Part 7. Minggu

332 18 0
                                    

Hari minggu, merupakan waktu di mana semua orang harus mengistirahatkan tubuh mereka setelah 6 hari sudah beraktivitas penuh hingga menghabiskan energi mereka.

Farrel tentu saja ikut melakukan hal yang kebanyakan orang lakukan ketika hari libur tiba, berleha-leha serta tidur seharian. Dua hal yang sederhana tetapi tidak semua orang bisa lakukan hal ini di hari tersebut.

Pria manis itu baru saja terbangun dari tidurnya, beranjak menjauh dari kasur kesayangannya dan melangkah malas keluar kamar. Dirinya yang belum sepenuhnya sadar kini dengan pelan mengarahkan kakinya berjalan menuju ke arah dapur.

Setibanya di dapur, ia mengambil satu gelas kosong di meja makan, diisikannya air putih ke benda bening tersebut tak sampai penuh, lalu meminumnya untuk membasahkan tenggorokannya yang kering sehabis bangun tidur.

Dilihatnya jam di dinding yang menunjukkan pukul 07:00, lantas ia membawa segelas air digenggaman tangannya dan pergi ke ruang tamu—untuk kembali melanjutkan kegiatan tidurnya di atas sofa.

_
Tak lama setelah ia menutup mata, dirinya merasa terganggu akan suara bising dua orang yang sedang berbincang, perlahan ia membukakan matanya untuk melihat siapa itu.

Itu suara Bundanya dan seseorang.

"Kamu sudah sarapan? Mau Bunda siapin nasi gak? Hari ini bunda masak opor, kamu suka opor 'kan?."

"Gak usah, Bun. Tadi udah sarapan dulu di rumah sebelum ke sini." Jelasnya, "Oh, iya. Ini dari Mama buat Bunda."

"Eh? Kenapa repot-repot bawain. Sampaiin ke Mama-mu kalau Bunda bilang makasih lho, ya."

"Engga repot kok, Bun."

"Ken mau minum? Bunda bikinin jus, ya."

"Ih, Bun, gak usah. Nanti ngerepotin. Nanti kalau Ken udah haus, Ken minta tolong ke Farrel buatin aja." Tolak Gibran halus.

"Ih, gak apa-apa. Udah sana kamu ke Farrel aja. Tuh, orangnya baru aja bangun. Nanti kalau sudah jadi, Bunda bawakan ke sana." Tunjuk Bunda dan mendorong tubuh Gibran untuk segera menghampiri Farrel yang sedang terduduk di sofa dengan mata tertutup. Gibran pun mengangguk dan pergi menuju Farrel berada.

Sesampainya di ruang tamu, Gibran terkekeh pelan kala melihat Farrel yang tertidur dengan posisi terduduk.

"Bangun, udah siang ini." Ucap Gibran dengan tangan yang membelai lembut pipi kekasihnya.

Merasakan usapan lembut di pipi kanannya, Farrel membuka matanya dan tersenyum ke arah si pelaku, "Hm, kamu ngapain di sini?."

"Mau nganterin bingkisan dari Mama buat Bunda."

"Itu doang?."

Gibran menganggukkan kepalanya, "Iya, kenapa?."

"Gak mau ketemu sama aku?." Tanyanya sambil menarik tubuh Gibran yang sedang berdiri dihadapannya untuk duduk di sampingnya dan meletakkan kepalanya pada bahu gagah kesukaannya, bahu Gibran.

"Gak."

Yang tadinya Farrel ingin menutup matanya seketika tidak jadi dan langsung membuka matanya sempurna ketika mendengar jawaban Gibran, "Kenapa?."

"Males."

"Kok gitu?."

Belum sempat dijawab oleh Gibran, Bunda datang dengan kedua tangannya membawa gelas berisi jus yang baru saja selesai beliau buat.

"Ken sudah bosen sama kamu. Kamu tiap minggu kerjaannya males-malesan terus, udah jam segini belum mandi pula. Beda sama Ken yang sudah rapih dan produktif." Selesai mengucapkan kalimat tersebut, Bunda pergi keluar rumah entah mau ke mana.

Farrel mengubah posisinya menjadi menghadap Gibran dan menatap wajah pria di hadapannya dengan tatapan minta penjelasan, "Bener?."

"Apa?."

"Yang Bunda bilang barusan."

Bukannya menjawab pertanyaan Farrel, Gibran malah mengambil segelas jus yang tadi dibuat Ibu dari pria kesayangannya serta menenggak hingga hampir setengah gelas.

"Jadi bener, ya?." Ucap Farrel dengan raut wajah yang telah berubah menjadi sedih.

Pertanyaannya tak kunjung di jawab Gibran, Farrel yang melihat itu pun berdiri untuk pergi ke kamarnya, tangan mungilnya digenggam oleh tangan yang lebih besar dan membuatnya kembali terduduk di tempatnya tadi.

Cup

Satu kecupan mendarat di pipi sebelah kanannya.

Cup

Satu kecupan lagi di sebelah pipi kirinya.

Farrel tak merespon apapun yang pria di depannya lakukan terhadap dirinya, ia hanya diam saja sambil menunggu Gibran mengeluarkan kalimatnya.

"Pakai nanya lagi. Menurut kamu gimana? Apa yang Bunda omong tadi bener atau engga?."

Farrel tetap tidak menjawab.

Cup

Kecupan terakhir dari Gibran ia daratkan pada bagian favoritnya-bibir lembutnya Farrel agak lama.

Gibran melihat ada semburat merah muda keluar dari kedua pipi pria yang lebih muda darinya, dan hal itu membuat Gibran tersenyum melihatnya dan mengacak rambut Farrel gemas.

"Mau keluar gak?." Pertanyaan Gibran ini dijawab anggukan antusias dari Farrel,

"Mau!."

Gibran tertawa melihatnya, "Okey, sekarang silahkan pangeran untuk mandi dulu, ya. Bau soalnya."

Farrel memukul lengan Gibran pelan, "Yeuh, enak aja! Aku siap-siap dulu, yaa." Farrel pun langsung pergi ke kamarnya.

ASMARALOKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang