23 : Tekad

1.1K 161 50
                                    

.

.

.

KUSHINA memijat pelipisnya.

Mundur selangkah dan mencoba tidak menahan diri, menarik napas dan menenangkan perasaannya.

"Apa kau bilang?" Tanya Kushina, sekali lagi.

Naruto berdehem. "Aku menghamili kekasihku---"

"Kau betulan bosan hidup Naruto?!" Kushina berteriak marah, celetukan isengnya dengan Yoshino berbuah kenyataan. Kushina mulai mencari gagang sapu, sementara Naruto memejamkan matanya dan masih ber-seiza di atas bantal duduk. Siap di pukuli Ibunya.

Meski Naruto tidak tahu, kalau Hinata betulan hamil atau tidak setelah mereka melakukannya beberapa kali pada malam itu. Untuk berjaga-jaga, ia mengatakannya sekarang. Lebih cepat di pukul, lebih baik 'kan?

Kushina akhirnya memilih menghela napas kasar dan berkacak pinggang melihat sikap pasrah Naruto yang kini mengadu menghamili kekasihnya. Naruto duduk di depannya, sementara Kushina berdiri seperti Tuan sang Budak.

"Bukannya kau sudah putus? Kekasihmu yang mana kali ini? Kau menjadi gemar berkencan?! Iya?!" Kushina tidak ingin wanita baru yang nanti Naruto tunjukkan, bukan wanita sopan dan manis seperti Hyuuga Hinata. Astaga, apa-apaan Putranya ini?

Naruto memilin bibirnya. "Hinata, Ibu. Kami sudah kembali bersama..."

Sekarang, Kushina terdiam. Cukup terkejut mendengar hal itu.

"Yang waktu itu ke rumah 'kan?" Kushina kian memastikan, takut salah menerka.

Naruto mengangguk kalem. Lelaki itu menarik napas kemudian, menyiapkan amunisi ketika hendak mengatakan sesuatu.

"I-bu, aku berniat menikah. Apakah Ibu setuju?" Naruto mendongakkan kepalanya, netra birunya menatap Ibunya yang kini tampak tertegun dengan penuturan dirinya. Naruto kembali menunduk, menghela napas dan meremas celana kerjanya. "A-ku tadinya tidak berniat untuk menikah. Aku merasa sudah cukup untuk memiliki Ibu saja, ta-pi... aku sekarang, benar-benar menginginkannya. Apa Ibu setuju?" Naruto terdiam, menggigit bibirnya, menunggu respon Ibunya yang cukup lama, hingga terdengar helaan napas.

"Kau betulan memikirkannya matang-matang? Cinta dapat membuatmu menjadi orang yang terburu-buru dalam mengambil keputusan, itu sebabnya setiap orang terkadang terjebak dengan kesenangan sesaat dan orang yang kau cintai nantinya, bisa menjadi alasan baru kau membencinya di kemudian hari, semua hal itu bisa terjadi di dalam pernikahan." Suara Kushina, terdengar dalam.

Naruto menunduk sejenak. Belum dapat menjawab pertanyaan itu.

"Naruto, Ibu bukannya menutup mata pada kekasihmu, dia wanita yang dalam sekali lihat, tentu saja berbeda dari kita. Ibu sudah menyadarinya. Tetapi, Ibu mengenalmu, kau mengencaninya dengan tekad bukan?" Kushina menatap Putranya yang menunduk, kepala Naruto perlahan mendongak. Lelaki itu mengangguk.

"Aku.. pikir aku hanya bisa jatuh cinta padanya. Hubungan kami memang belum lama tapi, aku ingin berusaha untuknya. Jika kami menjalin hubungan sebagai kekasihku saja dalam waktu yang lama.... aku tidak mau dia mengambil lebih banyak beban." Naruto ingat kalau dalam enam bulan kedepan, Hinata harus pergi dari perusahaan dan mengurus pekerjaan lain di luar negeri.

Naruto tidak bisa membayangkan, menjalani pekerjaan yang tidak di sukai sepenuhnya. Mungkin itu normal bagi orang-orang karena begitulah setiap orang menjalani kehidupannya. Tetapi, jika Hinata adalah miliknya kelak, ia ingin wanita itu bahagia di atas pilihannya. Meski semua orang menantangnya, ia akan tetap membawa Hinata pergi.

"Kau yang paling tahu." Tutur Kushina. "Apa yang kau persiapkan dari sekarang? Pekerjaanmu hanya akuntan." Ibunya bertindak lebih kejam, mengingatkan posisi Naruto yang tidak ada apa-apanya itu. Naruto menelan salivanya kepayahan. Sial, Ibunya pedas sekali.

Sincerity Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang