9

29 5 1
                                    

" hoaaaammm ... "

" masuk tuh lalat ke dalam mulut kamu entar. " cibir Jisoo. Tatkala ia mendengar dan melihat Hyunjin yang baru saja keluar rumah sembari menggerak-gerakan kedua lengannya.

Hyunjin cengengesan. Malu, tidak ada dalam kamusnya. Ia sudah biasa seperti itu dihadapan Jisoo.

" masih ngantuk, Kak. Tapi, matahari udah manggilin dari tadi. Jadi, harus bangun deh. " katanya, sembari bersajak.

Jisoo menggelengkan kepalanya, ia kembali melanjutkan aktvitasnya. Yaitu, menyiram bunga-bunga yang ia tanam di halaman rumahnya.

Hyunjin melangkah menghampiri Jisoo. tiba didekat Jisoo, Hyunjin tidak membantu, ia malah duduk santai di teras rumah Jisoo.

" anak aku kemana, Kak.? "

" di bawa Ibu, ke warung mungkin. " sahut Jisoo, ia sudah tahu siapa yang Hyunjin maksud. Dan Jisoo juga sudah terbiasa dengan pernyataan Hyunjin yang selalu mengatakan jika Diyo anaknya.

Tak ada percakapan lagi, Jisoo terus menyibukan diri dengan menyirami bunga-bunganya. Sedangkan, Hyunjin masih betah duduk sembari sesekali memperhatikan Jisoo. Terkadang Hyunjin juga memperhatikan ke arah lain.

Mata Hyunjin kembali beralih pada Jisoo, kemudian ia tertawa sendiri ketika sesuatu terlintas dibenaknya. Jisoo yang mendengar, mengerutkan dahi. Kemudian ia menoleh ke arah Hyunjin.

" mulai gila " kata Jisoo.

" kita udah kaya suami istri, Kak. Kurang kopi aja sih. " goda Hyunjin, lagi-lagi hal seperti ini adalah hal yang biasa bagi Jisoo.

Bukan hanya Hyunjin yang terang-terangan menggoda Jisoo. Ada ayen, Han, dan juga Felix.

" balik lagi sana ke kamar, kayanya nyawa kamu masih tiduran dikasur. Jadi kebanyakan ngekhayal. "

Hyunjin tertawa " cepetan nikah makanya, biar gak aku godain terus. "

Jisoo mendengus, rasanya ingin sekali mengarahkan selang air yang tengah ia pegang ke arah Hyunjin. Tapi, pasti setelah itu Jisoo akan merasa lelah, karena ia harus membersihkan lantai rumahnya yang juga ikut tersiram.

" gak usah ngeledek, kalau ada yang mau pasti Kakak udah nikah. "

Hyunjin menahan tawanya. Bisa saja Jisoo berbicara. Hyunjin tahu betul, pria mana yang tidak mahu dengan sosok wanita mandiri seperti Jisoo. Bahkan dirinya saja siap jadi suami Jisoo, jika Jisoo bersedia menerima dirinya dan tidak mengganggap dirinya layaknya adik.

" kakak sih, anggep aku cuma adik, coba nganggepnya lain, pasti aku udah lamar kakak. "

Jisoo mendengus, " kamu mandi sana, pasti ngomongnya ngawur gara-gara belum mandi. "

" hahahahha .. " hyunjin kembali tertawa terbahak. Ia tahu Jisoo tak serius kala memakinya. " mau aku kenalin sama cowok gak, Kak. "

Jisoo mengerutkan dahinya " siapa ? " tanyanya.

" Bangchan " sahut Hyunjin.

Dahi Jisoo berkerut, Entah Hyunjin serius atau pun bercanda.

" kenapa, Kak. Kok diem ? " tanya Hyunjin begitu melihat ekspresi wajah Jisoo.

" dia masih terlalu muda. "

" beda 2 tahun sama Kakak. "

Jisoo menggelengkan kepalanya.

Hyunjin tertawa, ia sudah tahu pasti Jisoo akan menolak. Bangchan bukan pria pertama yang Hyunjin sarankan. Dan semua saran itu Hyunjin lakukan hanya dalam sebuah candaan.

menjadi kita ..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang