IV. Dunia Dalam Kanvas (2)

265 39 8
                                    






“....”

Ada yang tak beres.




Amato bengong, dengan wajah yang terheran-heran, ia melihat Taufan yang duduk dengan keringat bercucuran. Sementara tangannya menggenggam jemarinya sendiri. Gagap, ia tampak seperti hendak membuat pengakuan dosa. Bahkan wajahnya pucat membiru.

“A-a-yah.”

Sementara Halilintar dan Blaze, beserta Solar. Mereka melongo, sama bingungnya dengan Taufan. Biasanya Blaze sibuk mengembara di hutan borneo, dan Solar mondar-mandir keliling dunia dengan polaroid. Tapi kali ini mereka berdua mendapatkan pesan darurat oleh kakak mereka itu, membuat keduanya dalam sekejap menginjak pelataran rumah.

“....” Taufan terdiam lagi. Ia menunduk.

“Kak..” Solar udah meringis. Ia jadi terbawa suasana. Sementara Blaze dengan santainya justru mencomot cookies diatas meja.






“Taufan.. Anu..”

Halilintar berdecak, ia menggerakkan kakinya. “Apa Fan? Ngomong aja.”

“A-..” Taufan tidak bisa melanjutkan kata-katanya, ia merosot di sofa. “...”



Halilintar tidak suka digantung begini. “Fan.. Apa si? Coba bicara. Kalau diam terus—”

“Paling lagi seneng ama orang,” Blaze menjawab santai. Solar seketika tertawa kecil mendengar gurauan itu. Sementara Amato hanya tersenyum mendengarnya. Halilintar menggaruk tengkuk. Haish?

“....” diluar dugaan. Taufan mengangguk cepat, dengan wajah yang memerah. “Aa— itu!”





Dan hebohlah.

“SPILLL SIAPAAAA!!!?” Blaze berteriak sambil melompat ke meja. Menatap lurus wajah Taufan yang melonjak kaget.

Solar hanya membengong disana. Otaknya berisi teori alam semesta dan keadaan bumi dicipta sekarang. Error.



Halilintar menganga. Oh. Ini. Seperti. Mimpi.

Amato berdehem. “Jadi..?”



“Ya.. Boleh nggak?” Taufan bertanya ragu. Aduh, lucu, kayak anak kecil mau minta permen. Izin dulu. Dengan izin yang imut-imut, mata sayu, dan wajah 100% gemes.

“....” Blaze dan Solar berpandangan. Bagi mereka, wajah Taufan seperti orang belum siap nikah. Terlalu gemes untuk memegang title suami.

Sementara Halilintar yang pada dasarnya ga kuat ama yang gemes-gemes udah terjungkal dengan wajah merah. Ga bisa. Ga bisa. Ini sangat lucu.

“Waduh kak Alin mati,” Blaze cekikikan. Yang segera diberi tabokan cinta oleh Solar.





Amato memegang wajahnya. “... Taufan?”

“Iya?” Taufan tersenyum ragu.






Yah.. Selama di rumah, Amato mengenali baik. Karakter anak keduanya ini. Yang susah mengungkapkan perasaannya sendiri, bahkan hampir tak pernah bicara selain pada keluarganya. Dicurigai dia hanya cinta sepihak. Terlebih keterbatasan yang Taufan miliki, tidak semua orang bisa menerimanya. Diluar keluarga, hanya Beliung dan Rimba yang bisa bergurau ria dengannya.

consequence | amato  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang