Part 16

4.1K 637 126
                                    



"Kalau kita sudah bukan suami-istri, kenapa aku justru pulang ke sini?"

Ini terlalu sulit untuk dimengerti, apalagi dalam keadaan kepala Ruth yang seperti sedang dipukuli pakai palu godam. Yang dia dapatkan dalam pikiran bukanlah pemahaman melainkan munculnya berbagai macam pertanyaan.

Mengapa ada Kendra sewaktu dia sadar dari koma jika status pria itu hanyalah mantan suami?

Mengapa orang tuanya tak membawanya pulang ke rumah mereka?

Mengapa Kendra malah menidurinya berkali-kali?

Mengapa ...? Ruth butuh jawabannya.

Detak jarum jam dinding, mengambil alih keheningan yang Kendra biarkan lumayan lama. Dia sungguh-sungguh berusaha meredam emosinya, supaya yang terlontar bukan lagi intonasi tinggi seperti tadi. Yang dia inginkan urusan mereka berakhir secara baik-baik.

"Ayahmu ...." Ya, memangnya siapa lagi dalangnya kalau bukan Ferdi? Atas nama kasih sayang yang teramat besar pada sang putri, pria yang Kendra benci itu, kembali melemparkan kehendak yang bersifat memaksa. Alasannya? Takut kesehatan Ruth makin memburuk jika terlalu dini menerima kenyataan. Padahal scenario yang dengan berat hati harus dirinya mainkan juga pastinya punya dampak yang buruk di kemudian hari. "Yang menyuruh."

Ruth tak percaya, tapi mau menggeleng rasa-rasanya tak sanggup. Selain sakit, kepalanya kini merupakan organ terberat yang sangat membebani tubuhnya. "Nggak mungkin," cicitnya kemudian.

Kendra mendengkus. Tidak mungkin katanya? "Pernikahan kita bisa terjadi karena ada seorang ayah yang melakukan segala cara untuk menuruti permintaan putrinya yang manja. Aku ingatkan, barangkali kamu lupa." Membuatnya menikahi perempuan yang sama sekali tak dicintai saja bisa, apalagi cuma sekedar berpura-pura membangun rumah tangga. Dan karena itulah, kebencian Kendra pada Ferdi tak pernah lenyap. Dia merasa harga dirinya sebagai seorang laki-laki dewasa, diinjak-injak hingga rata dengan tanah.

Bagian itu Ruth ingat. Lalu memori-memori yang lain ikut berbondong-bondong memenuhi otaknya. Momen ketika dia melihat wajah masam Kendra di hari pertunangan, momen saat Kendra sama sekali tak tersenyum sepanjang acara pernikahan berlangsung, momen sewaktu dia merayu Kendra agar memberikan nafkah batin, juga momen dia bertengkar dengan Amy dan Gia sebelum kecelakaan. "Tapi ... kenapa—"

"Ruth!"

Kalimat Ruth yang memang diucapkan dengan jeda yang lebih panjang dari satu tarikan napas, terpotong sebuah panggilan lantang dari seseorang. Mengenali bahwa suara tenor itu milik sang ayah, dia lekas mencoba menegakkan kepala. Dengan gerakan yang lambat dan pelan, dia akhirnya bisa menoleh. Ruth tersenyum sejenak saat malaikat penjaganya tampak mendekat. Namun, senyum itu langsung dihilangkannya begitu pandangannya menumbuk bola lampu yang menyala terang di belakang ambang pintu. Kilasan tentang kejadian yang mengerikan, menyerang pikirannya secara membabi buta.

Ruth berada dalam jok penumpang mobil sedan. Dia lantas keluar, melihat-lihat suasana di sekitar yang gelap dan sepi. Kemudian dia bermaksud menyeberang jalan, mau menghampiri seorang laki-laki ketika kendaraan roda empat yang melaju sangat kencang dari sisi kanannya melemparkan sorot lampu padanya sebelum menabrak lalu membuat badannya terpental.

"Aaakhh ...." Ruth mengerang sambil memegangi kepalanya. Kembali dia menunduk, dengan mata yang dipejamkan rapat-rapat.

Mendengar jeritan kesakitan itu, Kendra yang semula turut menatap kedatangan Ferdi, cepat-cepat menengok ke samping. Dia terbeliak, baru menyadari bahwa Ruth bersimpuh di lantai bukan untuk menarik simpatinya seperti dahulu kala, melainkan tengah merasakan sakit di kepala.

KELIRU (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang