1. Ternyata Kalem?

887 153 21
                                    


Minho tidak pernah berpikir bahwa ia bisa naik mobil mewah seperti ini. Ditambah lagi banyaknya camilan yang hampir ia habisi semuanya. Belum bekerja saja dirinya bisa mencium aroma-aroma masa depannya yang cerah. Kaya tanpa bekerja keras pikirnya.

Satu lagi, pekerjaan ini mengharuskannya pindah untuk ikut tinggal bersama majikannya dan selama satu bulan ia hanya diberikan waktu libur sehari. Bagi Minho itu sangat sadis. Namun jika pekerjaannya semudah ini, maka sepertinya ia akan betah. 

Barang-barang yang ia bawa tidak terlalu banyak, namun menjadi susah karena ia membawa ketiga kucingnya ditambah lagi barang-barang untuk kucingnya yang bahkan lebih banyak dari barangnya sendiri.

Mobil hitam itu masuk ke pekarangan rumah yang sangat asri. Rumahnya tidak sebesar yang Minho bayangkan, tidak seperti rumah-rumah bak istana megah. Ini hanyalah sebuah rumah lantai 2 yang sialnya sangat keren di mata Minho. Ternyata yang seperti ini lebih menarik perhatiannya. Dan yang paling penting, halamannya luas. Sangat luas. Ditumbuhi rumput hijau yang terlihat sangat terawat, tanaman-tanaman yang Minho tau harganya cukup gila, juga pohon palem yang membuat halaman ini sungguh cantik.

"Kenapa ngga lo jual aja sih tuh kucing-kucing?" Chris misuh-misuh sambil membantu mengeluarkan tas besar Minho. Mana mau membantu membawa kucing-kucing gila itu.

"Kalau dijual, sama aja ngebuang keberuntungan gue." Jawab Minho santai sambil asik memperhatikan sekitar.

"Etttt! Lo ngga tinggal di rumah utama. Ada rumah kecil di belakang, kamar kita sebelahan btw." Chirs menghadang Minho yang sudah berjalan dengan percaya diri menuju rumah utama.

"Lah? Lo tinggal di sini juga? Kan supir doang? Ngapain pake nginep segala?"

Chris menghela nafas lelah. Sepertinya Minho sangat meremehkan boss kecil mereka. "Jangan salah, meskipun gue supir gue mesti sedia 24 jam. Ga tau aja lo, pintu kamar gue pernah digedor jam 2 pagi. Tu anak minta dianterin ke abang-abang nasi goreng yang khusus bukanya malem."

Minho menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. Melihat seberapa masam wajah Chris saat ini ia mulai manyesali keputusannya. Apakah calon bos kecilnya ini sebegitu ajaibnya? apakah nakal sekali? apakah sangat menyebalkan? hah.... Minho tidak menyukai sesuatu yang menyebalkan.

Rumah kecil di belakang rumah utama tidaklah sekecil yang Minho bayangkan. Nyatanya bangunan di depannya ini lebih besar dari rumahnya. Setidaknya lingkungan tempatnya tinggal sekarang sangat nyaman, luas, banyak tanaman. Minho pasti akan sehat karena menghirup oksigen yang bersih setiap hari.

"Nih kamar lo. Kamar gue di sebelah. Beresin barang-barang lo, terus mandi yang bersih, jangan lupa ganti baju juga. Bos kecil alergi bulu kucing."

.

.

.

Minho dan Chirs berjalan memasuki rumah utama melewati pintu belakang. Mereka tampak bersih dan rapi, siap untuk menemui sang majikan. Sampai di dekat dapur mereka menemui seorang wanita paruh baya yang sedang sibuk dengan sesuatu.

"Eh! Mas Chris sudah sampai!" Wanita itu mengampiri Chris lalu berganti menatap Minho. "Ini teh calon asistennya aden?"

Chris mengangguk dan tersenyum ramah. "Kenalin ini Minho, bi. Seumuran sama Chris."

"Wah, salam kenal mas. Mas bisa panggil bibi, bi Ranum kalau aden biasanya manggil bi Anum." Bi Ranum mengambil tangan Minho untuk di jabat.

"Pak Jackson di mana, bi?" tanya Chris.

"Bapak udah nunggu di ruang keluarga, mas. Langung disamperin aja."

"Oke, bi. Kita pamit dulu yaa."

Setelah berpamitan dengan Bi Ranum, Chris memimpin jalan ke ruang keluarga sementara Minho asik memperhatikan interior rumah yang menurutnya sangat keren. Pikirannya sudah berkelana jauh, inginnya menerapkan interior ini pada rumah barunya nanti.

Little BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang