Jangan lupa tambahin cerita ini ke perpus kalian, dan jangan lupa juga buat tinggalin jejak kalian di karya ini dengan cara vote dan komen
Atau kalau nggak kalian bisa follow akun author, oke<( ̄︶ ̄)>
Selamat Reading
.
.
.
.'Bagaimana aku bisa menganggap rumah sebagai rumah. Jika orang yang seharusnya menjadi rumah, malah meninggalkanku'
•••••
Plakk!
Suara tamparan terdengar nyaring di ruangan kelabu yang dihiasi perabot mewah tersebut. Seorang pria paruh baya berdiri tegak dengan tangan yang menggantung di udara, menatap nyalang pada seorang wanita yang terduduk di lantai dengan memegang pipinya yang kemerahan.
"Minggir! Jangan halangi aku!" hardik laki-laki berumur 30 tahunan tersebut dengan marah. Ia menyentak tangan wanita yang memegang lengannya dengan kasar.
Seorang anak laki-laki yang mendengar suara gaduh di luar kamarnya, lantas keluar. Ia sontak terkejut kala melihat pemandangan menyedihkan yang tersaji di depan matanya. Ibunya terduduk di lantai dengan menunduk sambil memegang pipinya yang memerah. Sedangkan sang Ayah hanya berdiri lempeng sambil menatap ibunya datar.
"Mama!"
Meskipun tak faham, anak laki-laki berusia 5 tahun itu lantas berteriak dengan mata yang berkaca-kaca mendekati ibunya.
Indira memeluk Anggala erat, lalu mengusap kepalanya lembut. Buliran bening seketika menetes di kedua sudut mata wanita beranak satu itu. Karena tak menduga kalau anaknya akan mendapati perlakuan kasar sang suami.
"Mama tidak apa-apa. Jangan menangis," ia menjawab sambil tersenyum, lalu menangkup wajah putranya seraya menghapus air mata yang membasahi pipi gembulnya.
Anggala, lantas melepaskan pelukan ibunya dan berdiri di depan wanita itu, menghalangi sang Ayah untuk mendekat. Dia merentangkan tangan mungilnya yang gemetar. "Pa-Papa, jangan sakitin, Mama!" pintanya, suaranya bergetar.
Laki-laki yang mengenakan kemeja biru langit dengan celana hitam berbahan katun itu, menyunggingkan senyum tipis. Ia mendekat dan mencengkram dagu putranya kuat, kemudian menggoyangkannya pelan. "Heh, kamu itu masih kecil, jangan ikut campur urusan orang dewasa," ucapnya, lalu menghempas dagu putranya kasar, membuat bocah itu meringis.
"Kamu jangan kelewatan, Pa!" teriak Indira, menarik Anggala ke pelukannya.
Rian beralih menatap istrinya tajam. "Lebih baik, kamu urus saja putramu ini, jangan menghalangiku," tegasnya.
Tanpa menjawab perkataan suaminya, Indira bangkit dan menatap Anggala. "Sayang, kamu masuk kamar. Mama, mau bicara sebentar sama Papa," ucapnya, mengelus rambut Anggala lembut.
Anggala menggeleng. Matanya berkaca-kaca. Ia menggenggam tangan ibunya erat, ada rasa khawatir yang tercetak jelas pada netra coklat jernih miliknya. Seakan meminta pada sang ibu untuk tidak mengusirnya.
Indira mengelus pipi gembul putranya dan tersenyum lembut, seakan mengerti. "Tidak apa-apa, Sayang. Dengarkan Mama, ya?"
Anggala menghela nafas berat, dengan berat hati, ia menuruti permintaan ibunya. Ia masuk ke dalam kamar bernuansa biru langit tersebut—warna kesukaannya, dengan raut wajah sedih.
Indira menatap pintu kamar Anggala, kemudian menghela nafas panjang. Ia berbalik dan menatap Rian dingin. "Pa, pernikahan kita ini bukan satu atau dua tahun. Melainkan sembilan tahun! Dan kamu, dengan teganya malah mengkhianatiku sampai punya anak dengan wanita lain?!" sentak Indira dengan lirih serta hati yang penuh kekecewaan, tak menyangka kalau sang Suami yang begitu mencintainya malah berselingkuh, hingga mempunyai seorang anak yang hampir sebaya dengan putra mereka—Anggala.
![](https://img.wattpad.com/cover/354814941-288-k185096.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggala's little hope
Teen FictionSederhana, ini hanya kisah tentang Anggala Darmantara, yang merindukan kehangatan orang tua dan menyembunyikan segala luka dibalik senyum manisnya. Dan seorang gadis manis bernama Rania Adisti, yang menyimpan segudang rahasia di balik keceriaannya...