- hari ketiga -
"Lo ngerasa aneh gak sih, El, sama villa ini?"
Elina menoleh pada Nesya yang baru saja bertanya. Mereka berdua sedang berada di dapur untuk membuat sarapan.
"Aneh gimana maksud kamu?"
"Ya aneh aja pokoknya," ucap Nesya. "Gak tau kenapa perasaan gue makin hari makin gak enak, malah pengen cepet-cepet pulang."
"Apalagi pas denger cerita Bayu kemaren," Nesya menatap Elina. "Lo percaya gak sama ceritanya Bayu itu?"
Elina menghentikan kegiatannya yang sedang memotong sayur lalu balas menatap Nesya. "Kamu sendiri gimana? Percaya gak?"
"Gue gak tau," jawab Nesya lalu menghela napasnya. "Kemaren Bayu keukeuh banget kalau dia ngeliat sesuatu di dalam bak kamar mandi, terus dia juga bilang kan kalau dia teriak manggil kita dan gedor-gedor pintu."
"Tapi kenapa kita gak denger apapun kalau Bayu emang teriak dan gedor-gedor pintu?"
"Sebelumnya juga ada kejadian pisau yang jatuh berserakan itu, terus Juna yang katanya liat gue di dapur, kejadian Bayu di kamar mandi, dan semalem Chalisa yang tiba-tiba kesakitan."
"Setiap harinya tuh pasti ada aja kejadian," ucap Nesya yang merasa sangat bingung. "Dan semalem juga Malik sama Raya nemuin bangkai di gudang, padahal kata Bayu sama Edgar sebelumnya mereka gak nemu ataupun nyium bau bangkai pas masuk ke gudang."
"Aneh kan?"
Elina membenarkan semua ucapan Nesya itu dalam hatinya. Karena ia pun merasakan hal yang sama.
Elina bahkan sudah merasa tidak enak hati selama menuju villa setelah melihat wanita tua yang dilihatnya beberapa hari yang lalu ketika mereka menepi kala itu.
"Aku—"
"AAAAAA!!"
Elina dan Nesya langsung mengalihkan pandangannya begitu mendengar Yola yang berteriak.
Nesya dengan cepat mematikan kompor dan bergegas menuju kamar Yola bersama Elina.
"La!" Chalisa menggedor-gedor pintu kamar Yola yang terkunci. "Lo kenapa? Pintunya kenapa dikunci?"
"La anjir lo kenapa heh!" Bayu ikut menggedor pintu.
Yola tak menjawab dengan jelas hanya teriakan-teriakan tertahan yang terdengar oleh mereka semua.
"Yola! Raya! Buka pintunya!" ucap Edgar.
"Minggir-minggir," Malik meminta teman-temannya untuk menjauh dari pintu karena ia akan mendobraknya.
Malik menendang pintu kamar Yola dengan kencang hingga hanya dengan sekali tendangan pintu berwarna coklat itu terbuka.
Raden dan Dimas langsung melangkah cepat begitu melihat Raya yang tengah mencekik Yola.
"Ray anjir lepas gak!" Dimas mencoba menarik Raya agar menjauh.
Yola pun mencoba menjauhkan tangan Raya dari lehernya karena ia yang kesulitan bernapas.
"Raya lepas!" Kinan menatap khawatir pada Yola yang terlihat kesakitan.
Raya tak mendengarkan semua seruan teman-temannya itu. Ia masih menatap tajam pada Yola dan semakin mengencangkan cekikannya.
Yola yang bersitatap langsung dengan Raya pun hanya menangis. Di depannya itu bukanlah Raya, sorot mata gadis itu jelas berbeda.
Juna menarik kencang tubuh Raya begitu melihat Yola yang semakin tersiksa.
Dan begitu cekikkan Raya lepas tubuh Yola pun langsung merosot ke lantai.
"Kamu gak papa?" Elina menatap khawatir pada Yola.