Fani?

5 1 0
                                    

Aku menatap Fani seolah tidak percaya, maksudku aduh... Ini membingungkan! Lihatlah Fani, dia menghampiriku dan Lisa di tengah taman dengan suara yang lemas, dan pakaiannya juga kusut berantakan. Ini yang paling membingungkan, bagaimana bisa Fani memiliki jam perak yang sama persis seperti yang di berikan oleh pak Farhan kepadaku saat di sekolah?! Wahh aku benar-benar tidak sabar ingin mendengarkan penjelasan Fani. Namun karena ada Lisa, aku harus bersikap normal supaya Lisa tidak kebingungan dan tidak ikut campur.
"Eh Fan, kamu kenapa? Bajumu kusut begitu habis nyari gara-gara ya sama kaka kelasmu?"
"Engga ko kak, tadi habis di hukum sama bu Nica, aku lupa bawa tugasnya hehe. Lalu, siapa dia ka? Pacarmu?"
"Bukan, kenalin dia Lisa teman sebangku ku di kelas. Katanya pingin ke toko buku setelah pulang sekolah. Berhubung kita mau ke toko buku juga, aku mengajaknya. Apa kau keberatan?"
"Ehh engga kok ka, aku ga keberatan! Halo ka Lisa! Aku Fani kelas delapan adiknya ka Gani, salam kenal yaa!"
"Wah sopan bener adikmu ini Gan! Tapi bentar, Fan mending kamu istirahat dulu bentar. Pasti cape habis di hukum, tuh kakakmu beliin Thai-Tea buat kamu." Seru Lisa sambil menunjukan segelas Thai-Tea di meja taman.
"Walaah makasi Kakk... Aku minum yaaa!"
"Iyaa minum aja, Lisa juga sana minum Thai-Tea kau. Udah ga usah bayar aku traktir."
"WOEE GAN!! Okelah makasi banyak lho!" Akhirnya Lisa menyerah juga.
Kami bertiga beristirahat sejenak di bawah pohon beringin sebelum pergi ke toko buku. Berkenalan satu sama lain dan merencanakan apa saja yang mau dilakukan di Toko Buku nanti. Ha! Sudah kuduga Fani menyembunyikan sesuatu dariku. Apa kalian tidak sadar atau merasa aneh dengan alasan Fani tentang mengapa bajunya kusut dan berantakan? Huh yang benar saja, emangnya ada guru yang mau menerima tugas saat kau sudah naik kelas? Itu alasan yang sangat konyol. Namun aku mengkhawatirkan satu hal, aku takut kalo Lisa mengetahui alasan yang tidak masuk akal itu bermaksud untuk mengelabui dirinya. Semoga dia tidak sadar akan kekonyolan yang adikku buat.
Sepuluh menit berlalu. Lisa sudah menghabiskan Thai-Tea miliknya, begitu pula juga Fani yang sudah merapihkan kembali seragam berantakannya, kami siap pergi ke toko buku.
"Eh Ka Lisa, boleh aku panggil Kalis? Biar cepet aja gitu."
"Boleh aja!"
"Ngomong-ngomong, kita kesananya mau naik apa?" Aku bertanya.
"Naik bus aja! Panas kalo naik angkot! Udah mah sempit, mana si emang ngetemnya lama, belum lagi saling berdekatan dengan penumpang lain, HEEUUU aku bisa aja banjir keringat!" Dengus Lisa.
"Tapi Kalis, naik bus tarifnya lumayan mahal kan?" Fani menyanggah.
"Tidak apa! Aku saja yang bayar kalian berdua, toh Gani dah traktir aku Thai-Tea. Berhubung jarak toko buku dari sini lumayan jauh, mending naik bus! Gimana Gan? Fan?"
"Aku sih ga keberatan, terima kasih Lis udah bayarin aku dan Fani. Gimana Fan? mau naik bus aja?"
"Aku ikut kaka aja, makasi Kalis!" seru Fani
"Ahh gapapa santai aja ayo kita tunggu di halte! Aku sudah menyiapkan kartu E-BUS untuk pembayaran. Ayahku yang memberikannya hehe..."
"Wahh keren!" Fani terkagum melihat kartu E-BUS Lisa.
Singkat perjalanan kami tiba di halte sebrang sekolah Fani. Tidak jauh berbeda dari halte sekolah, ada beberapa kursi berbahan besi yang berwarna kuning, atap haltenya berwarna merah kuning. Halte ini normal seperti pada umumnya.
"Hmm mari kita lihat... Kalau dilihat dari jadwal yang tertera di papan mading, halte ini seharusnya bus akan datang sekitar lima menit lagi." Lisa menyimpulkan.
"Tidak apa, waktu kita masih banyak"
"Iya Kalis, ehh itu bus nya bukan sih?!"
"Wow." Lisa terkejut.
"Terkadang bus bisa datang lebih awal, tepat waktu, atau bahkan terlambat dari biasanya"
"Iyupp aku tau itu, beruntung sekali bus kita datang lebih awal kalau tidak, bisa jadi kita ketinggalan."
"Heii ka ayo naik!" Fani sudah tidak sabar.
Rombongan kami naik ke Bus. Fani naik pertama, disusul aku dan terakhir Lisa yang melakukan transaksi di sebelah supir bus. Fani duduk di tengah jendela, Lisa di tengah, dan aku di ujung sebelah Lisa.
Sela perjalanan, Lisa memberikan nomor telponnya kepadaku dan Fani untuk berkomunikasi. Tidak banyak yang kami lakukan saat di dalam Bus. Benar apa kata Lisa, ada kemacetan yang cukup padat dari sekolah ke Toko Buku yang kami tuju. Yang kami lakukan hanya beristirahat.
Lima belas menit , Lisa dan Fani tertidur karena sirkulasi udara di bus yang menyegarkan. Belum lagi bus yang kerjanya cuma maju mundur karena macet, membuat mereka malas melihat kondisi di luar dan akhirnya mereka berdua tertidur.
Tenang saja, aku tidak akan tertidur di bus ini. Karena jam tangan perak ini dilengkapi mode jaga untuk penggunanya. Sebelumnya, aku mengotak atik jam perak ini dan menemukan fitur mode jaga. Fitur ini sepertinya terhubung ke sel saraf manusia yang membuat jam tangan perak ini akan memberikan sedikit sengatan listrik ke penggunanya supaya tetap terjaga. Ada beberapa tingkat sengatan listrik. Itu semua untuk menyesuaikan keinginan si pengguna. Barang ini keren sekali! Dan Fani? Nampaknya memiliki jam perak yang sama. Sepertinya dia tidak menggaktifkannya atau belum mengotak atik jam peraknya. Dia memilih istirahat karena dia percaya ada aku yang menjaga dan menemaninya.
"Waahh mereka tidur pulas sekali."
Dua puluh menit kemudian, kami sampai di halte pemberhentian kami. Aku yang masih terjaga memba-ngunkan Lisa dan Fani yang sedang tertidur.
"Liss... Fann... Bangun kita sudah sampai, ini haltenya bukan?" Aku membangunkan Fani dan Lisa yang tengah tertidur.
"A-aahhh." Fani meregangkan badannya setelah beberapa menit tertidur.
"WAAAA!! Aduhhh aku kebablasan tidur, sejak kapan aku tertidur!" Lisa sama seperti Fani, ia meregangkan badannya.
"Kalian berdua tidur sekitar tiga puluh lima menitan kok."
"Hebat kamu Gan! Ga ketiduran di bus. Ac di bus ini dingin dan menyegarkan. Membuatku terlepas dari rasa lelah sebelumnya." Lisa memujiku sambil mengucek matanya
"Makasih pujiannya Lis, ayo turun. Kita bisa mengobrol nanti."
"Iya ayo ka, Kalis buruan turun! Aku sudah tidak sabar!"
"Okee siap Fan!" Lisa mengangguk dengan mantap.
Kami bertiga pun turun dari bus dan berjalan menuju Toko Buku. Sela perjalanan, kami mampir jajan ke warung terdekat membeli minuman segar lagi.

HYPOSTATISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang