17. Miracle or Destiny?

276 9 1
                                    

Mobil sport hitam memasuki perkarangan rumah sederhana yang terletak tidak jauh dengan Universitas Princeton.

Zakra dan sabella sudah keluar dari tadi dan berbicara di depan pintu rumah itu dengan perempuan yang dimaksud oleh sabella. Devan tak bisa melihat siapa gadis itu dengan jelas karena terhalang tubuh sabella.

Kenapa devan masih di dalam mobil? Karena ia masih malas malasnya jika di paksa seperti ini.

"Nyonya, tuan, silahkan masuk kedalam" ucap neisya mempersilahkan sabella dan zakra masuk.

"Iya sebenatar, ishh pah tadi mana devan?" sahut sabella dan bertanya kepada sang suami.

"Masih di mobil"

"Atuh anak ini, maaf sebentar ya, anak kami pasti begitu"

"Tidak apa apa, nyonya"

"Kok aku penasaran sih sama anaknya nyonya ini" batin quena yang masih berdiri di samping neisya.

"Devan kesini dong, masa mau temuin calon istri di mobil sih"  teriak sabella yang sampai di dalam mobil devan.

Rasanya devan malu banget jika harus di teriaki begini. Dengan malasnya, devan keluar dari mobil dan berjalan penuh berwibawa ke arah mereka.

"Eh? Bentar bentar, bukannya ini ardian devan gak sih?"  batin quena lagi.

Berhenti di samping zakra, devan terlihat cool dan tampan jika terlihat dari dekat.

" ini anak nyonya?" tanya neisya tak percaya dengan devan.

"Iya ini anak saya, kenalkan namanya ardian devan alvano" jawab sabella dengan senyuman.

"Dia ce-"

"Ayo kita masuk saja, tak enak jika berbicara di depan" potong anton yang mempersilahkan mereka masuk.

Mereka bersama sama masuk ke dalam rumah quena dan duduk di sofa ruang tamu.

Kenapa devan baru sadar sih jika di hadapannya adalah sosok gadis yang belakangan ini membuat pikirannya bimbang, tak lain quena. Devan tersenyum kecil, sangat kecil, tak ada yang tahu jika sekarang devan tersenyum melihat gadis di depannya itu.

"Kak devan ceo itu gak sih?" batin quena yang masih menatap devan.

"Gimana nak tampan kan anak saya? Dari tadi kok di lihatin terus" goda sabella yang melihat quena terus menerus melihat devan.

Devan yang mendengarkan ucapan mamanya itu langsung menatap quena yang benar benar menatapnya. Pandangan mereka bertemu satu sama lain, quena yang malu langsung memutuskan kontak mata dan menatap ke arah lain.

"Sial, malu gue" gerutu quena di dalam hati.

Devan hanya mengangkat alisnya sebelah dan mengambil ponsel agar tidak terasa sepi.

"Gimana udah cocok ya, neisya anak kita" ucap sabella dengan tersenyum ramah.

"I-iya nyonya" sahut neisya dengan tersenyum meskipun hatinya tak ingin melepaskan anak satu satunya.

"Jangan terlalu formal, kita mau jadi keluarga loh"

Neisya hanya mengangguk saja sambil tersenyum ramah kepada mereka. Hari ini mereka membahas tentang pernikahan devan dan quena yang akan di adakan 2 minggu lagi, tentunya sabella lah yang memaksakan agar hari pernikahan lebih cepat.

Bukan quena yang hanya diam saja, ia mempunyai syarat agar pernikahan ini di adakan sederhana dan tentunya privasi, agar semua tidak mengetahuinya karena quena juga masih muda dan ingin bebas.

Devan And Quena [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang