitar dagu.

"Sebelas," balas Kendra tanpa melirik ke ambang pintu meski cuma sekilas. Fokusnya benar-benar dia curahkan sepenuhnya pada mukanya sendiri yang tampak di cermin.

Ruth melangkah, mendekat dengan matanya yang masih menyipit. "Maaf, ya ... aku ketiduran," katanya sambil memeluk suaminya dari belakang.

Walaupun penglihatan Ruth belum terbuka maksimal, tapi dia tetap dapat menemukan bagian tubuh Kendra yang sangat menggairahkan. Tak mau membuang-buang kesempatan, didekapnya erat kulit tanpa kain itu.

Tak pelak, perbuatan Ruth menciptakan satu decakan dari mulut Kendra. Untuk kali ini, dia benci kebiasaan perempuan itu yang selalu melepas bra sewaktu tidur. "Ruth!" Dia ingin mengumpat begitu merasakan punggungnya digesekkan pada sesuatu yang kenyal.

"Apa?" Ruth menjawab sengau, mirip orang yang mengigau. Kesadarannya memang masih di angka tujuh puluh lima persen.

"Ruth!" Bentakan Kendra lantas terlontar. Pasalnya, Ruth makin menjadi-jadi, sepuluh jemari lembutnya meraba-raba perut, dada, hingga puting Kendra. Terpaksa, dia menangkap tangan nakal itu terus mengibaskannya agar pelukan mereka terlepas.

Melihat wajah Ruth yang tersentak sampai mundur dua langkah, Kendra buru-buru berkata. "Ini udah siang. Mandi, makan, biar bisa minum obat. Kata dokter ... kamu nggak boleh telat minumnya."

"Iya-iya ...." Meski menyadari jika ada yang aneh dengan sikap sang suami, Ruth enggan bertanya. Mungkin dua tahun ini Kendra terbiasa hidup sendiri, jadi cukup kaget dengan kepulangannya yang tiba-tiba. "Aku mandi," ucapnya sambil melepas gaun tidur di tempat itu juga. Seusai tak ada sehelai benang pun yang melekat, dia melenggang santai menuju shower yang posisinya paling ujung.

Kendra mati-matian menahan gejolak yang mendadak menggelegak. Dia sampai harus mencuci kepalanya di bawah kran wastafel.

Ingat Liza. Ingat Liza. Ingat Liza.

Selagi mendinginkan pikiran, dia mengulang-ulang kata itu. Tidak boleh menoleh ke utara, konsentrasi saja pada apa yang kamu kerjakan sendiri. Ingat ... ada perempuan sebaik Liza yang tak pantas disakiti perasaannya.

"Ken ...."

Namun segala usahanya gagal ketika satu panggilan itu terdengar. Tanpa komando, wajahnya lekas mencari asal suara. Dan dia nyaris mengerang ketika tubuh polos yang sudah basah kuyup itu lurus menghadapnya. Apalagi ditambah dengan kepala si empunya yang mendongak ke atas, seakan menantang untuk dijamah.

"Rambutku kayaknya udah kepanjangan. Mau aku potong, ya?"

"Sialan!" Umpatan itu akhirnya meloncat keluar bersamaan dengan Kendra yang berbalik badan.

Jangan. Jangan sentuh. Jangan gila. Jangan biarkan dirinya hilang kendali di saat ada nama perempuan lain yang kini telah mencuri hatinya.


*****


Begitu membuka pintu kamar, aroma masakan berbondong-bondong menggelitiki indra penciuman Ruth.

KELIRU (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang