Bab 8. One

87 26 6
                                    

Sontak, Jeno memundurkan langkahnya dengan cepat, retinanya dapat menangkap raut wajah Karina yang tampak sangat merona. Karina mengangkat kepalanya dengan bertaut alis.

"Gue gak sengaja."

Karina terdiam. Benar. Yang menarik Jeno juga dirinya, ia tidak ada hak untuk melampiaskan kemarahan kepada Jeno. Lebih dari itu, ia bahkan tidak tahu, apakah ia marah dengan skinship tadi, atau hanya karena malu saja.

"Woi, boleh emangnya cium dahi cewek depan umum?!" teriak Haechan dari bawah dengan usil.

Dengan cepat Jeno memicingkan matanya tajam sambil mengernyitkan dahinya.

Karina turun dari podium dengan cepat, ia mengipasi wajahnya yang terasa panas. Matanya menangkap beberapa pasang mata yang melihatnya dengan berbagai reaksi. Tidak bisa dipungkiri, Karina malu secara tiba-tiba.

"Baru ini gue lihat orang skinship secara real," celetuk Winter dari samping Renjun.

Sementara Renjun menyilangkan tangannya di depan dada, menatap Karina dengan alis yang diangkat. "Gimana rasanya, Na?"

"Gak gimana," balas Karina singkat.

Dari jauh, Felix menghela napasnya berat. Ia menghampiri Karina yang sedang berdiri di kumpulan Renjun. "Na, gue mau ngomong bentar."

"Oh?" Karina berjinjit untuk melihat suara siapa, "Ah, iya. Gue jalan."

Renjun menoleh ke belakang, ternyata Felix sudah menarik calon iparnya ke belakang aula, Karina sudah diberikan beberapa kertas, ralat, tumpukan kertas yang sedari tadi berada di tangan Felix.

"Liatin apa?" Ningning menepuk pundak Renjun, membuat cowok itu terkesiap.

Ningning hanya mendapat gelengan kepala sebagai jawaban dari Renjun.

"Eh, lo udah makan?" Tanya Renjun.

"Lo nanya siapa?" Winter berkerut alis.

"Ning'er," jawab Renjun.

Ningning menggeleng. "Mana sempat."

Renjun mendengkus pelan, ia menggelengkan kepalanya pelan sebelum menyusul Ningning yang sudah berjalan lebih dulu, menghampiri Xiaojun di samping Jeno.

"Loh? Kenapa, nih?" Sontak mata Ningning membulat sempurna melihat lensa kamera di tangan Xiaojun sudah retak. "Kok bisa begini?"

"Ntar dibahas deh," jawab Xiaojun.

"Gimana? Gak bisa dipake?" tanya Jeno.

Xiaojun menggeleng. "Ya kalo retak aja mungkin masih bisa, ini gelap total," jawabnya masih dengan gelengan kepala.

"Jeno, lo nakal banget," Ningning ikut menggelengkan kepalanya sambil menengok ke Jeno sekilas.

"Bukan Jeno," sahut Renjun dari samping Ningning.

"Nah, lalu siapa?" Tanya Ningning.

"Tadi Jinyoung sama Jeno bawa speaker, kameranya mah ada di Jinyoung. Kayaknya dia gak hati-hati jadi terantuk sama speaker."

Ningning mengangguk-anggukan kepalanya paham, melihat raut wajah Xiaojun yang tidak bisa disembunyikan paniknya, ia berganti melihat Jeno yang tersenyum.

"Wah? Psikopat lo?" Ningning menutup mulutnya, ia memukul lengan Jeno pelan. "Lo senyum?"

Renjun terkekeh begitu mendengarnya. "Lo gak tau aja, ada suatu keindahan di kejadian ini," jelas Renjun. "Orang yang dapat untungnya mah gak bisa berhenti senyum."

Jeno menghela napasnya pelan. Jujur, ia bahkan tidak bisa mengontrol suasana hatinya saat ini. Dikatakan panik dan berpikir karena kamera, iya. Tapi, hatinya sangat berbunga-bunga hingga terasa kupu-kupu dalam lambungnya menggelitik untuk melihat bunga itu.

"Kenapa?" Tanya Ningning, ia mendekatkan telinganya ke Renjun.

Renjun segera berbisik menceritakan kejadian yang ia lihat tadi. Detik berikutnya, Ningning menutup mulutnya ikut tersipu, ia menatap Renjun seolah bertanya 'yang benar?' dengan mata yang penuh semangat.

Refleks, Renjun memundurkan wajahnya, menatap Ningning dengan serius. Jantungnya terasa berdegup keras, tak lama ia tersenyum sambil mengangguk sebagai jawaban yang sebenarnya tidak pernah ditanyakan oleh Ningning.

"Lalu, orangnya kemana?" Tanya Ningning lagi.

"Banyak banget nanyanya," celetuk Jeno.

Ningning memukul pelan lengan Jeno lagi, ia kemudian menggandeng lengan Renjun untuk membawanya pergi dari sana. Jeno juga penasaran, Karina ada di mana.

Akhirnya si Ratu Bertanya itu menjumpai Karina yang berada di pintu belakang aula. "Na!"

"Eh," Karina menengok, ia mengelus dadanya sendiri. "Kaget tau gak!"

"Lagian, serius banget."

Karina mengangguk-angguk. Ia kemudian menengok Felix yang berjalan ke arahnya setelah mengangkat kardus di samping pintu gudang.

"Jadi gimana?" tanya Karina.

Felix mengangkat bahunya.

"Apa kita dokumentasi aja pake kamera gue. Ntar gue ambil dulu di kos," tawar Felix.

Karina mengangguk. "Gue bilang ke Xiaojun."

"Oke."

Ningning yang masih bersama Renjun pun hendak mengikuti Karina menuju tempat mereka sebelumnya. Tetapi, langkah mereka terhenti karena Felix berbicara lagi memanggil Karina.

"Karina," panggil Felix.

Karina mengangkat alisnya, seolah bertanya ada apa kepada Felix. Alih-alih menjawab ekspresi Karina, Felix menarik lengan cewek itu untuk berbicara dengan suara yang lebih kecil.

"Lo pacaran sama Jeno?" Tanya Felix.

Karina mengangkat kepalanya. Ia menggeleng. "Gak, kok."

"Syukurlah," ujar Felix. Kata-kata yang seharusnya dalam hati itu justru terkeluar begitu saja, membuat si pemilik suara pun terkejut, sama dengan Karina.

"Lo bilang apa?" Tanya Karina, ia takut salah dengar.

Felix menggeleng. "Gak apa-apa. Sana, gih."

Mendengar itu, Karina menepis tangan Felix pelan meskipun dengan kesal. "Tau gitu gak usah manggil. Pertanyaan kayak gitu aja!"

Felix tertawa secara halus ketika mendengar kekesalan Karina yang sampai pada hatinya.

"Felix tanya apa?" tanya Ningning.

"Lo kepo banget?" Karina mengernyit. "Njun. Urus cewek lo."

Ningning menyenggol lengan Karina dengan lengannya. "Apa, sih."

Sementara Renjun hanya tertawa kecil saja. Ia masih mencuri pandang ke lengannya yang masih dalam gandengan Ningning. Sebelumnya ia tidak menyadarinya, tetapi, rasanya tidak buruk.

Would You Be My ... ?
written : 1 Februari 2024
published : 27 Februari 2024

walaupun kapal jeno karina karam, tapi tetap ikut bahagia.

congrats karina dan jaewook😍

© WINTERGARDENSSY, 2024

Would You Be My...?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang