Tavisha tidak menyangka usaha yang awalnya hanya untuk coba-coba kini menghasilkan untung yang lumayan menjanjikan. Bahkan tidak hanya menjual dan menerima pesanan buket bunga saja, kini Floristnya juga menerima pesanan papan bunga, hantaran, dan juga pembuatan mahar dalam bentuk akrilik maupun lainnya sesuai dengan request pelanggannya. Semua itu dilakukan secara bertahap, pelan-pelan namun pasti. Bahkan rencananya Tavisha akan menjual barang-barang atau souvenir untuk hadiah pernikahan dan ulang tahun. Tidak lupa juga dukungan dari Arman yang membuat Tavisha percaya diri untuk tidak takut dengan persaingan di dunia bisnis, walaupun usaha yang dia geluti masih terbilang kecil.
Namun, dari usahanya itulah Tavisha yang awalnya hanya mampu menyewa ruko, kini ia sudah memiliki ruko atas namanya sendiri. Bahkan mobil yang dia pakai sekarang adalah hasil kerja kerasnya, walaupun ia membeli mobil tersebut tidak cash alias kredit. Syukurnya tiga bulan lagi mobil Tavisha lunas.
Karena mobil yang ia beli kredit, Tavisha sering disindir sama Bude Tina, kakak dari Papanya Tavisha. Tak jarang juga Tavisha sering dibanding-bandingkan dengan anak gadis budenya itu, Tiara namanya. Seperti halnya hari itu, beberapa tahun yang lalu ketika mobil Tavisha baru saja diantar ke rumah, tau-tau Budenya datang dan langsung kepo.
"Kamu mobil baru, Tav?"
"Iya, Bude."
"Cash apa kredit?"
"Kredit, Bude." Jawab Tavisha singkat. Sebenarnya ia malas menanggapi Budenya itu yang tiba-tiba saja datang ke rumahnya hanya untuk melihat mobil Tavisha. Tavisha tau pasti Budenya kepo, dan tentu saja Tavisha pasti dinyinyirin lagi.
"Kenapa nggak cash aja toh, Tav. Kan lebih murah. Tiara aja kemaren beli cash loh, karena selisih harga cash sama kredit itu jauh banget bedanya."
"Tapi kayanya masih tinggian type mobil Tiara sih." Lanjut Budenya lagi sambil meneliti mobil Tavisha.
'Sumpah gue kagak nanya woy.' Batin Tavisha.
"Ini mobil murah kok Bude. Cuma karena uang Tavisha belum cukup jadi belinya kredit aja."
"Ya kalau nggak cukup kenapa nggak beli motor aja, kan kalau dipakai buat beli motor bisa cash. Karena Tiara kemana-mana pakai mobil pasti kamu jadi pengen kan?"
"Astaghfirullah, nggak gitu Bude. Tavisha nggak pernah iri sama Tiara. Tavisha beli mobil karena Tavisha memang butuh untuk Toko Tavisha bukan untuk gaya-gaya kaya Tiara."
"Dari dulu kan kamu selalu begitu, bilangnya nggak ikut-ikut Tiara. Padahal-"
"Pa! Papa! Dicariin Bude nih."
"Lo lo lo, Bude nggak cari Papamu. Dasar bocah nggak sopan."
Tavisha melangkah cepat memasuki rumahnya saat itu juga, ia tidak mau berlama-lama disana bersama Budenya yang julid. Bude Tina bilang kalau Tavisha selalu iri pada Tiara, padahal kebalikannya. Tavisha ingat dulu ia dibelikan motor matic sama Arman sewaktu masih sekolah Sma. Tiara yang iri pun merengek pada orang tuanya minta dibelikan motor matic yang serupa dengan Tavisha.
Tavisha masih ingat betul bagaimana sang Bude mengejeknya tiga tahun yang lalu perkara ia membeli mobil secara kredit, dan waktu pun berlalu, tak terasa tiga bulan lagi mobilnya lunas dan ia bisa segera mengupdate tokonya biar Bude Tina makin kepanasan melihat Toko Floristnya yang lumayan diminati pelanggan.
Tavisha akan membuktikan ke Bude Tina, Tiara dan keluarganya yang julid itu bahwa Tavisha bisa sukses dan berhasil. Tavisha ingin menunjukkan bahwa ia bisa membeli barang-barang pribadi dari penghasilannya sendiri bukan dari sang Papa. Tidak seperti Tiara yang masih suka nempel di ketiak Bude Tina. Huh, dasar anak manja.
"Tav ..."
"Tavisha,"
Arman menepuk pundak Tavisha. "Astaga! Tavisha kaget, Pa." Tavisha mengelus dadanya, ia terlalu fokus memandangi mobilnya yang terparkir di halaman rumah hingga tidak menyadari kedatangan Arman.
"Melamun terus, dari tadi dipanggilin nggak nyahut. Mikirin apa sih?"
"Nggak ada, Pa."
"Nggak bisa bayar cicilan mobil?" Ejek Arman.
"Enak aja, tiga bulan lagi lunas ya."
"Terus kenapa liatin mobil gitu banget? Kaya galau banget."
"Tavisha inget omongan Bude Tina dulu, Pa. Kaya nggak nyangka aja Tavisha bentar lagi bisa lunasin mobil tanpa minta uang dari Papa sepeser pun."
"Hebat dong. Ngomong-ngomong kamu sedih nggak disalip Tiara lamaran?"
"Lah emang Tia mau lamaran?"
"Kamu nggak tau?"
Tavisha menggeleng.
"Tadi Bude Tina kan kesini nganter soto, terus dia cerita kalau Tiara mau lamaran."
"Tavisha tau Bude kesini, tapi Tavisha langsung masuk ke kamar lagi. Males tau Pa, nanti Tavisha disindir mulu." Ucap Tavisha dengan wajah julidnya.
Arman tertawa pelan, ia sudah tau bagaimana sifat kakak kandungnya itu pada anaknya. "Nggak boleh gitu, dulu waktu kamu sama Niko masih kecil siapa yang ngurusin kalian? Bude kan?"
"Iya sih, tapi julidnya itu loh, Pa. Tavisha nggak tahan."
"Biarin aja. Budemu kan memang begitu, kamu nggak usah pikirin. Buktikan aja sama mereka yang julid ke kamu, kalau kamu bisa sukses, kamu bisa apa-apa sendiri dan tunjukin kamu bahagia. Papa aja bangga kok sama kamu."
"Jadi kapan Tia lamarannya, Pa?"
"Bulan depan katanya. Kamu disuruh datang nemenin Tiara."
"Yang iyanya Tavisha mau diledekin disitu, bukan nemenin Tiara."
"Asal kamu tau, kamu itu lebih hebat daripada Tiara. Cuma mungkin kalau soal percintaan masih belum beruntung." Ledek Arman.
"Huh! Papa sama Bude sama aja."
Arman tertawa pelan. "Ya udah nanti pas acara lamarannya Tiara kamu deket Papa aja, kan kalo ada Papa Budemu mana berani."
"Ya kali sama Bapak-Bapak, terus bareng-bareng sama pak RT lagi."
"Kan Papa ngasih solusi."
Tavisha berharap di hari lamarannya Tiara ia jatuh sakit, sehingga ia tidak perlu datang bertemu Bude Tina dan saudara-saudaranya yang lain. Padahal Tavisha dulu dekat dengan Bude Tina dan sepupu-sepupunya yang lain, tapi ketika Niko mulai masuk kuliah dan Tavisha mulai punya usaha sendiri, mereka agak sedikit beda dengan dulu. Kadang Tavisha berpikir apa iya mereka iri? Rasanya tidak mungkin, karena mereka juga bukan orang yang kurang mampu kok.
"Kamu nggak ke Toko?" Arman heran melihat Tavisha hari ini sedikit santai, biasanya pagi-pagi saja sudah siap-siap ke Toko tapi hari ini kok malah nyantai di teras rumah mana belum mandi dan masih pakai daster milik Mamanya dulu. Tavisha memang sering bongkar-bongkar lemari milik Almarhumah Mamanya. Disana banyak baju-baju harian Mamanya yang bisa Tavisha pakai, walaupun sebagian sudah ada yang dikasih ke Bude Tina.
"Jam berapa sih ini?"
"Sudah mau dzuhur."
"Masa sih, Pa? Tapi Tavisha kok mager banget ya. Sehari nggak ke Toko nggak papa kan, Pa?"
"Ya terserah kamu, toko toko kamu kok. Ya udah nggak usah ke Toko hari ini, kan udah ada Dian dan Yuni kan? atau nanti sore aja kita ke toko? sekalian Papa mau main kesana udah lama Papa nggak pernah singgah."
"Boleh juga tuh, Pa."
"Sama temenin Papa beli jam juga ya, jam Papa rusak." Berhubung ini hari minggu mangkanya Arman pun berada di rumah.
"Oke, oke siap."
KAMU SEDANG MEMBACA
JAVAS
Lãng mạnTavisha Khanza tidak menyangka kalau calon suaminya ternyata diam-diam berselingkuh. Bahkan Tavisha baru mengetahuinya di saat mereka sedang melangsungkan foto prewedding. Marah? Tentu saja. Kecewa? Sudah pasti. Tavisha pergi begitu saja meninggalk...