Chapter 3 : The War Has Begun

78 12 2
                                    

Disclaimer : Semua karakter milik Masashi Kishimoto

Sakura POV

"Pihak penuntut dipersilahkan untuk menyampaikan argumen." Hakim Hiruzen menginstrupsikan jaksa Kurenai untuk membuka argumen dan membedah barang bukti.

Interupsi dari Hakim Hiruzen menandakan pertempuran ronde pertama sudah dimulai. Baiklah, bukan saatnya untuk membuang waktu. Fokus dan perhatikan jalannya sidang. Apalagi ini tugas pertamaku.

Dari sisi bangku penonton, wajah dari tersangka nampak lesu. Hazuki Sara, harus aku akui keberaniannya bergerak sejauh ini. Jangankan untuk mengalahkan, kemungkinan untuk tersingkir dari instansi jauh lebih besar.

Aku berharap kasus ini berakhir dengan adil. Semoga saja guru berambut perak itu bisa memenangkan sidang ini. Ini juga menjadi pelajaran bagiku, di mana sebagai kuasa hukum ditempatkan di pihak yang tidak menguntungkan. Bisa dibayangkan betapa jatuhnya harga diri yang tinggi ketika menyudutkanku. Semoga saja dia tidak melihatku, bisa gawat kalau dia tahu.

Tidak lama, layar proeyktor menampilkan sejumlah barang bukti. Di antara yang paling kuat, pecahan gelas adalah yang menjadi sorotan utama. "Hormat para Hakim, Pengacara Hatake, dan para saksi sidang hari ini. Saya Yuuhi Kurenai, selaku jaksa penuntut kasus penusukan Yamada Hatoru oleh tersangka Hazuki Sara."

"Tanggal 1 januari, polisi menemukan sejumlah bukti penusukan tersangka terhadap korban. Bukti yang pertama adalah pecahan gelas kaca yang terdapat percikan darah segar. Gelas tersebut disinyalir sebagai alat untuk menusuk korban di area perut. Apakah benar, Nona Hazuki?" Jaksa bermata merah bertanya kepada Sara.

"Benar." Tentu saja tidak ada perlawanan. Bersikap jujur dan kooperatif selama sidang dapat meringankan posisinya.

"Saya selesai. Yang mulia." Pernyataan pertama dari Kurenai dimaksudkan agar sara mengaku bersalah. Jika pertanyaan demikian sudah diajukan, dan tersangka menjawab jujur akan semakin memperkuat pihak korban.

Tapi, jangan senang dulu. Pengacara berambut perak itu akhirnya bangkit dari tempat duduknya. Gilirannya untuk menyampaikan argumennya. "Nona Hazuki telah membenarkan atas tindakan bersalahnya. Apa anda menyesal sekarang Nona Hazuki?" Tunggu pertanyaan macam apa ini. Bukankah justru ini bisa melemahkan posisi tersangka?

"Saya sangat menyesal atas perbuatan saya." Tidak lama profesor mudah itu kembali bertanya. "Apa motivasimu untuk melakukan hal itu?". Ada yang berbeda di sini, jelas ini tidak seperti sidang-sidang yang pernah aku saksikan. Di mana pengacara akan membela tersangka bukan malah menyudutkannya.

"Saya sangat menyesal atas perbuatan saya. Tetapi, saya melakukan itu karena terpaksa. Saat itu, beliau meraba kaki saya. Dan memaksa saya untuk membuka pakaian saya." Baiklah, ini akan menjadi semakin panjang. "Keberatan, Yang Mulia." Belum saja pengacara Hatake mengakhiri sesinya. Jaksa Kurenai sudah tidak sabar untuk menyela. "Saya selesai, Yang Mulia." Profesor Hatake mengakhiri sesinya dan siap akan serangan selanjutnya dari Jaksa Kurenai.

"Nona Hazuki merupakan mahasiswa yang dibimbing oleh Profesor Yamada. Diketahui hubungan mereka tidak baik, karena Nona Hazuki mendapat nilai yang rendah di mata kuliah yang beliau ampu. Kasus penusukan ini besar kemungkinan didalangi oleh rasa dendam." Kukira akan keluar pertanyaan yang benar-benar menusuk. Tapi rasanya agak dangkal dengan membawa bukti nilai sebagai motif dendam.

Aku sudah sedikit malas dengan sidang ini. "Bisakah disebut sebagai bentuk dendam? Atau justru perlindungan? Nona Hazuki mengaku bersalah atas tindakan penusukan ini. Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyatakan bahwa seseorang diperbolehkan untuk menggunakan kekuatan untuk pembelaan diri jika dalam keadaan terpaksa." Kasus ini sepertinya akan melebar ke kasus pelecehan. Rasa bosanku mendadak hilang.

The LawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang