[OHMNON] ⅓ prolog

32.1K 175 5
                                    

[OHMNON]

Judulnya nanti ketebak ko kalo udah baca :)

karena kering moment, mari buat moment sendiri :'

-

•-•

-

•-•

-

•-•

-

•-•

-

•-•

-

•-•

-

•-•

-

•-•

-

•-•

-

•-•

-

Nanon Korapat Vihokratana

Entah kebahagiaan apa yang Tuhan janjikan,
sampai ia mau untuk terlahir di dunia yang nyatanya sekejam ini padanya.
Entah keindahan takdir yang seperti apa yang Tuhan perlihatkan,
sampai ia memilih untuk terlahir dalam alur takdir tanpa kebahagiaan seperti ini.

Hidup tanpa kasih sayang orang tua dan dianggap sebagai penyebab kematian sang Papa oleh Ayah kandungnya sendiri adalah dua hal yang selalu menjadi bayang-bayangnya untuk mengakhiri hidupnya.

Ia tidak pernah meminta untuk dilahirkan, dia juga tidak pernah memilih mau lewat rahim mana ia terlahir.

Tapi mengapa?
Tapi mengapa kelahirannya begitu dibenci?
Apakah kematian sang Papa adalah kesalahannya?
Bahkan jika saat itu memungkinkannya untuk bisa memilih, ia lebih memilih untuk dia yang pergi atau ia pergi bersama sang Papa dari pada harus hidup dengan dianggap sebagai pembunuh.

22 tahun ia hidup,
22 tahun juga ia hidup tanpa kasih sayang sang Ayah. Ayahnya memang mencukupi segala kebutuhan finansialnya secara utuh, bahkan tanpa kekurangan sedikit pun. Ia memang mendapatkan semuanya, kecuali kasih sayang dari laki-laki paruh baya itu.

Berbagai mendali ia raih, segala prestasi ia usahakan, hanya untuk mendapat sedikit lirikan dari sang Ayah.
Tapi nyatanya apa?
Semuanya nihil, seakan hal itu adalah sebuah kemustahilan yang ia harapkan.
Jangan kan lirikan, sekedar ucapan selamat saja tidak pernah terlontar dari bibir sang Ayah.

22 tahun juga Nanon hidup tanpa bertegur sapa dengan sang Ayah. Hidup serumah, tapi seperti dua manusia asing yang terpaksa untuk tinggal seatap . Padahal darahnya juga mengalir dalam diri sang putra.

Hari ini adalah hari tepat dimana ulang tahunnya yang ke-22 tahun.
Hari dimana untuk pertama kali dirinya menghirup udara semesta dan juga yang berarti hari terakhir Papanya hembuskan nafas.

Hari sudah berada ujung waktu, tapi lagi dan lagi tidak ada ucapan selamat ulang tahun dari sang Ayah. Nanon cukup dewasa, untuk mengerti luka yang dirasakan oleh Ayahnya. Nanon juga tahu, mungkin mengucapkan kata selamat di hari kematian suaminya membuat Ayahnya seperti menabur garam pada lukannya yang masih basah..

Tapi apakah mereka tidak bisa berbagi luka itu?

Perihal kata kehilangan, Nanon juga kehilangan Papanya sepeti Ayah Tay yang kehilangan suaminya.

Lukanya juga sama sakitnya dengan sang Ayah, tapi mengapa semesta sebegitu hebatnya melukai dari dua sisi.

Nanon tidak perlu pengakuan dunia.
Ia hanya perlu pengakuan sang Ayah yang menganggap dirinya sebagai seorang anak, darah dagingnya.

MPREG !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang