Libur sekolah adalah momen yang selalu dinantikan oleh setiap siswa. Namun, mengapa rasanya setiap liburan berlalu begitu singkat, padahal jika dihitung, hari-harinya terasa panjang? Begitulah yang dirasakan Ryan. Seingatnya, baru beberapa hari lalu rapor semester genap dibagikan, dan kabar tentang libur semester diumumkan. Namun, ternyata besok sudah harus kembali ke sekolah. Rasanya sungguh tak adil.
Ryan terus bergumam pada dirinya sendiri, kesal—bahkan mungkin sangat kesal. Kenapa liburan begitu singkat? Apa tidak bisa ditambah beberapa hari lagi? Ia membuka ponselnya, lalu memicingkan mata melihat pesan dari Risa yang baru dibalas beberapa menit lalu. Bisa dipastikan gadis itu juga belum tidur, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Dengan refleks, Ryan menekan tombol telepon di kontak Risa. Setelah beberapa detik menunggu, panggilannya akhirnya diangkat. Suara Risa yang serak pelan terdengar dari seberang.
“Kenapa belum tidur?” tanya Ryan, nada suaranya setengah menegur.
“Aku mau begadang,” jawab Risa santai, terdengar sedikit malas.
Ryan menghela napas. “Jangan tidur larut-larut,” ujarnya lembut, tetapi ada nada tegas di suaranya.
Risa tertawa kecil, namun ada guratan lelah di suaranya. “Iya, paling nanti jam dua lewat lah.”
Ryan mengerutkan kening. “Why?” tanyanya dengan nada curiga.
Risa tertawa lagi, kali ini lebih lepas. “Widih, sekarang pakai bahasa Inggris, ya?” godanya, mencoba mengalihkan perhatian.
“Gausah ngalihin pembicaraan,” ucap Ryan dengan suara yang lebih serius. “Kenapa mau tidur selarut itu?”
“Pengen aja,” jawab Risa singkat, seolah tak mau memberi alasan lebih.
Ryan mendengus. “Sok kuat,” sindirnya pelan. “Biasanya jam 12 juga udah tepar.”
“Enggak tuh, aku kuat kok begadang,” bantah Risa, namun suaranya melemah, seperti tidak yakin dengan ucapannya sendiri.
“Udah, besok sekolah. Jangan begadang,” desak Ryan, suaranya berubah lembut, seakan tak ingin berdebat.
“Tapi kan pengen,” gumam Risa pelan, terdengar seperti anak kecil yang sedang merajuk.
Ryan tersenyum tipis, meski ia tahu Risa tak bisa melihat. “Tidur, Risa,” katanya dengan nada yang tak bisa dibantah.
Risa akhirnya menghela napas panjang, menyerah. “Iya, iya.”
Ryan menunggu beberapa detik sebelum menutup telepon, memastikan Risa benar-benar terdiam. Setelah yakin bahwa mantan pacarnya sudah tidur, ia pun mematikan teleponnya dan mulai memejamkan mata. Rasa kantuk mulai menghampirinya, membawa Ryan perlahan masuk ke alam mimpi.
Beberapa jam berlalu, Ryan mulai terbangun. Dengan kepala yang masih berat, ia duduk di atas tempat tidur, mencoba mengumpulkan kesadarannya yang tercerai-berai. Saat pandangannya terarah pada jam weker di sebelahnya, matanya langsung melebar. Jam itu menunjukkan pukul 07.00!
Tanpa pikir panjang, Ryan melompat dari tempat tidur, buru-buru masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dengan tergesa-gesa, ia menuruni anak tangga menuju lantai satu, berharap bundanya belum sempat menegurnya karena kesiangan. Namun, ketika matanya menyapu seluruh ruangan, ia mendapati suasana rumah masih sangat sepi. Tidak mungkin kan, bundanya masih tidur jam segini?
![](https://img.wattpad.com/cover/354851649-288-k537474.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love it's a wound [END]
Teen Fiction"Gue cuma mau Risa sedikit aja mirip sama dia, emang salah?" ***** "Gue udah usaha. Tapi semakin lama, bukannya perasaan gue ke dia yang hilang, malah perasaan gue ke Risa yang perlahan menghilang." ***** Risa Azkia Bimantara, gadis berambut hitam l...