Secangkir kopi itu tak lagi hangat, bercak kulacino bahkan telah muncul di atas meja kayu.
Marvel masih saja memandang halaman rumah dengan bingung, pasalnya ia lihat jelas disana ada lelaki itu. Ada Joan yang sedang menyapu halamannya.
Bahkan, langit belum gelap. Namun, mengapa ia bisa ada disini?
Lagi lagi eksistensinya tak dianggap. Semua bak pertunjukkan yang dimainkan langsung di atas latar.
'Josh, astaga!'
Joan melempar sapunya, berlari mendekati Josh yang terlihat basah kuyup
'Bagaimana ini bisa terjadi?'Josh hanya menggeleng pelan, matanya meneteskan tangis yang segera ia usap kasar. 'Aku yang tidak berhati-hati, kak. Aku yang salah!'
Marvel menangkap dua sosok yang ia yakini berusia tak beda jauh dengan Josh bersembunyi di balik pepohonan. Matanya memicing, memantau setiap gerak.
Apa Josh dirundung?
Ia lihat Joan menghembuskan napasnya pelan berusaha meredakan gejolak dalam dadanya.
'Baik, ayo mandi! Malam akan datang, air akan semakin dingin!'
Kalimat itu terucap dengan tenang dan senyum lebar, namun Marvel dapat menangkap sorot tajam Joan kala netranya menangkap anak-anak yang bersembunyi tadi.
Kini Marvel sendiri di halaman rumahnya yang tampak lengang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Life
FantasySemenjak kepindahannya ke rumah lama milik kakeknya, Marvel mendapati dunianya tak lagi sama. Terkadang terlalu nyata untuk semu, namun semu itu tampak nyata. Terlebih bagaimana ia bertemu pemilik senyum paling indah yang pernah ia jumpai, semua ter...