Suasana kampus sangat ramai hingga tak bisa terkira berapa jumlah orang yang berkeliaran di tengah lapangan parkiran. Tidak hanya itu, lapangan basket, di depan aula bahkan bagian belakang kampus sangat penuh seolah-olah mereka ingin mengantre sembako.
"Rame banget gila," Jeno menganga ketika kakinya baru saja menginjak ke luar ruang liputan, di mana langsung berpapasan dengan parkiran belakang.
"Woi, macet parah!"
Renjun baru saja datang dengan ngos-ngosan. "Gue parkir motor di gedung FEB. Rame sumpah gaboong."
Winter terkekeh mendengar keluhan Renjun. "Lo tau sendiri ini peralihan ke offline. Jelas aja, sih. Tahun lalu, 'kan, gak bisa ngundang guest star, apalagi tahun ini banyak alumni."
"Sayang sih pasti alumninya, DN kemarin gak bisa dirayakan karena nineteen virus."
"Bener banget, wajar aja semuanya numpuk di tahun ini," Winter sepakat dengan perkataan Jeno.
Detik berikutnya, Karina membuka pintu Ruang Liputan, ia membawa kamera yang digantung di lehernya seperti kalung. Matanya kemudian menangkap Jeno yang sedang menatapnya.
Karina lagi-lagi merutuki dirinya kesal. Ia tidak percaya kenyataan bahwa ia senang melihat Jeno, bahkan sangat senang hingga rasanya seperti ingin menggaruk hatinya sendiri. Tetapi, hal itu berhasil ia tutupi dengan membuang muka dari Jeno.
"Lo kok buang muka sih lihat gue?" Tanya Jeno, ia kemudian menaiki anak tangga kecil di sana untuk menyamakan tingginya, dengan Karina. "Kenapa? Gue ganteng?"
"Sakit lo?" ketus Karina menjawab.
Renjun terkekeh. "Parah Jeno."
"Emang dasarnya udah gila aja," celetuk Winter.
Jeno hanya tersenyum saja. Ia senang melihat Karina. "Mohon bimbingannya ya, Mentor-nim."
"Cia elah," ejek Renjun. "Sok-sokan pake panggilan nim," lanjutnya sambil memukul Jeno.
Jeno memicing tajam ke arah Renjun. "Silakan Tuan Putri," ujar Jeno, mempersilakan Karina menuruni anak tangga untuk mencapai permukaan dasar.
Mau tak mau, Karina menuruni anak tangga itu sebelum setelahnya ia menggelengkan kepalanya melihat perlakuan Jeno. Ia berjalan lebih dulu bersama dengan Winter, sementara Jeno mengekorinya dari belakang.
"Gue cuma bisa kasi goodluck aja ke lo," ujar Renjun.
Jeno menoleh ke samping. "Lo tau?"
"Tau apa?" Tanya Renjun balik.
"Tau gue mau pdktin Karina," jawab Jeno.
Renjun mengangguk. "Lo udah deklarasi kalau punya crush, berarti ada niatan serius ke Karina, 'kan?"
"Gue kira lo gak percaya," gumam Jeno.
Renjun terkekeh. Ia tidak menyangka akan ada hari seperti ini. Hari di mana Jeno mengejar cewek, karena yang ia lihat biasanya adalah Jeno didekati cewek, sampai kapanpun, tidak berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Would You Be My...?
FanfictionKarina tidak percaya, ia akan bertemu dengan playboy kampus yang harusnya membuatnya risi, tetapi, malah selalu menempel seperti sticky notes. Kalau begitu, sudahlah. Tetapi, suatu hari Jeno, Si Playboy Kampus itu malah bertanya kepada Karina, "woul...