0.01

420 126 64
                                    

"Berharap kepada manusia itu sia sia, bergantung pada yang kuasa itu jalannya, tetaplah semangat walaupun nafas tinggal setengah saja"

~•mentarisenja•~

____________________________________

HAPPY READING AND VOTMEN




"Ravaaa! Cepetan turun! Udah hampir jam delapan! Kita telat, nanti dihukum lagi!" teriak Mutia dari ruang tamu. Suaranya menggelegar, sampai terdengar ke rumah tetangga. Tetangga-tetangga sampai menutup telinga karena saking kerasnya. Orang tuanya sudah berangkat kerja.

Mutia Laurenz Alkenzaa, cewek tomboy dengan sikap yang... gimana ya, luar biasa. Meskipun tomboy, dia risih dekat-dekat cowok. Rambut panjangnya yang cokelat berkilau, senada dengan matanya yang cokelat gelap.

"Iya... iya, gue turun," sahut Rava, turun dari lantai atas dengan seragam sekolahnya yang rapi.

Rava Arvelliza, gadis dengan pesona yang memikat. Cantik, berbakat, dan multitalenta. Ia pandai melukis, menulis cerita, bernyanyi, dan aktif di OSIS. Daftar bakatnya masih panjang!

"Buruan! Kita udah telat!" Mutia menarik tangan Rava dan Nafa, yang langsung sigap mengambil tasnya. Mutia menyeret mereka berdua menuju gerbang sekolah dengan tergesa-gesa.

"Santai aja, Mut. Kita kan udah biasa telat," kata Rava, melepaskan tangan Mutia dan berjalan dengan santai.

"Bener juga sih. Biasanya juga telat," Nafa setuju, melepaskan tangan Mutia.

"Gue belum ngerjain tugas, bego!" Mutia kembali menyeret mereka.

Rava dan Nafa hanya mengangkat bahu acuh tak acuh, membiarkan Mutia menyeret mereka.

Rava menghentikan langkahnya. Mutia menatapnya heran. "Ada apa lagi sih?!" geram Mutia dalam hati.

"Jam berapa sekarang, Mut?" tanya Rava, pertanyaannya terdengar sangat tidak penting.

Nafa Aqeella, penyuka novel dengan kepribadian yang... baik hati, tapi agak lugu dan mudah percaya. Sifatnya yang terlalu baik hati sering membuatnya dimanfaatkan orang lain. Nafa menatap Rava dengan cengo, sementara Mutia tersenyum terpaksa.

"Rava, sebelum gue banting lo, mending lo diem aja, oke?" ancam Mutia.

Senyum Mutia itu, bagi Rava, adalah ancaman serius. Dia tahu, ancaman Mutia bukan main-main. Dia pernah melihat senyum itu ditujukan pada seorang musuh Mutia, dan orang itu berakhir di ICU.

Baiklah, kembali ke cerita.

Eh, bentar ya, buat yang kenal sama tokoh ini, maaf ya, namanya gue pake. 😅 Sekolah mereka dekat, jadi mereka biasanya jalan kaki karena banyak murid yang tinggal di kos.

Mereka melanjutkan perjalanan. Nafa kembali menghentikan langkahnya.

"Apaan lagi sih?! Berhenti terus! Kesel gue!" Mutia geram, melotot tajam ke arah Nafa.

Nafa mengabaikannya dan menunjuk seorang pengendara motor yang lewat. Matanya berbinar.

"Liat deh... gila ganteng banget!" seru Nafa heboh, sambil memukul lengan Rava cukup keras dan jingkrak-jingkrak seperti orang yang memenangkan lotre.

"Sakit, bego!" Rava menepis tangan Nafa dan mengusap lengannya yang perih.

Rava penasaran dan menoleh ke arah yang ditunjuk Nafa. Tak lama kemudian, binar kagum terlihat di matanya. "Bener juga... ganteng banget," gumamnya, masih menatap pengendara motor itu hingga menghilang dari pandangan.

Mutia memutar bola matanya dengan malas. "Temen-temen gue yang cantik, nanti aja kagumnya. Gue mau ke sekolah, soalnya!" Mutia menekankan setiap katanya, kesal dengan kedua sahabatnya yang tidak peka terhadap situasi.

"Yaudah, kita jalan yuk. Udah puas liat cogannya?" Rava tiba-tiba menarik tangan Mutia dan Nafa. Keduanya tersentak kaget, tapi hanya bisa mengelus dada mereka.

"Yah, padahal gue belum puas ngeliatnya," Nafa cemberut, bibirnya maju ke depan. Bukannya terlihat imut, malah terlihat menggelikan di mata kedua sahabatnya.

"Biasa aja tuh bibir," Rava mencubit bibir Nafa yang maju itu. Nafa hanya mengikuti langkah mereka.

"Punya temen pikirannya cogan mulu, heran gue," gumam Mutia dalam hati, sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Gak sadar diri, ya? 😅 (Author)

Skip...

"Woy, elah! Kita udah telat banget! Lu pada lelet banget jalannya! Gue dihukum lagi nih sama Pak Guru... sial banget!" gerutu Mutia, menatap Rava dan Nafa bergantian dengan tajam.

"I don't care," kata Rava, lalu pergi meninggalkan Mutia dan Nafa menuju kelasnya.

"Aelah, tungguin dong, Rav!" Alia berlari mengejar Rava, karena kelas mereka searah.

"Lah, gue ditinggalin," Nafa menunjuk dirinya sendiri. Ia melihat sekeliling. Sepi.

"Ini sepi banget sih... Mereka pada ke mana ya?" gumamnya, lalu melangkah menuju kelasnya tanpa menyadari bel sudah berbunyi.

BRAKK!

"Dikumur-kumur, dikunyah-kunyah, assalamualaikum semuanya!" teriak Nafa begitu keras sampai membuat seluruh penghuni kelas terkejut. (Author: Canda kok!)

"Dodol makan tata!"

"Sempak dia warna pink!"

"Ayam ayam!"

Dan banyak lagi celotehan karena terkejut dengan teriakan Nafa.

"Bwahahahaha," Nafa tertawa lepas mendengar celotehan mereka, apalagi melihat ada seorang siswi yang lipstiknya berantakan sampai ke pipi.

"Woyyy, anjing lo! Bisa gak biasa aja?! Untung gue gak punya riwayat jantung... bisa-bisa gue pingsan!" Siswi yang tadi melatah itu mengelus dadanya, menormalkan detak jantungnya, lalu menatap Nafa dengan sengit. Banyak siswa lain yang juga menatap Nafa dengan tatapan tajam.

"Peace," kata Nafa, menunjukkan jari V dan tersenyum lebar, memperlihatkan giginya.

Dengan santainya, Nafa duduk di bangkunya dan menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan. Tak lama kemudian, ia membuka tasnya dan mengeluarkan buku.

"Yaelah, sok rajin lo, Naf," kata teman sekelasnya, acuh tak acuh. Nafa duduk tegak dengan wajah berseri.

Kring... Kring... Kring...

Bel berbunyi, menandakan pelajaran akan dimulai. Semua siswa duduk di tempatnya masing-masing. Nafa terbangun dari 'tidurnya' karena takut dimarahi guru.

Part 1 selesai

Note:

- Nafa Aqeella: X MIPA 2

- Rava Arvelliza: XI MIPA 1

- Mutia Laurenz Alkenzaa: XI IPS 2

Okeh, makasih udah baca! Jangan lupa vote! 🤗🤗 Maaf kalo masih ada typo, masih pemula kok. 🙏 Mohon maklumi! Next or stop?

Nafa Aqeella


Next or stop?

Nafa aqeella

    Nafa aqeella

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rava Arvelliza

Mutia Laurenz Alkenzaa (anggap aja rambutnya coklat)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mutia Laurenz Alkenzaa (anggap aja rambutnya coklat)

                                              selesai ngetik:13/04/2024                                                                   SabtuPublish:22/06/2024Sabtu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

selesai ngetik:13/04/2024
Sabtu
Publish:22/06/2024
Sabtu

NAFRIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang