Twelve

606 68 10
                                    

Aku kembali ke rumah pada pukul 09.30. Sedikit ngaret karena kak Lina sepertinya terlihat seperti ingin menahanku untuk pulang. Dan aku sudah janji pada bibi Sisi untuk pulang pada pukul 09.00 malam.

Aku memarkirkan motor supra di bagasi. Ketika akan membuka pintu rumah, tiba-tiba saja pintunya sudah dibuka duluan.

"Nona, akhirnya anda pulang juga. Selamat datang kembali, nona."

Bibi Sisi menyambut kepulanganku dengan senyum lembutnya.

Apa ini hanya perasaanku saja?

Pakaian yang ia kenakan saat ini...terlihat terbuka?

Maksudku, belahan melon besarnya terlihat karena model leher bajunya itu melebar. Dan juga, ia menggunakan selendang putih untuk membungkus sebagian tubuhnya.

"A-aku pulang, bi."

Aku merasa sedikit canggung.

Aku pun masuk dan diikuti bibi Sisi dari belakang.

Apa ini hanya perasaanku saja?

Rasanya punggungku seperti memanas, eh?

"Nona.."

Samar-samar kudengar suara bibi Sisi.

Grep

Hingga tubuhku berhenti dan berdiri kaku. Kedua lengan milik wanita itu melingkar dibahuku. Dia memelukku dari belakang.

"Anda terlambat 30 menit, nona."

Blizt!

Heh?!

Aku merinding tahu!

Aa! Aaaaaa!

Suaranya kelewatan lembut. Terdengar seperti seorang wanita yang tengah ngambek.

Apa bibi Sisi merasa kesal karena aku pulang tidak tepat pada waktunya?

Tapi rangkulan itu tak berlangsung lama.

"Nona, sebelum anda tidur, saya akan membuatkan anda susu. Tolong ditunggu ya."

Aku hanya merespon dengan cara mengangguk. Aku langsung naik ke lantai 2 menuju kamarku. Aku merasa sedikit lelah. Kulepas jaket levi's ku dan menggantungnya di gantungan yang ada di belakang pintu.

Tak lama berselang, bibi Sisi mengetok pintu kamarku.

Tok Tok Tok

"Nona, saya membawakan anda susu."

Aku segera berjalan dan membuka pintu kamarku. Terlihat bibi Sisi dengan tatapan lembutnya berdiri di depan pintu, dengan sebuah nampan dimana segelas susu putih berdiri di atasnya.

"Ini nona, tolong dihabiskan."

Bibi Sisi menyodorkan nampan tersebut.

"Makasih ya, bi. Bibi boleh kembali ke kamar bibi, nanti aku bawa sendiri gelasnya ke dapur."

"Baik, nona. Saya permisi dulu."

Bibi Sisi meninggalkan kamarku. Aku menutup pintu kamarku dan segera duduk di sofa. Aku mencoba meminum seteguk susu itu.

Gluk

Seteguk pertama rasanya sedikit aneh. Berbeda dari susu yang biasa kurasakan. Ini..apa ini bukan susu sapi?

Tapi aku mencoba berpikir positif.

Dan tetap menghabiskan susu itu. Aku tak boleh membuat bibi Sisi bersedih karena tidak menghabiskan susu buatannya. Wanita itu, selalu bersikap baik dan lembut kepadaku.

Yang KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang