Memergoki

9.6K 16 0
                                    

Vera baru saja pulang dari berjualanya. Vera gadis cantik yang baru saja berumur tujuh belas tahun di saat teman teman sebayanya melanjutkan untuk menempuh pendidikan ke perguruan yang lebih tinggi demi masa depan namun hal itu tidaklah berlaku bagi Vera. Hal ini karena keterbatasan biaya Vera tinggal bersama paman dan bibinya Vera terbiasa memanggil mereka dengan sebutan Uwa. Disaat Vera berusia lima tahun Ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan di tempat kerjanya hal ini membuat ibu Vera yang takala waktu itu sedang hamil mudapun syok berat dan jatuh sakit hingga tak lama ibu Verapun ikut menyusul suaminya. Vera yang kala itu sebatang karapun di asuh oleh bibi dan pamanya Vera di besarkan dengan penuh kasih sayang layaknya seperti anak kandung di sebuah kota meskipun kehidupanya sangat sederhana dan bahkan tak jarang Vera dan kakanya sering makan hanya sekali dalam sehari namun Vera merasa bersyukur setidaknya ia tak hidup sebatang kara ada pengganti kedua orang tuanya yang selalu menyayanginya.

Malam ini hujan turun begitu derasnya Vera yang baru saja pulang dari berjualan kopi keliling segera mandi badanya basah kuyup karena kehujanan tadi. Setelah mandi tanpa berniat untuk makan malam Vera memutuskan untuk langsung masuk ke kamar guna beristirahat karena penat seharian keliling kota berjualan kopi dengan sepeda. Namun saat hendak menjatuhkan tubuhnya di atas kasur ibu Vera mengetuk pintu kamarnya.

Tok Tok Tok

"Nduk nduk cah ayu kamu udah tidur?
"Belum wa.. "Sahut Vera
Vera segera membukakan pintu agar uwanya bisa masuk
"Loh ko tadi abis mandi malah masuk kamar? Itu loh nduk uwa udah masakin kesukaanmu"
"Iya wa tapi Vera lagi ngga pengin makan wa, lagi pengin tiduran.
Oh iya wa, ini tadi uang hasil penjualan hari ini wa" Ujarnya sembari memberikan uang kepada uwanya. Dengan senyum getir bu Endang menggelengkan kepalanya sebagai tanda menolak bukan menolak lebih tepatnya bu Endang merasa sangat kasihan dengan Vera yang setiap hari harus terjun dalam kerasnya kehidupan dalam mencari uang untuk membantunya.
Bu Endang mempunyai satu putra bernama Budi yang berusia 22 tahun setiap hari Budi dan Veralah yang membantu bu Endang mencari nafkah sedangkan suami bu Endang mengalami sakit struk ringan sudah hampir tiga tahun lamanya.
"Nduk, uang ini kamu simpan aja dulu yah. Siapa tahu suatu saat kamu membutuhkannya bukanya kamu ingin membeli ponsel yang baru kan? Ujar bu Endang menolak halus
Vera mengangguk namun dengan cepat ia menggeleng " Wa, besok Vera masih bisa nyari lagi Vera tau uwa sangat membutuhkan uang ini. Pakailah wa " bu Endang terharu dengan pola pikir Vera yang dewasa.
"Makasih banyak ya nduk maafkan uwamu ini belum bisa membuatmu bahagia"

Bu Endang segera menghapua air matanya dan mengajak Vera untuk makan malam. Kebetulan malam ini bu Endang memasak balado kembung dan sayur tumis daun singkong kesukaan Vera dan putranya. Namun karena putranya sedang merantau merekapun hanya makan bertiga

Hujan semakin deras di sertai angin yang lumayan kencang Vera yang tak bisa tidur hanya bolak balik mengatur posisi badan di kasur agar terasa nyaman namun tetap nihil. Di rumah sederhana ini hanya ada tiga kamar yang ukuranya juga tak terlalu lebar dan hanya kamar Veralah yang terdapat pintu sedangkan dua kamar lainya hanya menggunakan gordeng sebagai penutup.
Waktu menunjukan pukul 02.05 dini hari. Sunyi dan sepi Vera yang saat itu sedang hauspun hendak ke dapur tanpa alas kaki tanpa menyalakan lampu namun saat melewati sebuah kamar yang di dekat dapur Vera samar samar mendengar sebuah suara yang menurutnya sudah tak asing lagi sebuah kamar yang gordengnya tak tertutup rapat Verapun spontan memberhentikan langkahnya dan entah keberanian dan dorongan dari mana Verapun memberanikan diri untuk mengintip.
Vera sudah sering mendengar suara tersebut meski samar namun Vera selalu berusaha untuk abai dan berpura pura tak mendengar ataupun tau akan hal ini namun kini pertahanan Vera luruh karena penasaran Verapun mengintip dari balik gordeng sungguh baru kali ini Vera melihat kegilaan ini. Kedua bibi dan paman Vera sedang melakukan hubungan suami istri karena posisi lampu kamar samar samar menyala dan lampu luar mati Verapun tercengang dan membungkam mulutnya dan dengan leluasa menyaksikan keduanya tengah bergulat mesra. Bulu kuduk Vera meremang menyaksikan hal tersebut di depan matanya. Vera yang biasanya hanya menonton lewat ponselnya itupun secara diam diam tanpa sepengetahuan siapapun namun kini di depan mata kepala Vera sendiri ia menyaksikan hal tersebut secara langsung Vera segera kembali masuk ke kamarnya. Vera yang tadinya hauspun hilang seketika karena melihat hal tersebut sungguh Vera tak habis fikir kenapa mereka setyap sedang melakukan ritualnya tak mematikan saja lampunya apa karena mereka pikir Vera sudah benar benar tertidur lelap di saat mereka melakukan ritualnya. Pagi ini Vera sedang membantu uwanya merebus ubi di dapur sembari mengobrol dan sesekali tertawa namun tanda merah samar di leher uwa Endang sedikit membuat Vera risih karena hal semalam yang ia lihat di kamar uwanya sungguh tanda merah itu membuatnya kentara.
"Ver, ver...Tanpa sadar Verapun melamun.
"Ah, iya wa... Hehe..
"Loh nduk ko malah melamun sih. Melamunin apa toh...
"hehe engga wa. Oh iya wa mas katanya hari ini mau pulang yah wa?
"Iya nduk. Cuma ya gitu ngga tau jam berapa mungkin sore baru sampe nduk..
Karena asik mengobrol tanpa terasa ubipun telah matang. Bagi Vera pagi pagi sarapan ubi bukanlah hal yang baru ia sudah terbiasa dengan hal ini. Sementara sang uwa segera membuatkan teh manis untuk mereka berdua juga sang paman yang sedang terbaring di atas kasur kamarnya.
Hari ini sebenarnya Vera ingin libur berjualan sehari namun niat itu ia urungkan sebab jika dirinya berada di rumah pasti akan selalu terbayang bayang dengan kejadian selamam yang ia saksikan.
Setelah berpamitan ia segera mengayuhkan sepedanya ke kota untuk berjualan kopi keliling. Di sana ia tentu tak sendiri ada beberapa juga sahabatnya yang bernasib sama seperti dirinya.
"Ver, ko lu ngelamun terus sih awas ntar kesambet baru tau rasa loh" Ujar beberapa sahabatnya mereka asik bercanda riang sebelum akhirnya mereka berpisah sebab masing masing harus keliling guna menawarkan dagangannya. Ibu Vera sudah melayani lima orang yang memesan kopinya hari ini matahari begitu terik namun Vera begitu senang sebab dagangannya begitu ramai pembeli ada yang membeli kopi ada juga yang membeli es.

Hasrat Gadis BeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang