Prolog

165 58 22
                                    

Jakarta, 07 November 2015

Taman itu dipenuhi tawa ceria anak-anak, dengan lantai rumput hijau yang lembut dan pagar kayu rendah yang mengelilinginya. Perosotan memantulkan sinar matahari yang hangat, sementara ayunan bergoyang lembut di bawah langit biru. Di sudut, pasir berwarna menanti untuk digali, dikelilingi ember kecil dan sekop.

Namun, di tengah riuh rendah kebahagiaan, seorang gadis kecil berdiri kaku. Wajahnya menunjukkan campuran semangat dan kegugupan. Dia baru di tempat ini-tidak ada satupun yang dikenalnya.

Gadis itu menginjakkan kaki mungilnya dengan ragu, sampai suara lembut namun tegas menyapanya.

"Ikat dulu sepatunya. Kata Bunda, kalau nggak diikat bisa jatuh," ujar seorang anak laki-laki yang tiba-tiba berdiri di depannya, menatapnya dengan serius.

Gadis itu menunduk, memperhatikan tali sepatunya yang memang terurai. "Aku nggak bisa," jawabnya pelan, bingung.

Anak laki-laki itu tertawa kecil. "Masa cuma gitu aja nggak bisa? Sini, aku ikatin." Dia berjongkok, dengan cekatan mengikat tali sepatu gadis kecil itu.

"Makasi," katanya pelan, suaranya malu-malu.

"Kamu baru ya di sini? Aku belum pernah lihat kamu main," tanya anak laki-laki itu, penasaran.

"Iya, aku baru pindah minggu lalu," jawab gadis kecil itu pendek.

"Kalau gitu, ayo ikut aku! Aku tahu permainan seru!" Anak laki-laki itu tersenyum lebar, penuh semangat.

Gadis kecil itu menggeleng cepat, "Nggak mau, aku takut."

"Tenang aja, aku jagain kok," ujarnya, mencoba meyakinkan. Setelah beberapa bujukan, akhirnya gadis kecil itu mengikuti langkahnya, meskipun dengan sedikit ragu.

Beberapa saat kemudian, tawa mereka memenuhi udara. Mereka berlarian, meluncur di perosotan, dan bermain pasir hingga lelah. Keduanya akhirnya duduk di bangku taman, di bawah naungan pohon rindang. Napas mereka terengah, namun wajah mereka berseri.

"Kia, ayo pulang, sayang," suara dari sebuah mobil hitam memanggil. Mobil itu terparkir tak jauh, dengan kaca gelap yang menyembunyikan sosok di dalamnya.

Anak laki-laki itu memiringkan kepala, mencoba mengintip siapa yang memanggil. Tapi kaca hitam pekat itu membuatnya sulit melihat.

"Aku pulang dulu, ya," ujar gadis kecil itu dengan senyum tipis. Ada sedikit keraguan di matanya.

"Iya, hati-hati," jawab anak laki-laki itu, meskipun terdengar sedikit enggan.

Gadis kecil itu melangkah menuju mobil. Pintu terbuka, dan ia masuk dengan cepat. Dalam sekejap, mobil itu melaju perlahan, meninggalkan taman. Anak laki-laki itu memandang hingga mobil itu menghilang di tikungan.

"Oh, jadi namanya Kia," gumamnya pelan, menyimpan nama itu dalam benaknya, tanpa tahu bahwa pertemuan kecil ini akan mengubah banyak hal di masa depan.

꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷

Halo, selamat datang di cerita aku! Sebelumnya, aku ingin mengucapkan terima kasih banyak atas kunjungannya.

Notes:

Jika kamu menemukan typo di setiap paragraf, tolong beri tahu aku, ya. Masukan dari kamu sangat berarti!

Jangan terlalu berharap banyak dengan cerita ini, karena ekspektasi yang terlalu tinggi hanya akan membawa kekecewaan.

Konflik dalam cerita ini dibuat ringan, karena rasanya kurang cocok kalau anak SMP sudah harus menghadapi masalah yang terlalu berat.

Setiap nama tokoh yang disebutkan punya perannya masing-masing. Mungkin tidak terlihat sekarang, tapi bisa saja peran mereka muncul di bab-bab berikutnya.

Semoga kamu menikmati perjalanan cerita ini!

Follow juga Ig dan tik tok aku, biar makin semangat update nya, terima kasih.

Ig: putt_yaaaa

Ig: ptri_plto

Tik tok: puuttri_07

See you next bab

Love it's a wound  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang