Episode 7

49 6 0
                                    


Selamat membaca ya teman-teman semoga terhibur!! Selalu dukung Biru Zen terus yaw hehe. Boleh bantu vote juga ya teman-teman sekalian.

Hari ini hari minggu. Lima bulan sudah aku putus dengan Ziko. Mungkin memang sedikit sulit berdamai dengan keadaan, tetapi saat ini, aku juga sudah mulai menyadari bahwa sebenarnya aku mulai jatuh cinta kepada Kak Ceo. Perlahan-lahan rasa sukaku kepada Ziko pun mulai pudar.

Aku mulai fokus belajar, karna minggu depan sudah di adakannya ujian kelulusan bagi siswa kelas 9. Sejujurnya sefokus apapun aku belajar, tetap saja nilaiku pas-pasan. Orang tuaku tidak pernah menuntutku tentang nilai, tetapi si Jakung menjengkelkan itu selalu cerewet soal nilai ujianku.

Tiap malam Kak Ceo selalu membantuku untuk belajar. Tidak disangka bahwa dia adalah orang yang cukup pintar, mungkin lebih dari kata 'cukup'. Aku juga terheran mengapa dia bisa memecahkan semua soal mata pelajaran dengan mudah. 

"Kamu begitu pintar, apakah kamu dulu pernah sekolah?" Tanyaku dengan antusias.

Namun, dia terdiam. Berhenti menjelaskan rumus matematika yang sedari tadi ia jabarkan.

"Akan aku ceritakan jika kamu bisa mengerjakan soal matematika ini. Dan satu lagi, jika nilai ujian matematikamu mendapat nilai sempurna aku akan menceritakan asal-usulku. Kamu paham? Sudah berapa lama kamu melamun, hah?! Kamu tidak medengarkanku kan dari tadi. Dasar si Ratu Makan." Dia menjewerku.

Haduh sialan, kupingku sampai merah. Rasanya seperti ditusuk-tusuk oleh seratus jarum sekligus.

Meskipun dia selalu saja marah-marah saat mengajariku belajar, aku tetap menyukai belajar bersamanya. Karena kami bisa berbicara sedekat ini tanpa rasa canggung.
      
                               ***

Hari senin yang menegangkan. Aku berada di ruang ujian. Di sini terasa sangat  panas, hanya terdapat dua kipas angin saja. Ditambah lagi keteganganku untuk menghadapi ujian kali ini.

Di sampingku berdiri seroang laki-laki berbadang tinggi. Ya, benar, itu Kak Ceo. Dia selalu berada di manapun aku berada, bahkan saat ujian. Jika kamu berfikir menjadiku itu menyenangkan karena leluasa menyontek kepadanya, itu adalah kesalahan paling besar.

Nyatanya dia berdiri bagaikan malaikat maut yang apabila aku salah menjawab satu soal saja, dia siap mencabut nyawaku kapan saja. Itu sangat mengerikan.

Waktu ujian telah habis, sekarang waktunya untuk istirahat. Aku ke kantin untuk memesan satu mangkung bakso. Eh, kurang, masih ada satu lagi. Yaitu satu mangkung mie ayam lengkap dengan pangsit.

Ujian sangatlah menguras tenaga, bahkan perutku seperti menangis tersendu-sendu saat jam terakhir ujian tadi, sangking kelaparanya. Kasian sekali perutku yang mungil ini.

Sementara itu, Kak Ceo yang sedang duduk di sampingku itu mengelus rambutku dengan lembut, menatapku yang sedang lahap menyantap dua mangkuk makanan. Aku tersipu dalam diam.

Bel berbunyi, siswa dan siswi berbondong-bondong untuk memasuki ruang ujian. Pertempuran baru di mulai, doakan aku selamat dari omelan si jakung yang mengerikan itu.

                                  ***
Saat pulang sekolah, aku bergegas pulang agar cepat cepat bisa beristirahat dikasur milikku yang empuk dan menikmati masakan Mama yang sangat lezat.

"Heh! Ratu Makan! kenapa jalanmu buru-buru sekali seperti orang yang sedang di kejar setan?" Si jakung bertanya sambil mengejar langkahku.

"Iya, kamu setannya!" Jawabku dengan sedikit menahan tawa.

"Enak saja kamu! Dasar si lambung karet." Aku ingin sekali memukul nya dengan tanganku saat mendengar kata-kata 'lambung karet' tapi itu kenyataan, aku tidak bisa menyangkalnya.

Permata Jiwa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang