Separation

3.4K 174 4
                                    

hai!! aku balik lagi!! konfliknya mulai jalan nih.. oke, tetep lanjutin bacanya yaa.. makasih!!

*****

ALVIN POV

gue marah. gue kesal sama diri gue sendiri. bagaimana bisa gue berpikir kalo Livia punya perasaan yang sama dengan gue..

kejadian malam itu, oke, lupakan kejadian yang gue sama Freya yang mm.. gitulah.. yang gue maksud, semua yang gue sama Livia alamin malam itu, semuanya. dari jaket gue, pipinya yang nge-blush, dia yang senyum ke gue, gue yang nyanyi buat dia, gue yang meluk dia dan dia yang ngerespon, dia yang ngusap bibir gue dengan jari mungilnya itu, semuanya indah, kejadian malam itu yang gue alamin sama Livia masih berbekas dengan jelas di ingatan gue. tapi, apa dia gak ngerasain apa-apa setelah malam itu?

gimana bisa dia kembali barengan sama Adit? apa dia tidak punya perasaan sedikitpun buat gue? gimana bisa dia nyuruh gue merhatiin cewek yang udah sempat ngerusak hubungan gue sama dia? gimana bisa gue mikir dia juga suka sama gue? aahhh!! ini semua salah gue, gue marah dengan diri gue sendiri, apa yang gue pikirin sampe gue bisa yakin dia juga ngerasain apa yang gue rasa?!

arghh!!

gue mengacak rambut gue asal dengan frustasi. perasaan gue bercampur aduk saat ngelihat Livia sama Adit saat kemping itu. ahh! gue gak tau lagi!

Freya, cewek itu, dia ngegandeng tangan gue menuju ke dalam kelas. gue emang udah baikan karena permintaan Livia. tapi, tetep aja gue rasanya masih agak risih.

Livia ngelihat gue sama Freya yang barengan masuk kelas. see? dia hanya tersenyum ngelihat gue sama Freya? apa dia ngak ngerasain apa-apa? gue frustasi ngelihat dia yang seneng-seneng aja ngelihat gue sama Freya.

----

"anak-anak, hari ini ibu akan membagi kalian menjadi 10 kelompok. tiap kelompok isinya 3 orang. jadi tolong satu-satu maju kedepan, pilih satu kertas undian ini, lalu bentuk kelompok kalian berdasarkan nomor yang sama!" ujar bu Gita, guru matematika gue. gue dengan tampang datar maju dan mengambil salah satu kertas undian itu. 1 . gue dapet nomer 1, artinya gue salah satu anggota kelompok 1. oke, tinggal tungguin yang lain.

"Vin, lo kelompok berapa?" tanya Davin ke gue.

" satu. elo? " jawab gue datar.

"gue juga! bagus deh kita sekelompok." ucapnya. oke, tinggal seorang lagi.

" hei! temen-temen! yang dapet angka satu, siapa?" teriak Davin setelah bu Gita keluar. Davin berusaha mendapatkan anggota kelompok kami yang terakhir.

"gue-"

______

LIVIA POV

"anak-anak, hari ini ibu akan membagi kalian menjadi 10 kelompok. tiap kelompok isinya 3 orang. jadi tolong satu-satu maju kedepan, pilih satu kertas undian ini, lalu bentuk kelompok kalian berdasarkan nomor yang sama!" ujar bu Gita. gue dan Reza paling pojok yang artinya kami berdualah yang paling akhir untuk ngambil kertas undian itu. gue dan Reza maju berbarengan. ya, tertinggal dua kertas lagi di atas meja guru itu. gue dan Reza mengambil salah satunya. kamipun kembali ke pojokkan.

gue buka kertas undian itu, nomer 1. kira-kira siapa aja anggota kelompok gue ya? gue mengintip kertas undian Reza dengan cepat, nomer 7 jauh banget.

"sstt!! Ren!" panggil gue ke Ferren. dia langsung berbalik.

"lo nomor berapa?" ucap gue tanpa mengeluarkan suara, ingat bu Gita masih ada di dalem kelas gue. Ferren menunjukkan nomer 7 dengan jari-jarinya. oke, kayaknya nih si Ferren sama Reza soulmate banget deh.

gue ngangguk lalu mencoel lengan Reza.

"hmmm.." dia hanya bergumam

"lo sekelompok sama Ferren. sumpah, lo berdua soulmate banget deh. gak bisa dipisahin" ucap gue yang dihadiahi cubitan di kedua sisi pipi gue. pelaku kejahatannya Reza si bekicot itu.

"aww" gue meringis kesakitan.

"wah.. makasih banget nih infonya Liv. gue jadi tambah semangat nih" ujarnya masih nyubitin kedua pipi gue. woi!! sakit tau!

"ya gak usah segininya juga keles. sakit tau!" ucap gue ngelepasin cubitannya lalu ngejitak kepala bekicot itu.

"sorry deh" ujarnya yang disambut dengan tatapan malas dari gue. emang nih bocah..

oke, bu Gita baru aja keluar, kira-kira siapa aja temen kelompok gue ya?

" hei! temen-temen! yang dapet angka satu, siapa?" teriak ketua kelas gue. iya Davin. mungkin dia sekelompok sama gue.

"gue" ujar gue berlari kearahnya. "gue dapet angka satu. elo juga?" tambahku

"yoi. Alvin juga" ujarnya. Alvin? gimana gue harus bersikap di depannya?

"bentar ngerjain tugasnya dirumah gue jam 4. on time" ujar Alvin dengan datarnya yang ternyata ada dibelakang gue.

"oke!" ujar Reza dengan semangat. gue hanya ngagguk dengan canggung. oke, gue mulai canggung lagi deh.

________

AUTHOR POV

bel tanda istirahat baru saja berbunyi. para siswa dan siswi segera bersiap untuk pergi berperang menuju kantin. begitu pula dengan para murid di kelas XI IPA 3 setelah mereka mengatur jadwal untuk kerja kelompok, mereka akhirnya mulai berlarian menuju kantin karena takut kehabisan tempat. tepat di depan pintu kelas itu, terlihat seorang cowok yang sudah menunggu sedari tadi.

"Liv! dicariin tuh!" ujar reza yang udah ada didepan pintu. Livia yang masih berbincang dengan Davin dan juga.. hm Alvin segera nengok ke arah pintu.

"siapa?" teriak Livia bertanya.

"gue" ucap cowok itu. Adit. tanpa dipersilahkan, dia langsung memasuki kelas itu dengan santainya. para cewek mulai menghentikan langkahnya dan berdiri menatap cowok tinggi nan tampan itu dengan tatapan kagum. lain halnya, Alvin hanya menatapnya dengan tatapan yang terkesan....dingin+horror??

"ngapain Dit?" tanya Livia seraya pamit dari Davin dan Alvin yang masih berdiri menatap kedatangan Adit.

"ngajakin elo makan lah. yuk!" ucap Adit seraya menarik tangan Livia untuk meninggalkan kelas ini.

deg!

Alvin menahan tangan Livia. jantung Livia yang sudah susah dia buat agar tetap normal akhirnya sia-sia.

astaga,, tangan gue... *batin Livia

Livia dan Adit terhenti lalu berbalik menengok Alvin yang masih ngenahan tangan Livia.

"jangan lupa dirumah gue jam 4" ucapnya masih dengan tampang datar. walaupun Alvin sudah selesai memberitahu hal itu ke Davin dan Livia sebelumnya. entah kenapa dia hanya ingin menahan Livia. karena tak ada alasan, jadilah dia ngulangin ucapannya tadi. Alvin masih menggenggam tangan Livia dengan enggan melepasnya.

Adit yang ngelihat itu, segera melepas genggaman Alvin dari tangan Livia.

"dia udah denger. biarin dia pergi" ujar Adit lalu melengos pergi bersama Livia. Livia masih melirik kearah Alvin.

gue gak bisa biarin dia pergi.. * batin Alvin

*****
haii!! gimana part yang ini? kependekan atau gimana? kalian jangan bosen-bosen baca "Damn! It's Love" ya! tetep tungguin part berikutnya... makasih buat yang udah mau baca sama Vomment. makasih!!

Damn! It's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang