14-KETERTARIKAN

253 41 4
                                    

Kepala Arma pening oleh desakan sesuatu yang sudah lama tidak dirasakan. Bersama Vezy, dia menembus batas-batas yang telah ditentukan untuk tidak berdekatan dengan lelaki. Bersama Vezy, sudah tidak terhitung berapa kali lelaki itu menggoda dan mengecupnya. Sekarang, meledak semuanya.

Begitu pula dengan Vezy. Baginya mudah berciuman dengan seorang wanita tanpa status. Meski begitu, dia tidak pernah mencium sembarang wanita. Hanya beberapa wanita saja yang menarik perhatiannya. Arma termasuk di dalamnya.

Vezy merasa ada sesuatu yang menarik dari diri Arma. Wanita itu memiliki paras yang cantik dengan penampilan sederhana. Gaya berpakaian wanita itu sopan. Tetapi, tetap memiliki magnet untuk menarik para lelaki. Vezy berani bertaruh, banyak wanita cantik di luar sana dengan tubuh kurus dan tinggi seperti yang diidamkan para lelaki. Sayangnya, Vezy tidak menyukai seperti itu. Dia justru tertarik dengan tubuh Arma yang ideal. Berisi di tempat-tempat yang seharusnya.

Bibir Vezy dan Arma masih bersentuhan. Memagut bergantian hingga terdengar suara decapan. Suara angin dan ombak seakan hilang. Mereka hanya mampu mendengar suara kecupan itu yang semakin membuat mereka seolah enggan berjauhan satu sama lain.

Vezy tidak bisa hanya seperti ini. Dia membungkuk dan menekan bibir Arma untuk memperdalam ciuman. Wanita itu terdorong ke belakang, beruntung kedua tangannya memegang leher Arma.

Rasa pening di kepala Arma kian berdesakan. Tubuhnya amat gerah. Angin kencang sama sekali tidak membuatnya kedinginan. Hingga Arma menyadari satu hal. Harus berhenti.

Arma seketika mengakhiri ciuman itu, yakin jika diteruskan tidak akan bisa dihentikan lagi. "Vez...." Dia melepas pegangannya lantas bergerak mundur.

Kedua tangan Vezy masih terarah ke depan saat Arma tiba-tiba mundur. Dia memandang Arma yang menunduk dengan kedua tangan mencengkeram sisi celana. Seketika Vezy berbalik dan menggaruk kepala.

Tubuh Vezy terasa gerah, tetapi perlahan ada angin yang membuatnya bergidik. Tetapi, rasa canggung itu mulai tumbuh. Vezy mengurut hidung, lalu memberanikan diri menatap Arma. "Ar...."

Arma perlahan mengangkat wajah. Dia malu berhadapan dengan Vezy. Lelaki itu bosnya, lelaki itu lebih muda, tapi dia tidak bisa menjaga sikap selayaknya orang yang lebih dewasa. "Andai ada temen kantor lama, pasti udah hujat gue," gumamnya pelan.

"Maksudnya?" Vezy maju selangkah dan membuat Arma kembali mundur.

Air mata Arma kembali turun, tetapi kali ini bukan karena dua orang tadi. Dia menangisi tindakan gegabahnya. "Mereka udah pasti hujat gue."

"Lo ngomong apa, sih?" tanya Vezy sambil mengangkat dagu Arma. Dia melihat air mata wanita itu kembali mengalir. "Masih sedih?"

"Lo tahu gue dicap apa?"

"Emang apa?"

"Amanda," jawab Arma. "Kepanjangannya, Arma janda menggoda. Gila nggak?"

Vezy terdiam. "Gue rasa...."

"... gue udah godain lo." Arma menatap Vezy penuh penyesalan. "Sorry, gue nggak profesional."

Vezy menggeleng pelan. "Lo nggak pernah godain gue."

"Barusan?"

"Gue yang coba godain lo."

"Sama aja," jawab Arma sambil membuang muka. Dia menatap laut lepas dengan air mata yang kembali menetes. "Nggak akan terjadi kalau gue nggak bales."

"Bukannya itu naluri?"

"Bisa kok ditahan." Arma menatap Vezy sambil memaksakan senyuman. "Selama enam tahun gue nggak pernah deket sama cowok lain."

Berondong PosesifkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang