Nine

722 79 7
                                    

Jantungku deg-deg an karena selama dalam perjalanan menuju sekolah Kesya malah ngelunjak dan gak pernah mau ngelepasin tanganku.

"Dita, kalau misal nanti aku merasa kelelahan, boleh gak pantat kamu jadi sandarannya?"

Dih.

"Kesya, kenapa harus pantat?"

Dari sekian banyak objek tubuh kenapa malah harus pantat coba?

"Karena itu nikmat banget. Apalagi kalau pantatnya Dita, wangi gimana gitu."

Oh gitu?

Sekalian aja pas aku selesai BAB baru sodorin nih pantat, biar mampus dia cium aroma pantatku.

Ketika kami sampai, sekolah mulai terlihat ramai.

"Ah, aku hampir lupa. Dita, di kelas kita ada dua orang murid baru loh."

Murid baru?

Dua orang?

"Oh gitu, ayo ke kelas Kesya!"

Responku seadanya dan langsung mengajak Kesya ke kelas.

"Dita, akhirnya kamu bersekolah juga!"

Aduh, suara ini..bukannya ini suaranya si Roma Kelapa?

"Jadi ini kelemahan dari seorang Romeo, heh."

Huh?

Ini siapa lagi coba.

Aku melirik ke arah sang pemilik suara dan akhirnya aku mengenal siapa dia.

"Kenapa juga si Roma Kelapa dan Sendalphone ini menghalangi kedamaianku.."

Aku bergumam pelan. Mungkin jika aku normal aku akan bereaksi seperti perempuan lainnya. Berkyaa ria. Tapi sayang aku tidak normal dan tidak tertarik dengan mereka.

"Kesya, ayo kita pergi."

Aku menarik tangan Kesya untuk pergi, tapi sialnya satu tanganku lagi malah ditahan sama si Sendalphonr alias Xander.

"Jika Romeo sangat menginginkanmu, maka aku juga akan menginginkanmu lebih dari dia!"

Deklarasi perang telah dilantunkan.

Tapi aku ini bodoh amat.

"Tolong lepaskan tanganku sebelum kupanggil anak-anakku untuk datang mengeksekusimu!"

Entah kerasukan apa, aku mengatakannya. Ya, aku ingat akan keluarga ular seminggu yang lalu.

Sendalphone terlihat menyeringai.

"Dita, apa aku boleh turut andil untuk mengeksekusi berandalan seperti mereka ini? ^_^"

Kesya, senyummu terlalu jujur. Terlalu jujur untuk menghempaskan kehidupan manusia.

"Punya anak? Hah! Siapa yang sangka! Panggil anak-anakmu itu! Orang tua saja bisa kulawan!"

Iring tii siji bisi ki liwin.

"Kata seseorang yang bahkan tubuhnya sudah pernah dibanting oleh seorang paman!"

Itu adalah perkataan Kesya. Sungguh, rasanya bermanfaat juga berteman dengan Kesya.

"Baiklah. Tunggu saja, mereka akan segera datang!"

Sebenarnya aku hanya membual. Mana mungkin mereka datang. Secara kan, pasti mereka juga sudah tidak berdomisili di sekolah ini. Mereka kan butuh makan, jadi harus cari makanan, mereka kan predator. Yang lebih penting, mereka itu ular! Ular!

"Kyaaa!!"

"Ada ular!!"

"Larii! Larii!"

Aku bahkan melebarkan netraku ketika Kesya berdiri di depan dengan kuda-kuda pertahanan.

Yang KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang