Part 9

2.7K 395 48
                                    



Tadi pagi masih ceria, namun kini mendung terasa. Yah ... Ruth paham, itulah realita kehidupan. Selalu ada suka dan duka, yang kadang datang silih berganti, yang kadang datang berbarengan.

"Huh!" Ruth tekan salah satu tombol berwarna merah di remote. Layar besar di depan sana, seketika langsung padam. Dia lalu beranjak ke halaman depan. Mau ikut bergosip dengan ibu-ibu di halaman warung sembako yang rindang. Siapa tahu ... bisa mengobati perih yang mendera akibat dari sikap Kendra yang kembali ke setelan pabrik.

Susah-susah menggoda, akhirnya begini juga. Ruth mendengkus kencang selagi berjalan. Tak lupa dia juga mengunci pintu. Setelahnya, dia menuju tempat yang lokasinya ada di perempatan kompleks.

Matahari bersinar lumayan terik, namun tak menyurutkan niat Ruth untuk mencari hiburan. Dia teruskan langkah demi langkah hingga tak jauh dari warung itu, dia sudah dapat mendengar celotehan-celotehan dalam bahasa sunda, juga suara tawa yang sanggup menyejukkan dadanya.

"Eh ... Neng Ruth ... mau beli apa?"

Di halaman warung, ada bangku berbahan dasar kayu yang sangat panjang. Di bangku itulah, semua gossip mulai dari artis sampai anak gadis Pak RT dikupas tuntas.

"Nggak, Teh," jawab Ruth ramah pada si pemilik warung. "Cuma mau ikut ngobrol, bosen di rumah. Boleh?"

"Pastinya boleh atuh."

Neneng, Pina, dan Retno yang pernah Ruth ajak jalan-jalan ke mall, ada dalam gerombolan penggosip itu. Dan tadi, Neneng yang menjawab pertanyaannya.

"Sini-sini, Neng ... duduk sini."

Ruth ditawari duduk di tengah-tengah. Tanpa sungkan, dia lekas bergabung menjadi salah satu penghuni bangku panjang.

"Neng mau minum?"

Mungkin mereka tahu kalau Ruth tidak fasih berbahasa sunda, makanya jika berbicara dengannya, selalu menggunakan bahasa Indonesia. "Udah minum, Teh, tadi," sahutnya seraya menggeleng. "Makasih."

"Itu tadi ibu lihat Teh Amy pergi sendirian, mau ke mana?" Retno, perempuan asli suku Jawa yang pindah ke Bandung lantaran mengikuti dinas suami, bertanya pada Ruth.

"Kurang tahu, Bu ... bilang sama aku cuma mau keluar tapi nggak ngomong tujuannya ke mana."

Neneng yang ada di sebelah kanan Ruth menimpali. "Nggosip teh kurang gereget kalau nggak ada si Amy."

"Iya leres, Ceu ... Amy teh penghidup suasana. Mulutnya kalo ngomong suka lucu."

"Matanya oge."

"Iya, hahaha ...."

Ruth cuma berperan menjadi pendengar. Dia ikut tertawa tapi tak menambahkan apa-apa. Dari membahas tentang ibu mertuanya sampai di detik ini mereka menanyakan kabar kucing betina kepunyaan pemilik warung yang kabur entah ke mana, Ruth hanya menyimak saja.

Hingga tak terasa, sudah satu jam dia berada di sana. Matahari semakin naik dan cahayanya yang amat menyilaukan mulai membuat Ruth tak nyaman.

"Aku pulang dulu ya, Bu-Ibu ...." Ruth bangkit dari bangku. "Barangkali Mama udah pulang."

Teman-teman barunya, serentak mengangguk. Lalu ibu muda bernama Pina yang baru mempunyai satu balita mengucapkan kalimat .... "Kapan-kapan main ke sini lagi ya, Neng ...."

"Oke." Ibu jari, Ruth tegakkan tinggi-tinggi pertanda bahwa dia berjanji. Dia lantas berjalan pelan meninggalkan halaman yang dinaungi dedaunan pohon mangga. Saat kepalanya terkena pancaran sinar matahari yang kebetulan lumayan menyengat, Ruth mendadak merasa bumi yang dipijaknya berputar.

KELIRU (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang