A Beautiful Day With Marvel (1)

14.5K 1.1K 43
                                    

A Beautiful day with Marvel (1)

Ancaman yang disertai aksi nakal Marvin tidak begitu saja membuat Hazel tidak berkutik. Dia masih berusaha merebut kembali pakaian dalamnya yang masih dikuasai Marvin. Dia tahu Marvin memiliki sifat kekanak-kanakan, tapi tidak disangkanya akan separah ini. Emosi berpadu rasa malu, mau tidak mau menimbulkan lengkingan histeris Hazel.

Demi Tuhan. Itu pakaian dalam...

Marvin mungkin telah kehabisan akal. Tapi bukan begini juga caranya.

Kalau saja tidak mengingat umur, Hazel sudah akan mengejar Marvin hingga mereka akan terlihat seperti dua anak kecil yang tengah berebut mainan. Dia hanya bisa berteriak marah, tapi sayangnya Marvin enggan menghiraukan.

Akhirnya Hazel pun mengalah.

"Oke. Kamu boleh main sama Marvel."

Marvin belum mengembalikan barang pusakanya, jadi Hazel mengulang sekali lagi. Gurat wajah Marvin berbalut senyuman.

"Thanks," Marvin membiarkan saja Hazel merebut pakaian dalam dari genggamannya. Dia ingin menggoda Hazel sekali lagi, namun diurungkan niatnya. Kejadian tadi rasanya sudah lebih dari cukup untuk meloloskan keinginannya.

Marvel come to ayaaaah...

***

"Oom lampok?"

Dua kata singkat itu menyambut Marvin. Jagoan kecilnya sedang duduk manis memakan biskuit. Lego yang tadi dimainkan sudah membentuk susunan menyerupai candi, namun terlihat belum selesai.

Ghhrrr... Hazel harus membayar mahal untuk julukan memalukan itu.

"Oom bukan rampok, Marvel." Marvin duduk di dekat Marvel. Ajaib, Marvel tidak melarangnya dan tetap lahap mengunyah biskuit.

Mungkin tidak sulit mengambil hati anak ini. Dari gerak-geriknya saja Marvin sudah tahu karakter anaknya. Sama persis dengannya ketika kecil. Setidaknya jika mengingat cerita mama.

"El makan apa?"

"Bissss...kuit," jawab Marvel singkat, dan menggigit lagi biskuit yang sudah melempem sebagian.

Kasihan. Biskuitnya yang murahan pula. Kalau ada biskuit dari emas, Ayah bakal beliin untuk Marvel.

"Enak ya?" Marvin semakin mendekat. Membersihkan remah-remah biskuit di sekitar pipi dan mulut Marvel.

Sentuhan yang menghangatkan hatinya.

"Enak."

"El sukanya makan apa?"

Marvel melihat ke atas, seolah mencari jawaban.

"Teluuul, bisss..kuit, see...mua El sukaa,"

Kok samaan dengan ayah, El? Ayah pemakan segala juga lho.

"Es krim?"

Marvel mengangguk.

"Kalau mainan. El sukanya apa?"

"Noo..bil!" (mobil)

"Kalau gitu, gimana kalau kita jalan-jalan. Nanti Oom beliin mobil-mobilan."

Marvel memasukkan sisa potongan biskuit ke dalam mulutnya. Kini mulutnya bergerak susah payah menelan biskuit. Marvin mengambilkan gelas berisi air minum untuk memudahkan Marvel menelan makanan.

"El pelan-pelan makannya." Marvin menarik dua lembar tissue dari kotak tissue yang tersedia di meja dan menyeka wajah Marvel sampai benar-benar bersih.

"Oom, ayoo,"

Ajakan Marvel untuk pergi, sentuhan tangan mungil di pergelangan tangan, menjadi isyarat yang baik untuk mereka. Marvin tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.

"Pamit sama bunda dulu ya?"

Marvin menggandeng Marvel sampai ke ruang makan. Hazel yang berada di dapur keluar untuk melihat Marvel sejenak.

"Aku mau bawa Marvel jalan-jalan."

"Nda, salim." Marvel mendekat dan menempelkan tangan di dahinya.

Untuk beberapa saat Hazel masih berpikir cukup keras. Hanya karena keteledorannya pada saat menjemur tadi, kini Marvin dengan mudahnya bisa mendekati Marvel. Masih tersisa kesal, tapi dia tidak mungkin melanggar kesepakatan. Marvin memang licik!

"El jangan nakal ya,"

"Iya, Nda."

Masih dengan sikap tidak rela, Hazel berbalik mewanti-wanti Marvin. "Kamu harus balikin Marvel sebelum jam 12 siang."

"Oke,"

"Awas kalau kamu bawa Marvel pergi. Aku nyimpen no kantor polisi di ponselku. Telat semenit saja kamu balikin Marvel, kamu tau konsekuensinya."

"Iyaaa, bundaaa," balas Marvin masih dengan sikap jail. Hazel hanya bisa menggeram dalam hati.

Marvel nampak senang diajak pergi. Harus diakui Hazel, anaknya itu sangat mudah dibujuk. Kemarin dia sudah mengajarkan Marvel untuk menyebut Marvin sebagai Oom rampok, namun hanya berselang sehari, Marvel dengan mudahnya menuruti Marvin yang mengajaknya jalan-jalan.

Marvin menuntun Marvel dengan sabar menuju mobil yang terparkir di depan rumah.

"Dadaah Bundaaa," Marvel melambaikan tangan ketika sudah masuk ke dalam mobil. Dilihatnya Marvin memasangkan sabuk pengaman untuk si kecil.

"Dadaah Sayang," Hazel membalasnya. Dari belakang kemudi, Marvin mengacungkan jempol, dan mulai menyalakan mesin mobil.

***

Marvin sudah merencanakan sebuah mall sebagai tempat hangout perdananya bersama Marvel. Sepanjang perjalanan Marvel begitu antusias. Sesekali Marvel menyanyi sambil bertepuk tangan. Lagu Balonku dan Pelangi dinyanyikan berulang-ulang dengan lancar.

Setelah memarkirkan mobil di areal parkir, Marvin segera mengajak Marvel turun.

"Ayo, El. Ay...eh Oom gendong,"

Marvel sekilas ragu, tapi akhirnya membiarkan Marvin menggendongnya, kemudian menurunkannya setelah mereka masuk ke dalam mall.

Suasana natal dan tahun baru masih terasa di sana. Suara dentuman musik dan hawa dingin menyambut mereka. Entah sudah berapa lama, Marvin tidak pernah menginjakkan kaki di dalam mall. Tujuannya hanya ingin mengajak Marvel bermain di areal bermain anak, kemudian mengajaknya makan siang bersama.

"El mau main?" Marvin menunjuk ke area wahana bermain. Sebelum pergi tadi, Hazel sudah memberikan batasan bagian mana saja yang boleh dan tidak boleh didatangi, termasuk area mandi bola yang katanya sarang bakteri.

"Mauu," balas Marvel antusias.

Marvin pun menggandeng Marvel menuju pintu masuk, tempat dua orang karyawan berjaga. Salah satunya mulai mencatat nama Marvel.

"Duh, lucunya anaknya, Pak. Ganteng." Karyawan dengan nametag Desy yang berdiri di dekat meja mencubit pipi Marvel.

Siapa dulu dong ayahnya?

"Makasih, tante," Marvel menggumam dengan malu-malu.

"Oke. Silahkan."

Marvel berbalik menatap Marvin.

"Oom ayoo,"

Hazel's Wedding Story (Second Impression) SUDAH DIBUKUKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang