21 : Fakta

1K 174 45
                                    

.

.

.

"MASUK."

"Di sini saja. A-ku———"

"Kubilang masuk Naruto. Kau akan menjelaskannya sambil berlutut seperti itu?"

Naruto bangkit berdiri, Hinata melirik bingkisan kotak, seperti makanan. Membuat wanita itu ingin mendengkus karena logo hiu terpampang jelas, itu tentu saja Snack yang sering Hinata makan di kantor.

Begitu 'kah cara Naruto membujuk?!

Hinata pikir dirinya bisa gila.

"Aku akan menjelaskannya dengan cepat jadi aku bisa——"

"Naruto aku benar-benar benci bagaimana kau bersikap begitu sopan seperti ini tetapi kau, sebetulnya hanya——" Hinata tak melanjutkan kata-katanya ketika ia melihat Naruto menunggu dirinya berbicara, tatapan lelaki itu bergetar. Hinata pada akhirnya mendengkus kasar, ia segera menutup pintu begitu Naruto sudah masuk.

Hinata tak melanjutkan ucapannya. Terasa sia-sia untuk ia ledakkan. Hinata benci pada sikapnya yang seperti ini.

Sementara Naruto masih berdiri di depan pintu. "Lanjutkan ucapanmu." Tutur Naruto tenang, ia ingin mendengarnya.

Hinata menoleh pada Naruto.

"Itu tidak perlu. Kau ingin menjelaskan apa?" Hinata menghadap lelaki berambut pirang itu, melihat wajah Naruto yang terlihat kelelahan. Rambut pirang itu sedikit berantakan.

"Apa kau ingin bilang aku brengsek?" Naruto melempar pertanyaannya, membuat Hinata terdiam di tempatnya berdiri. Naruto masih berdiri di depan pintu, mengenggam bingkisan yang ia beli secara impulsif karena mengingat Hinata begitu saja ketika melihatnya.

"Aku tak perlu mengatakannya." Tutur Hinata.

"Kau ingin mengatakannya tadi. Katakan. Aku ingin mendengarnya." Bibir Naruto entah bagaimana menjadi gemetar, gemuruh di dadanya terasa terbakar. Hinata telah menatapnya sebal, bukan lagi tatapan hangat dan tenang, pun tidak dengan senyum yang biasa wanita itu tunjukkan.

"Berhenti membuang-buang waktuku." Hinata mengatakannya dengan kejam, tatapan sinisnya membuat Naruto membeku kesekian kali. Hinata membuang muka, tak ingin bertatapan dengan wajah memerah Naruto yang marah.

"Kau bahkan tak menatap wajahku." Tutur Naruto tenang.

"Kau ke sini hanya untuk mengomentari sikapku?" Hinata mendengkus, Naruto memilin bibirnya. Penjelasannya mungkin akan percuma, Hinata sepertinya sudah terlalu jauh untuk membencinya dan mungkin hubungannya mustahil dapat di perbaiki.

Tetapi, Naruto akan tetap mencoba.

Tujuannya adalah menjelaskan.

"Hinata apa yang kau lihat itu semua salah paham———"

"Termasuk interaksimu dengan Sara di toilet? Oh, kau pikir mataku buta——"

"Tidak. Bukan begitu. dengarkan aku dulu——"

"Maksudmu aku harus mendengar omong kosongmu?"

Naruto menatap mata pucat wanita di depannya, tangannya mengepal dan menghela napas begitu ia tahu bahwa masalah ini kian sulit di tangani. Hinata jelas tidak ingin mendengarkannya.

"Baiklah, aku sadar salah mengenai Sara. Tapi, apa yang kau lihat bukan seperti yang kau pikir. Gadis itu mendekat begitu saja dan perihal kancing kemeja——itu semua perbuatan Kiba. Di toilet kami bertiga———"

"Mengolok-ngolokku?" Hinata kembali memotong, membuat Naruto tertegun ketika melihat tatapan bergetar milik wanita itu, air mata menetes di pipi Hinata. Membuat Naruto menjatuhkan makanan yang di bawanya lalu bergerak mendekati wanita itu.

Sincerity Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang