🌻permasalahan

155 15 1
                                    

Setelah menempuh kurang lebih dua jam perjalanan, akhirnya mahen sampai di kediaman orang tuanya.

Menatap gerbang besar itu, mengingat tentang masa kecil yang mungkin cukup bahagia sebelum masalah datang.

Setelah sekian lama menatap lamat dan mempersiap kan diri, akhirnya mahen memberanikan diri untuk memencet bel disamping pagar. Sampai salah satu satpam membukakan gerbang tersebut.

Pak Hadi sebut saja begitu, beliau merupakan kepala penjaga yang sudah mengabdi sekian tahun bahkan sebelum mahen lahir. Bahkan pak Hadi mengetahui rahasia besar tentang kebenaran yang ada dirumah ini.

"Ya ampun den adnan, pulang kok nggak ngabarin saya dulu biar saya jemput" kata pak hadi tergesa membukakan gerbang seraya tersenyum tidak enak kepada mahen.

Mahen memang biasa di panggil adnan dirumah.

"Gapapa pak, lagian saya emang sekalian jalan-jalan dulu, nyiapin mental" kekeh mahen tetapi lihat bagaimana mata itu menyorot kesedihan.

"Maaf ya den, bapak nggak bissa bantu apa-apa soalnya bapak nggak ada bukti." Sedih pak hadi melihat anak majikannya.

"Biarin aja pak, toh saya juga udah biasa kek gini kan."

"Den adnan yang kuat yoo, oh iya den didalam cuma ada tuan jaffar kok, aden langsung masuk aja," ujar pak hadi.

"Yaudah saya masuk dulu ya pak"

aahh sepertinya saya lupa bilang, mahen merupakan anak konglomerat asal yogyakarta yang terpandang, masih ada keturunan ningrat.

Berlalu dari gerbang depan, melewati taman sampai akhirnya mahen masuk kedalam rumah yang sudah ia naungi selama belasan tahun.

"Om jaffar" ujar mahen senang melihat satu-satu nya keluarganya yang masih percaya padanya.

"Yaampun adnan, kamu kemana aja, kok nggak pernah ngabarin om, kata ibu kos kamu bilang kamu udah pindah, terus chat om nggak pernah dibales, telfon om juga nggak kamu angkat, om khawatir tau adnan!" Jawab jaffar sambil memeluk keponakan kesayangannya itu.

"Maaf ya om, bukannya mau ngilang atau bikin om khawatir tapi pas ospek kemaren tiba-tiba aja temen adnan ngajakin buat ngontrak gitu," balas mahen memeluk jaffar seolah-olah sedang melampiaskan kerinduan keduanya.

"Ngomong-ngomong ini pada kemana om? Padahal adnan udah nyiapin mental eh malah nggak ada orang."

"Kamu enggak lupa kalau hari ini chilo ulang tahun kan nan?" Tanya jaffar pada keponakannya itu.

"Adnan nggak bakalan disini kalau adnan lupa om, chilo itu adek kesayangan adnan kalau om lupa!" Tutur mahen.

○○○○○

Malam harinya rumah yang besar itu akhirnya ramai, semua keluarga sudah berkumpul diruang makan.

Suara gelak tawa terdengar sahut menyaut, menggambarkan betapa bahagianya keluarga ini.

Tetapi jika dilihat lebih teliti, terdapat dua orang sebut saja jaffar dan mahen atau disini kita panggil adnan. Wajah mereka berdua yang terlihat kurang menikmati apa yang terjadi disini.

"Kak adnan kok pulang nggak ngabarin chilo dulu, kalau kak adnan ngasih tau kan chilo bisa jemput di bandara, iya kan pah?" Tanya anak kecil itu atau yang kita tau namanya adalah chilo.

"Biarin aja sayang, kakak kamu itu sudah besar, bukan suatu masalah buat dia tidak dijemput. Saking sudah dewasanya ia bahkan sudah berani menjadi seorang pembunuh!" Beber hendra tanpa menatap mahen sedikitpun.

"HENDRA" Teriak jaffar sambil menggebrak meja makan.

"Kenapa mas, toh apa yang saya bilang itu sebuah kebeneran, bahkan keluarga besar kita juga tau bahwa anak ini memang seorang pembunuh." Balas hendra sambil melanjutkan acara makannya, seolah-seolah tidak terjadi sesuatu hal.

7 warna pelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang