01. Awal

388 22 0
                                    

Suara langkah kaki yang menggema disepanjang koridor sekolah terdengar sedikit mengganggu, mengingat waktu sudah memasuki jam pelajaran. Seorang siswa dengan pakaian yang sedikit berantakan menjadi oknum kerusuhan kecil di pagi hari, tak lupa juga dengan seseorang yang berlari di belakangnya dengan sebuah rotan panjang ditangannya.

"Arjeno Dewangga!"

Brak!!

Dentuman keras antara pintu dan dinding membuat atensi seluruh tertuju padanya; ya, Arjeno Dewangga atau sering dipanggil dengan Jeno, remaja tujuh belas tahun yang berada ditahun kedua sekolah menengah atas, pandai di bidang olahraga dan bela diri terutama taekwondo.

Menjadi seorang atlet membuatnya seolah bebas keluar masuk sekolah, mengingat prestasinya diberbagai kejuaraan taekwondo membuatnya seolah kebal dengan aturan sekolah yang sudah sering ia langgar tapi pihak sekolah tidak berani mengeluarkannya karena embel-embel atlet berprestasi.

Dan ya seperti sekarang, jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan dan Jeno baru saja masuk, melenggang begitu saja dan duduk ditempatnya. Guru yang mengajar dan teman-temannya sudah paham betul dengan kelakuannya jadi tidak heran lagi.

"Jam berapa ini anjirlah, pagi banget lu berangkatnya." Sarkas teman sebangkunya.

"Hehe gapapa yang penting gua berangkat." Kekehnya.

Sementara itu orang yang tadi mengejar Jeno baru sampai dikelasnya, beliau ini adalah orang yang bertanggungjawab di bidang kesiswaan yang sebenarnya sudah muak dengan sikap semena-mena anak muridnya itu.

"Permisi Pak Bobby izin memanggil Arjeno Dewangga." Ucapnya.

"Silahkan, Pak."

Pak Bobby selaku guru yang mengajar mengiyakan.

"Jeno, keruangan saya sekarang!" Pintanya dengan tegas.

"Kenapa, Pak?" Jeno menjawab dengan pertanyaan kelewat santai.

"Kamu masih nanya? Kamu terlambat Jeno! Berapa kali kamu terlambat, hah!?"

"Bukan gitu, Pak. Saya kan tadi udah bilang kalo saya kelelahan pas latihan buat pertandingan jadi saya kesiangan bangunnya, Pak." Jeno memberikan alasan yang sama setiap saat.

"Dasar mentang-mentang kamu anak berprestasi jadi seenaknya-

"Pak sudah, biar Jeno saya saja yang urus lagipula saya juga yang bertanggungjawab atas latihan yang dilakukan Jeno tempo hari." Pak Bobby segera menengahi perdebatan yang terjadi sebelum perdebatan itu menjadi lebih serius dari ini.

Mau tidak mau, beliau mengiyakan, "Baiklah, Pak. Kalau begitu saya permisi." Ucapnya lalu pergi dengan wajah yang terlihat sangat kesal.

Sedangkan Jeno tertawa senang, lagi dan lagi dirinya bebas dari guru yang ia anggap menyebalkan itu.

"Arjeno Dewangga." Kali ini Pak Bobby yang memanggilnya.

"Kenapa, Pak?"

"Lain kali kalo telat pinter dikit jangan lewat gerbang utama." Ucapnya diakhiri senyum jahil.

Jeno tertawa pelan dan mengangguk menyetujui perkataan gurunya.

"Baiklah kita lanjutkan pelajaran kita sampai mana tadi?" Pak Bobby kembali melanjutkan pembelajarannya.

Setengah jam berlalu keadaan dibangku belakang tepatnya di tempat Jeno dan komplotannya mulai sedikit rusuh sedangkan Jeno sudah menelungkupkan kepalanya diantara lengannya dengan mata yang perlahan terlelap.

"Jen, woy! Malah tidur minimal buku gua jangan lu jadiin bantal elah."

Jeno bergumam, "Hmm minjem bentar, Na. Gua ngantuk banget ini."

FRATERNIZER | Dream Vers.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang