"Mari hidup penuh sepenuh-penuhnya setiap hari."
***
"Ven! Lo kabur bawa vinyl-nya Westlife ya?!"
Royan akan selalu menjadi Royan.
Royan akan selalu percaya sama penjelasan mantan bos gue yang cebol, pelit, tukang gosip di Record Store Nostalgia Suara. Makanya gue memutuskan untuk berhenti bekerja dan memulai perjalanan baru. Gue mau pergi 'sementara' dari Bandung dan lalu lintasnya yang parah, terutama Simpang Lima.
Kalau ada yang membuat gue bisa menetap lebih lama di Jogja, gue harap that's worth to experiencing.
"Udah gue bilang itu punya gue! Itu milik gue dari dulu! Dia yang asal claim!" jawab gue kesal lewat telepon.
"Bohong lo! Cepetan balik Bandung! Gue gak mau tau lo harus tanggung jawab!"
Gue akhiri panggilan karena berdebat dengan Royan gak pernah berakhir baik untuk hubungan kita berdua.
Di dalam kereta yang berjalan menghampiri Jogja, gue duduk tepat di sebelah bapak yang tertidur dengan tasnya ditaruh di depan—karena kereta bukan tempatnya orang jujur dan suci.
Gak ada tempat yang penuh dengan orang-orang suci karena kita semua pendosa.
Itu terbukti waktu gue lihat seorang laki-laki berpostur kurus kering menatap tas selempang seorang cewek berambut panjang coklat yang terbuka lebar begitu saja. Gue gregetan waktu tangannya diam-diam hendak masuk ke dalam tas itu.
"Woy!" Gue berjalan tergesa di dalam kereta yang melaju cepat waktu si kurus krempeng itu berhasil mengeluarkan dompet navy dari tas cewek buta yang gak bisa lihat tasnya terbuka.
Si kurus gelagapan sambil masukin dompetnya ke dalam tubuh lewat kerah baju. Alhasil, kebodohannya membongkar aksi pencurian barang itu karena dompetnya terjatuh ke gerbong kereta.
"Minimal nyuri otaknya dipake sedikit! Lo kira lo pake kutang nyembunyiin curian di sono!" Gue menoyor kepala si kurus sambil meraih dompet navy yang kelihatannya udah gak layak pakai itu, lanjut memberikannya ke si pemilik.
"Hey, itu punya saya!" Si kurus merebut.
"Si tolol!" Gue sekali lagi menoyor kepalanya sedikit lebih kasar sampai beberapa penumpang kereta melotot dan menatap gue sebagai manusia yang lebih hina dari manusia kurus di depan gue.
Nyatanya gue cuman pengen pencopet ini mikir kalau dia udah jelas banget nyuri.
"Anjing!" Gue reflek memekik saat si kurus itu ninju pipi gue.
Sakit banget waktu pipi gue bertabrakan sama buku-buku tangannya yang cuman sisa tulang-tulang itu.
"Lo apa-apaan!" Gue mendorong tubuhnya yang begitu mudah terhempas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Sekat
RomancePerbatasan yang menandakan bahwa apa pun yang terjadi, kita tetap terpisah. (If We Didn't Meet Spin-Off) Ditulis dengan sejuta cinta mulai Desember 2023 sampai hari ini.