(10) Siksaan

16.4K 1.1K 13
                                    

Kalau ada typo harap maklum ya? Namanya manusia.

Happy reading ~

***

"Alex, sebenarnya... apa yang kau sembunyikan?" Safara menghela nafas nya panjang. Ingin sekali rasanya Safara meneriaki Alex dan menyuruhnya untuk jujur akan semuanya.

Safara sudah mencari rembulan, tetapi wanita itu tetap tidak bisa di temukan. Dengan kesal Safara memukul setir mobil didepan nya. Kemudian ia terdiam sebentar, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

"Renia 'kan? Gue curiga sama dia...."

Tak lama, Safara sampai di rumah Renia. Bagaimana Safara tau? Ingatan Aislin tiba-tiba datang begitu saja di kepalanya. Dan Safara tau sesuatu. Bahwa Renia kenal dengan Sesil. Dari ingatan pemilik tubuh tersebut.

"Semoga aja gue gak salah," gumamnya. Lalu memencet bell rumah yang lumayan besar itu.

Tak lama datang seorang pelayan wanita cukup muda. Mungkin seumuran Aislin?

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya nya sopan.

"Renia ada?"

Pelayan itu menggeleng. "Nona Renia sedang di kantor di saat jam segini," jawabnya. Safara mengangguk. "Katakan padanya nanti kalau Aislin datang berkunjung." Setelah mengatakan itu pelayan itu mengangguk, dan Safara pergi berlalu dari sana.

Di dalam mobil, otak Safara mencoba mencari sesuatu mengenai semua hal yang telah terjadi. Setelah kematian nya sebagai Syura, kemana Rembulan pergi? Dan... Gavin juga terlihat aneh.

Safara memberhentikan mobilnya. "Gila. Semua ini buat gue stress!"

Drtt... drtt...

Ponsel Safara berbunyi. Ia menatap ponselnya, kenapa Alex menelpon nya? Sungguh sangat langkah sekali.

"Halo?"

"Dimana kau? Sudah ku bilang 'kan. Kau belum sembuh, Aislin." Suaranya terdengar sangat menyeramkan saat ini.

"Kau bertanya?"

"Aislin, aku serius!"

Safara berdecak malas. "Oh, ku kira kau hanya pura-pura perduli," balasnya.

"Pulang sekarang! Atau kau-"

"Kau akan apa? Membuangku? Menceraikan ku? Baguslah. Aku jadi merasa legah sekarang!" Safara memutuskan panggilan telpon nya. Alex benar-benar menyebalkan, membuat mood Safara menurut drastis.

"Sekarang masih jam 15.25, gue mau pulang. Tapi males liat wajah Alex! Apa gue kerumah Ananda aja?"

***

"Anda berkunjung nyonya, Aislin?"

Safara mengeluarkan senyum Pepsodent nya ketika melihat wajah Ananda di depan pintu. Safara tersenyum lalu mengangguk. Ananda sempat termenung sebentar. Karena wajah wanita di hadapannya ini sangat cantik.

"Silahkan masuk." Ananda dan Safara masuk kedalam. Safara ingin bercanda ria seperti mereka saat SMA dulu. Tapi, ia sadar bahwa sekarang mereka sudah dewasa. Agak memalukan jika memakai bahasa lo-gue lagi.

"Ku dengar kau akan segera lahiran?" Safara memulai topik.

Ananda mengangguk. "Ya, aku sangat senang. Tapi di sisi lain aku takut...." Safara tau apa yang di maksud Ananda pun menggenggam tangan Ananda lembut.

"Tidak usah takut. Semua akan baik-baik saja. Takut itu hal wajar," ucapnya menenangkan. Ananda tersenyum, entah kenapa sifat Aislin sangat persis seperti sahabatnya. Cuek tapi perhatian, tidak banyak bicara, tapi bertindak dengan cepat.

Anansa tersenyum lembut, ia menatap Aislin dalam. Safara dapat melihat kilatan sedih dari mata itu.

"Nyony-"

"Jangan bilang Nyonya. Panggil Aislin saja." Safara menatap tegas Ananda.

"Maaf... aku belum terbiasa, hehe. Tapi, A-aislin. Kau benar-benar mengingatkan ku pada sahabat lama ku."

Safara terdiam sejenak, kemudian ia tersenyum. "Siapa? Dan di mana dia sekarang?"

"Syura. Dia itu dingin sekali, sifatnya yang cuek dan jarang bicara seperti memang melekat pada diri nya. Aku ingin sekali bertemu dengan nya. Tapi..., dia sudah tidak ada." Ananda menyandarkan tubuhnya di sofa. Menatap langit-langit ruang tamu, mengenang masa lalu.

"Kau pasti sangat ingin memeluk dia kan?" Ananda menoleh, ia menatap rumit Aislin.

Safara menatap dengan tatapan dalam. Ia tersenyum lembut dan merentangkan tangan nya di hadapat Ananda. "Peluk aku, anggap saja aku sahabat mu."

Ananda terdiam. Lalu dengan cepat ia memeluk tubuh Aislin, istri dari mantan kekasih sahabatnya itu. Ia menangis, entah kenapa ia seperti benar-benar memeluk sosok Syura. Ia sangat ingin menceramahi Syura jika ia disini. Ananda ingin menghentikan kematian sahabatnya jika ia bisa....

"Jangan nangis. Kau jelek kalau menangis, kasihan anak mu nanti." Safara tersenyum jahil. Ananda tertawa pelan. Ternyata istrinya Alex itu bisa menghibur orang.

"Entah kenapa, aku merasakan sahabatku ada di sini," gumamnya yang masih bisa Safara dengar.

Aku memang di sini, Ananda....

***

"ARGHH! SAMPAI KAPAN GUE HARUS TERKURUNG DI SINI, SIALAN!" wanita itu teriak meraung-raung di kamarnya. Ia menatap seluruh ruangan tempat itu.

"Sialan, sialan, sialan!" Ia menjambak rambutnya kencang. Kamar itu gelap walau hari siang. Tidak ada ventilasi di sana, membuat wanita itu pengap. Ia terduduk di sana sambil tertawa perih.

"Haha... gue pengen keluar."

Ceklek

"Pakaian anda nona." Seorang pelayan laki-laki memasuki ruangan itu. Ia meletakkan satu set pakaian di atas kasur yang berantakan itu. Wanita itu tidak menjawab. Setelah mengatakn itu pelayan itu keluar dan menutup kembali pintu dan menguncinya.

Wanita itu langsung berlari menuju pintu yang baru saja di kunci. Ia memukul-mukul permukaan pintu tersebut. "Keluar! Keluarkan gue!" Ia meraung-raung sampai terduduk lemas di lantai.

"Keluarkan gue... tolong." Suara itu semakin parau. Kegelapan selalu menyelimuti nya selama beberapa tahun ini. Ia ingin keluar dan mencari udara segar. Tapi itu percuma saja... mustahil.

Ia menatap baju yang terletak di sana. Kemudian melihat pakaian yang ia kenakan. Sudah sangat kotor dan bau. Ia berdiri dan mengambil pakaian itu untuk menuju ke kamar mandi.

Di kamar mandi hanya tersisa satu ember air saja. Di sana, air akan di isi satu minggu sekali. Ia tersenyum miris melihat diri nya sendiri saat ini. Sudah seperti orang gila.

"Lo jelek banget," katanya sendiri dan tertawa lepas.

Cahaya yang masuk di dalam kamar mandi hanya remang-remang saja. Segitu gelapnya ruangan itu. Ia menatap cahaya yang mengenai matanya. "Bunuh aja gue... kenapa harus di siksa kayak gini?" Lirih nya.

"Seseorang tolong gue... hahaha. Percuma! Keluarga gue aja gak ada yang perduli sama anak nya!" Ia teriak sangat kencang hingga menggema.

Ia keluar kamar mandi dan meletakkan tubuhnya di atas kasur yang kotor itu. Tangan nya terangkat. Dan terlihat jelas bekas luka hingga memar di sana.

"Bisa gak ya gue mutar waktu? Gue... menyesal."

Seorang pria menatap rekaman CCTV di hadapan nya. Pandangan tajam dan dingin ia layangkan untuk wanita tersebut. Ingat, ia tidak akan membiarkan semuanya begitu saja. Nyawa harus di balas nyawa bukan? Tapi dia lebih kejam. Siksa dulu, sampai ia berpikir, mati lebih baik.

Satu sudut bibirnya terangkat membentuk seringai. "Teruslah tersiksa sehingga kau menginginkan kematian."

Ia mematikan rekaman langsung itu. "Benar 'kan, Rembulan?"

Bersambung....


Dia SAFARA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang