Bab 11. Holding Hands Or You?

115 29 0
                                    

Jeno menatap Karina dengan lekat selama rapat berlangsung. Bahkan saat Xiaojun sedang marah perihal kamera yang retak tempo hari pun tidak memudarkan pikiran Jeno yang selalu tertanam ke arah Karina.

"Lo udah gila, ya?" tanya Renjun, ia menendang kaki Jeno yang tidak fokus.

Lengan Jeno terperantuk, ia menengok ke Renjun. "Kenapa, sih?"

"Lo gak denger Xiaojun lagi emosi? Awas kena semprot!"

Dengan cepat Jeno membenarkan posisi duduknya, ia langsung menatap Xiaojun dengan serius hingga akhir rapat, meskipun tidak lupa mencuri-curi pandang ke Karina yang bahkan malu untuk meliriknya.

Setelah rapat selesai, mereka semua keluar dari Ruliput. Jeno masih membereskan bukunya yang berisi catatan acak-acak, untuk persiapan program baru mereka, program Debat Kampus Satu Dua Tiga.

"Sorry, Na," ujar Xiaojun. "Gue terpaksa tadi marah-marah. Sebenarnya tanggungjawab memang sama orang yang rusakin, tapi gimana pun Jinyoung gak sengaja. Gue gak bermaksud lemparin tanggungjawab ke lo."

Karina mengangguk. "Gak apa-apa. Lagian memang kamera itu tanggungjawab lo sama gue. Namanya juga penanggungjawab. Jangan bawa hati, ya. Gue gak mau lo dikira gak profesional."

"Makasih, Na, udah ngertiin." Xiaojun mengangguk. "Kalo gitu gue balik duluan?"

Karina membalas kata-kata Xiaojun dengan senyuman dan anggukan pelan. Perlahan orang-orang mulai keluar dari ruangan, tersisa Jeno yang bertanggungjawab memegang kunci untuk diberikan ke staff ruangan di kampus, dan Karina yang membereskan kertas di bindernya.

"Lo pulang sama siapa?" tanya Winter.

"Sendiri, lah," jawab Karina.

Jeno tersenyum pelan melihat Karina yang tak berani memandangnya. Dengan usil, Jeno menghampiri Karina.

"Cewek gue profesional banget, pulangnya sama gue dong?" kata Jeno usil.

Karina ingin sekali memukul Jeno karena langsung memberitahu Winter tanpa sengaja, niatnya ingin memberitahu sendiri. Tapi, apa daya rasa suka Karina malah memperhatikan balutan kemeja hitam dan jaket boomber yang dikenakan Jeno lebih membuatnya berdebar hingga lupa.

"Lo pacaran sama Jeno???" Tanya Winter, ia menutup mulutnya tak percaya.

Mau tak mau, Karina mengangguk dengan pelan.

Winter membulatkan matanya sempurna, ia langsung mengambil ponselnya di atas meja untuk menelepon Jaemin.

"Halo, kenapa Sayang? Aku lagi di parkiran, bentar lagi nyampe ke rulipu"

"Kamu jangan ke sini, deh. Aku yang ke luar."

Piip!

"Bye, teman-teman. Saya undur diri." Winter menundukkan kepalanya sekilas lalu keluar dengan cepat dan menutup pintu ruangan.

Tak lama kemudian, Winter membuka kembali pintu Ruangan Liputan. "Selamat, ya, Karina Sayangku!!!"

Karina terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya.

"Lo kok bilang sih?" tanya Karina.

Jeno mendekatkan wajahnya dengan memegang kursi yang menjadi batasnya dan Karina. "Gue seneng. Kenapa? Gak boleh?"

"Boleh aja, sih," jawab Karina.

"Tapi?"

"Gak mau aja rame, biar gak dibilang bucin."

Jeno tertawa mendengar penuturan Karina. "Bucin, sih, gak sampai. Tapi, apa yang orang rasakan. Lo gak bakal kurang."

Malu. Tapi, Karina senang dengan kata-kata Jeno.

"Keluar gak?" Tanya Karina.

Jeno terkekeh. "Malu?"

"Cepet!"

"Oke, gue tutup pintu dulu."

Setelah itu mereka keluar, Karina menunggu Jeno menutup pintu Ruangan Liputan. "Gue kasi kuncinya ke Pak New dulu, lo tunggu aja di sini."

Karina mengangguk.

"Eh, lo gak bawa motor, 'kan?" Tanya Jeno sebelum melanjutkan langkahnya.

Karina menggeleng.

"Tunggu, ya!"

Karina menuruti kata Jeno untuk menunggunya. Ia menunggu Jeno di depan Ruang Liputan, sambil menatap langit yang berwarna oranye. Rasanya tidak menyangka ia bisa berpacaran dengan Jeno. Apa karena di setiap momen kehidupannya, khususnya percintaan, Jeno lah yang pertama memberikannya.

Tapi, Karina rasa itu tidak. Tanpa menyombongkan diri, Karina sadar kalau ada orang yang ingin mendekatinya. Tetapi, jujur, Karina hanya tertarik pada Jeno. Atau karena baru pertama kali, Karina tertarik dengan hal seperti ini.

Semuanya terasa baru, terasa nyaman pula tidak nyaman. Rasanya benar-benar berbeda dari sebelumnya. Mungkin karena ia baru pertama kali pacaran, Karina rasa Jeno sangat baik dan sangat menarik.

"Mikirin apa?" Suara Jeno dari belakang mengejutkan Karina.

Karina mendongakkan kepalanya. "Mikir pulang."

"Yuk, pulang," ajak Jeno. Ia kemudian langsung menggandeng tangan Karina tanpa bertanya. Karina bahkan belum sempat untuk menyadarinya.

Setelah sampai di parkiran, Jeno memakaikan Karina helm.

"Gue gak pake helm," kata Karina.

"Sekarang gue yang gak pake," balas Jeno. "Ntar gue beli."

Karina tersenyum singkat sebelum diketahui oleh Jeno. Akhirnya ia naik ke motor yang sudah dinyalakan oleh Jeno. Sebenarnya bagus juga, Karina takut dilihat oleh orang jika pulang bersama Jeno.

"Rumah lo dimana?" Tanya Jeno di tengah perjalanan.

"Kenapa??" Karina bertanya balik karena tidak terdengar.

"Rumah!!" teriak Jeno sambil tertawa.

Karina pun ikut tertawa karena Jeno berteriak. "Di Jalan Cinta Kamu, Komplek Mulia."

"Di jalan masih cinta aku?" Tanya Jeno.

Karina menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya malah gombalan Jeno terdengar jelas olehnya. "Dasar!"

Sementara Jeno tertawa pelan, ia kemudian fokus ke jalan, melewati jalur yang kecil, ia tahu jalan rumah Karina, tidak jauh dari kampus hanya sepuluh menit dari kampus.

Akhirnya Jeno memberhentikan motornya di depan kafe yang berada di daerah kompleks perumahan yang dimaksud oleh Karina. Karina turun dari motor Jeno dan membuka helm untuk mengembalikannya kepada pemilik.

"Kenapa gak di depan rumah aja?" Tanya Jeno.

Karina menggeleng kuat. "Tetangga gue julid."

"Ya santai aja, sih," kata Jeno.

"Santai," balas Karina. "Tapi, gue hanya gak mau lingkungan gue memberikan energi negatif aja ke lo."

Jeno mengangguk paham. "Ya udah, kalo gitu lo jalan dulu. Nanti jangan lupa chat ya kalo udah sampe."

"Oke."

Lalu, Karina berjalan lebih dulu menuju rumahnya. Memang jaraknya sangat dekat, hanya seratus meter saja dari kafe itu.

Tetapi, hari sudah mulai gelap, Karina tidak sadar kalau Jeno terus memperhatikannya, sampai Karina sudah tiba di rumahnya. Jeno lalu melajukan motornya dengan cepat tapi hati-hati.

Would You Be My ... ?
written : 8 Februari 2024
published : 9 Maret 2024
© wintergardenssy, 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Would You Be My...?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang