While You Were Sleeping 12/1

229 22 3
                                    

"Oh, Putraku yang malang!"

Gun yang sedang duduk tertidur membungkuk dengan wajah tenggelam di antara lipatan tangannya pada tepi ranjang rumah sakit tempat Off berbaring langsung terbangun mendengar seruan itu.

Saat ia mengangkat wajahnya yang lesuh, ia mendapati ada seorang wanita yang sudah berumur, juga seorang pria yang ia duga seumuran dengan Off ada di sana.

"Ibu di sini, Nak."

Ibu.

Gun berusaha mengembalikan kesadaran sepenuhnya meski ia dijalari kantuk karena belum benar-benar tidur, dan sekalinya berhasil tidur nyenyak, itu hanya untuk beberapa saat.

Wanita yang adalah ibu Off itu membungkuk, tangannya mencengkram lengan putranya. "Off, anak baik Ibu, apa yang terjadi padamu?"

Gun merasakan situasinya canggung, terutama saat pria yang datang bersama ibu Off menatapnya sembari tersenyum.

"Arm?"

Ia hampir berseru lega saat mendengar suara Tay dan melihat sepupunya itu muncul.

"Bro, kau di sini juga?"

Tay mengangguk sembari berjalan mendekat. "Aku pindah kemari karena Off memintaku untuk membantu legal staf di TPF—Bibi Dararat."

Ibu Off yang kini Gun ketahui bernama Dararat itu menoleh, langsung menghampir Tay, dan memberinya pelukan untuk sesaat. "Apa yang terjadi padanya, Nak? Bagaimana bisa dia mengalami hal ini?"

Tay berusaha untuk tidak terpengaruh kegelisahan dan kegusaran Dararat. "Aku tidak tahu pastinya, Bibi, tetapi dugaannya adalah dia terjatuh dan terbentur dengan keras di penthouse ..., ini Gun, Bibi, sepupuku."

Dararat akhirnya menyadari keberadaan Gun, dan tanpa diduga-duga, dia langsung menghampiri Gun, kemudian memeluknya. "Maafkan aku, Nak, aku terlalu khawatir sampai tidak menyadari keberadaanmu," pungkasnya dengan nada sesal.

Gun melempar tatapan bingung ke arah Tay yang sama bingungnya. "Tak apa, Nyonya."

Dararat melepas pelukannya, meraih tangan Gun, menatapnya sendu. "Jangan panggil aku begitu."

Gun lebih bingung lagi sekarang, tetapi lebih baik menurut. "Baik, Bibi."

"Kami tahu siapa dirimu... Aku Arm, by the way, sepupu kekasihmu."

Tangan Arm sempat menganggur beberapa saat sebelum Gun menerima ulurannya, ia terlalu terkejut mendengar kata-kata pria yang ternyata merupakan sepupu Off.

"Gun Atthapan Phunsawat... Gun."

"Kau Brain yang biasa dipanggil Off, kan?" Mata Gun otomatis melebar mendengar pertanyaan Dararat, wanita berpenampilan classy itu tersenyum. "Aku tahu dari Jennie bahwa Off menjalin hubungan dengan seseorang yang sering dipanggil dengan beberapa sebutan, paling sering adalah Brain. Pasti dirimu, kan? Kau satu-satunya yang berwajah baru," tutur Dararat berusaha menepis kebingungan Gun yang dapat dibacanya.

Arm tersenyum. "Kalau aku sudah pernah melihat fotomu di Argentina. Kau tidak tahu, ya? Off suka pamer padaku."

Gun merah padam, perutnya mendadak seperti digelitik bulu, ia sangat malu. "Aku, aku ..., kami eh—"

"Tak perlu malu," Arm menyanggah cepat. "Iya, kan, Bibi?"

Dararat mengangguk. "Dari yang Jennie cerita, Off selalu bahagia jika menyangkut dirimu, karena itulah aku tidak punya alasan untuk tidak menyukai keberadaanmu. Apa pun yang membuat putraku bahagia, aku akan ikut berbahagia."

Gun melempar tatap ke arah Tay yang menyimak dengan wajah tersenyum, ia jelas sedang meminta tanggapan sang sepupu mengenai apakah ia harus berlaku seperti kekasih Off sekarang atau tidak. Sebab, Tay tahu kenyataan sama seperti dirinya, kenyataan bahwa hubungannya dengan Off sudah berakhir.

The Love of A Heartless ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang