Pukul enam lebih tiga puluh, Vezy, Razi dan Arma sampai di sebuah hotel tempat Vezy harus manggung. Arma terdiam melihat mobil-mobil mewah yang terparkir di depan. Di depan pintu hotel, juga tersedia karpet mewah dan beberapa orang yang berjejer menyambut.
Arma baru kali ini datang ke acara pernikahan yang begitu mewah. Tanpa sadar, dia membayangkan pesta pernikahannya kala itu yang cukup sederhana. Tetapi, terasa begitu membahagiakan.
"Jangan ngelamun." Vezy menepuk punggung Arma.
Lamunan singkat Arma seketika terputus. Dia menatap Vezy yang berjalan di sebelahnya. Kemudian, ada dua orang yang menghampiri dari arah samping.
"Silakan lewat sini, Pak," ujar lelaki yang mengenakan setelan berwarna hitam.
Razi menggerakkan tangan ke arah kiri. Dia lalu menarik Vezy agar berjalan di sampingnya. "Gila, kayak showroom."
Vezy menahan tawa. "Mau lo? Ambil."
"Besoknya gue masuk penjara."
Arma mendengar candaan dua lelaki di depannya. Dia mengikuti sambil menatap deretan karangan bunga yang berjajar memenuhi. Arma menggaruk tengkuk, membayangkan betapa kaya si pemilik acara.
Pusing Arma sudah sepenuhnya hilang, meski ada sensasi aneh yang masih dirasakan. Beberapa kali dia ingin muntah, tetapi tidak ada carian yang keluar. Arma berjanji, tidak akan ceroboh sampai meminum minuman seperti itu lagi.
"Arma!"
Perhatian Arma teralih. Dia melihat Razi yang memintanya segera mendekat. Seketika dia berlari dan tidak melihat Vezy. "Ke mana Vezy?"
"Nyapa kedua mempelai."
"Terus kadonya?" Arma mengangkat kantung orange yang dibawa. Sebelum ke acara, dia sempat mampir ke sebuah mal untuk membeli hadiah. Beruntung, dia memilih tas koleksi terbaru, meski harganya menguras dompet.
"Biar dianter nanti," jawab Razi lalu berjalan agak cepat.
Arma mengikuti langkah lebar Razi. Sepertinya dia harus terbiasa dengan langkah kaki dua orang itu. Beruntung, kali ini dia memilih celana kain yang sangat memudahkan langkahnya.
"Masih Kak Vezy!"
Suara itu Arma dengar saat baru masuk lewat pintu samping. Dia melihat Vezy berdiri di ambang pintu dan terlihat ada satu tangan yang bergerak. Arma mendekat dan melihat seorang wanita dengan dress biru. "Selamat malam."
Vezy menoleh. "Oh iya, ini." Dia mengambil alih kantung dari tangan Arma dan menyerahkan ke pengantin.
"Nggak usah repot-repot."
"Nggak repot!" jawab Vezy lalu mengedipkan mata. "Saya harus siap-siap sekarang?"
Wanita itu seketika bergeser keluar. "Silakan gunakan tempat ini."
"Terima kasih."
"Saya tinggal dulu," pamit wanita itu. Lantas ada dua orang yang membantu.
Arma terdiam, menatap wanita muda yang terlihat seperti Cinderella dengan dress birunya. Dia menebak wanita itu baru menginjak usia dua puluh tahunan. Tanpa sadar dia ingat saat menjadi pengantin.
"Ayo, bantuin!" Vezy menarik tangan Arma hingga masuk ke ruangan.
Razi ikut masuk dan menutup pintu. Dia mengedarkan pandang, melihat ruangan yang terdapat rak gantung dan meja rias lengkap dengan lampu. Di bagian tengah, terdapat satu set sofa dengan meja kayu yang penuh makanan dan beberapa minuman. "Ar, lo bisa makeup-in dia?"
"Gue?" Arma merasa salah dengar dengan pertanyaan itu.
Vezy meletakkan tas slempangnya di meja lalu melepas kemeja panjangnya, menyisakan kaus tipis berwarna putih. "Cuma bedak doang. Biar wajah gue nggak kelihatan buluk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Posesifku
General Fiction"Are you happy?" Tes.... Air mata Arma seketika turun. Dia mendongak, berusaha menghalau air mata itu. Tetapi, cairan bening itu tetap berdesakan keluar. Vezy refleks menangkup pipi Arma dan menghapus air mata yang membasahi pipi. "Gue tahu lo seben...