20 : Kenyataan

1K 165 48
                                    

.

.

.

AKHIR pekan kembali datang.

Tidak ada perubahan berarti selain Naruto yang tidak dapat bertemu Hinata dan dirinya menyerah untuk menghubungi wanita itu. Naruto tak ingin menjelaskan dalam sebuah pesan, dirinya ingin bertemu wanita itu secara langsung.

Sementara, satu-satunya opsi adalah mengunjungi apartemen wanita itu.

Kantung mata Naruto kian tebal sebab dirinya tidak berhenti memikirkan banyak hal, ia berusaha untuk tetap sehat, seperti sekarang ketika dirinya memilih berolahraga di rumah, mengangkat barbel dan mulai sarapan teratur seperti biasanya. Seperti saat ia tidak mengenal Hinata, weekendnya selalu berjalan seperti ini, atau menikmati bir dan game sampai sapu melayang pada kepalanya. Lemparan jitu Ibunya.

Tubuh Naruto telah berkeringat, ia melepas kausnya dan menatap ranjangnya. Mengingat bagaimana tindakan bodohnya melepas kaus dan hendak menyerang Hinata seperti pria mesum.

Kenapa ingatan itu yang tiba-tiba muncul?!

Naruto merutuk di dalam hati.

Ingatan itu masuk pasti karena Naruto kepalang rindu. Shikamaru dan Kiba bahkan tidak berhenti mentraktir dirinya, menebus kesalahan mereka dengan cara menemani Naruto minum akhir-akhir ini. Lelaki itu menjadi punya cara melepas kebodohannya dengan minum, kepalang frustasi karena tak juga menemukan Hinata.

Sungguh, Naruto harus mengunjungi apartemen Hinata. Benar menurut Shikamaru, harus ada yang benar-benar dijelaskan sebelum semuanya selesai. Naruto mungkin memang tak cukup layak, atau dirinya memang sudah harus menyerah karena begitu mencintai wanita yang tak sepadan dengannya. Tetapi, Naruto ingin menjelaskan semuanya, bahwa tak pernah sekalipun ia memodifikasi perasaannya bercampur dengan niat busuk.

Memegang tangan saja butuh nyali besar.

Apalagi berpikir memanfaatkan posisinya?

Sial, Naruto tak berhenti memikirkan perkara cinta ini sepanjang waktu.

Naruto bergerak mengecek ponselnya yang sepertinya memunculkan notifikasi. Ia sungguh berharap datang dari Hinata, tetapi itu jelas tidak mungkin.

Naruto tertegun.

Ternyata pesan dari Neji. Sepupu wanita itu.

Tak lama telepon masuk.

Naruto segera mengangkatnya.

"Selamat Pagi Naruto. Kau senggang hari ini?"

Naruto mengerjapkan matanya, lelaki itu bangkit dari sisi ranjang. Berdehem.

"Pagi Neji-san, ya, aku senggang. Maaf pesannya tidak langsung aku balas." Naruto bergerak gelisah, sungguh sebuah kebetulan, memang terakhir berdiskusi mereka bertukar nomor telepon untuk mengabari desain lanjutan.

"Tidak masalah. Aku ingin mengabari, desain gedungmu aku terima. Bisa kita bertemu sekarang untuk diskusi? Aku juga menghadirkan konsultan. Mungkin bisa disebut first meeting. Kau bisa?"

Suara berat Neji yang ramah mengalun memberikan informasi. Mata Naruto membulat terkejut, rasanya ingin melompat bahagia, tetapi ia menahannya dan berdehem. Mengingat Neji, membuatnya juga mengingat Hinata. Pikirannya tidak bisa lepas dari wanita itu, Neji juga tidak mengetahui hubungannya dengan Hinata akhir-akhir ini. Lelaki itu pasti masih mengira ia dan Hinata hanya sebatas teman kerja. Meski sekarang juga sudah menjadi sebatas atasan dan bawahan.

Mengingat hubungan kandas itu, Naruto ingin menjedotkan kembali kepalanya yang bodoh.

"Naruto?"

Sincerity Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang