🍁satu🍁

25 10 3
                                    

                 HAPPY RADING


"Siapa, Nay?" Tanya Adam

"Biasa Nyokap, nanyain nyampe mana?" Balas Kanaya, gadis bermata bulat itu barusan terlihat berbincang dengan seseorang di sebrang telepon dengan wajah yang di tekuk.

"Cie anak mami dapet telepon terus" Selorok Aldi yang mendapat cubitan langsung dari Kanaya. " Mending gue ya di tanyain terus berarti orangtua gue itu perhatian, daripada elo gak di anggep" Cebik Kanaya sembari menjulurkan lidah. Hal itu malah mengundang gelak tawa lainnya. 

"Kalian semua siap?" Tanya Adam kepada ke empat temannya termasuk aku.

Sebelum melakukan pendakian, Adam selaku ketua Tim memimpin doa. Kami berlima hari ini akan melakukan pendakian menuju gunung Selamet melalui akses via Bambangan. Adam sudah berkali-kali mendaki gunung dan tahu seluk beluk pendakian. Oleh karenanya, Adam kami angkat jadi ketua regu sekaligus penunjuk arah untuk kami yang terdiri dari Aldi, Kanaya, Angga dan yang terakhir adalah aku Ayara.

Selesai berdoa, Kami pun memulai perjalanan. Persiapan selama perjalanan sudah tersimpan rapi di keril masing-masing. Aku sendiri masih pemula, Aku dan ketiga teman lainnya terkecuali Adam, adalah teman sekelas di SMA. saat liburan Sekolah tiba, Aldi mengajak kami untuk melakukan pendakian, sebagai anak remaja, tentunya hal tersebut menjadi sebuah ide cemerlang. Bosan dengan hiruk pikuk perkotaan, kami memilih mendaki sebagai alternatif lain, Back to Nature menjadi pilihan kami.

Selaku penunjuk arah, Adam yang tak lain masih saudara Aldi nampak memimpin perjalan, Kami berlima berjalan beriringan. Kanaya berada di urutan kedua, diikuti oleh Angga, Lalu Aku, terakhir Aldi tepat di belakangku. Kami berlima berangkat jam 6 pagi. 

Dua jam berlalu, Sinar matahari mulai nampak dari celah pepohonan. Sepanjang perjalan, Kami masih di suguhkan dengan pemandangan ladang warga setempat, Jalan yang kami lalui pun masih jalan setapak. Kurang lebih setengah jam kemudian kami tiba di Pos pertama dan langsung beristirahat.

Adam terlihat menghidupkan sebatang rokok, Angga dan Kanaya terlihat tengah menikmati cemilan yang mereka bawa, Sedangkan aku sendiri sibuk memijat kedua kakiku yang terasa pegal, sedangkan Aldi terlihat bersandar pada keril yang dia bawa sambil rebahan di atas tanah.

"Capek?" Tanya Adam.

Aku mengangguk sembari tersenyum " Ini belum seberapa lo, di depan sana jalanannya lebih ekstrim, yakin mau lanjut?" Paparnya lagi.

"Yakin dong, asal jalannya gak cepet-cepet" Ucapku. Keinginanku mendaki menuju gunung selamet sangat menggebu, saat pertama kali Aldi menawarkan, orang yang pertama menyetujui adalah aku, barulah yang lainnya. Entah mengapa jiwaku seperti terpanggil saat mendengar nama gunung tersebut.

Adam akhrinya duduk tepat di sampingku, semenjak pertama kali bertemu, Adam memang sedikit aktif mendekatiku, entah aku yang ke ge-er an, atau memang begitu sikapnya kepada setiap perempuan.

"Tenang saja, nanti kita akan memilih jalur cepat untuk sampai menuju puncak" Ucapan Adam berhasil membuatku menautkan kedua alis. 

Setelah dirasa cukup menambah tenaga, Adam pun mengajak untuk melanjutkan perjalanan. Petualangan pun di mulai, jalanan yang kami lalui sudah mulai berupa tanjakan. Semakin naik, track yang kami lalui semakin sulit, aku pun hampir kesulitan untuk menyamai langkah lainnya. Nafasku sudah mulai tersengal karena jalur kedepannya semakin ekstrme. Tempat aku berpijak tak lain adalah bebatuan, kiri dan kanan adalah semak belukar, Aku masih mengira jalur yang kami lalui adalah jalur yang sering di gunakan pendaki lainnya, meskipun hatiku merasa sedikit aneh dengan kondisi jalanan yang sangat curam. Tapi melihat yang lainnya seperti menikmati perjalanan, apalagi Angga tak hentinya bersenandung lagu dangdut, membuat kami sedikit terhibur, Aldi  yang berada di belakangku terus memberi semangat. Samar-samar Adam memberi komando dari arah depan agar tetap merapatkan jarak supaya tidak tertinggal.

"Aya, kalo capek istirahat dulu" 

Aku menoleh ke sumber suara, Nampak Aldi sudah berdiri tepat di belakang tubuhku. Aku pun langsung mengangguk dan tanpa aba-aba langsung duduk di atas akar pohon yang berada tempat di sampingku. Betapa terkejutnya aku saat mengedarkan pandangan ke sekeliling. Pantas saja jalanannya terjal, ternyata yang menjadi tempat aku berpijak sebuah tebing curam. Aku bergidig ngeri saat melihat ke arah bawah dimana jalan yang sudah aku lalui beberapa saat lalu.

"Al, Kamu yakin kita lewat jalan yang benar?" 

Mendapat pertanyaan dariku, Aldi langsung belingsatan.

"Be--benar kok, Adam udah pengalaman, dia berkali-kali naik turun gunung lewat sini kok"

Jawaban dari Aldi tidak membuat hatiku lega karena raut wajahnya sendiri terlihat gugup. 

"Ay, ada yang mau gue omongin" Ucap Aldi.

Aldi langsung duduk tepat di sampingku, tiba-tiba tangannya menggenggam erat tanganku. Aku sedikit terkejut dengan tingkahnya, tetapi hatiku sedikit menghangat apalagi berada sedekat ini dengan Aldi. Jujur saja, selama setahun kebelakang, aku memiliki ketertarikan kepadanya, Aldi yang mempunyai prestasi yang bagus di Sekolah, membuatku terpesona akan sikapnya. 

"Aya, gue----" 

Hatiku berdebar tak karuan, apalagi saat tatapan dari Aldi membuatku terlena.

"Woooy, lanjut..." Teriak Angga dari arah atas. Kami berdua langsung terkejut, ternyata Angga sudah berada jauh dari kami berdua, dari arah atas terlihat dirinya melambaikan tangan.

"Ngga, tungguin..." Teriakku. 

"Ayo, Al. Kita udah jauh tertinggal" Aku hendak berdiri tapi tiba-tiba saja Aldi menarik tanganku lagi.

"Sebentar, Aya. Ada yang mau gue omongin" Sentak Aldi dengan nada tinggi, Entah kenapa aku sedikit risih dengan nada bicaranya. "Ngomongnya sambil jalan aja, yuk! Kita udah tertinggal"

Sedetik kemudian, Aldi tidak melepaskan genggaman tangannya, Aku langsung menepis tangan Aldi, namun genggaman tangan itu terasa semakin erat. "Al, ayo..." Lirihku.

"Dengerin gue ngomong bisa gak?" Ucapnya lirih. Aku yang melihat raut wajah Aldi yang sendu langsung luluh seketika.

"Iya gue dengerin tapi sambil jalan..." Aldi mendengkus, Akhirnya dia berdiri tapi genggaman tangannya tak kunjung dia lepas. Tubuhnya yang tinggi membuat aku sedikit mendongak ke atas untuk melihat wajahnya. Sejurus kemudian ,Aldi terlihat membuang nafas kasar, hal itu tidak luput dari penglihatanku yang sedari tadi terus memperhatikan dirinya.

"Al ayo..." 

"Aya...gue sayang sama elo, lebih dari sekedar teman"

Aku langsung terdiam, Jujur hatiku membuncah saat mendengar pernyataan dari Aldi. Bagaimana tidak laki-laki yang memang aku suka, ternyata memiliki perasaan yang sama, siapa yang tidak bahagia.

"Gue sengaja ngajak elo naik gunung, cuma buat ini. Tadinya, gue mau bilang hal ini saat di puncak nanti, tapi--- "

Aldi maju beberapa langkah hingga jarak diantar kami berdua sudah sangat dekat, bahkan hembusan nafas Aldi sangat terasa menerpa wajahku. Aku terlena dengan ucapan Aldi. Hingga kami berdua sudah mengikis jarak satu sama lainnya, semakin dekat dan.

"Woooy...." 

Sebuah teriakan membuat kami terkejut bersamaan. Refleks aku mundur beberapa langkah, Namun naas, tempatku berpijak adalah sebuah batu yang tiba-tiba saja bergerak, Batu yang menjadi tempatku berpijak langsung jatuh, Aku yang tidak bisa menguasak keseimbangan pun ikut terhempas, Aku masih bisa mengingat tangan Aldi mencekal kuat tanganku, sejurus kemudian tangan itu pun terlepas bersamaan dengan tubuhku yang terperosok ke bawah jurang.

Jasad Yang Terpendam Jiwa Yang Ingin PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang