3

69.3K 1.4K 18
                                    

Di dalam mobil, Ibra terlihat kacau. Dia mengacak rambutnya bingung. Halim yang ada di balik kemudi pun tidak berkomentar, dia juga cukup kaget mengetahui fakta jika bosnya itu kerap celup-celup pada calon istrinya.

Walapun kenyataan itu masih berbentuk opini, tapi melihat kekalutan Ibra, Halim yakin jika apa yang dokter Prata katakan adalah benar. Mengingat, bulan lalu Ibra dan Inka berlibur bersama di Thailand.

Sesampainya di kantor, Ibra langsung mencari adiknya. Dia ingin menanyai alamat Vanya. Ibra yakin jika bukan Inka yang mengandung, melainkan Vanya. Selama ini dia dan Inka belum sampai ke tahap itu. Mereka memang kerap bermesraan, tapi tidak sampai berhubungan badan. Itulah kenapa dia heran, kenapa sampai kelepasan dan tidak bisa menahan diri saat bersama Vanya. Padahal saat sama-sama telanjang dengan Inka, Ibra tetap bisa menahan hasrat binatangnya.

Mungkin benar karna pengaruh alkohol. Tapi masalahnya, kenapa mereka sama-sama tidak ingat bagaimana dan kenapa mereka bisa berada di hotel saat itu?

Ibra sedikit menyesalkan sikap Vanya yang langsung memutuskan untuk melupakan semuanya, padahal mereka masih harus membicarakan banyak hal untuk kedepanya. Salah satunya kemungkinan seperti ini, bagaiaman jika perempuan itu sampai hamil nantinya?

Jujur, Ibra sendiri memang tidak pernah berfikir Vanya akan sampai mengandung anaknya, mengingat dia juga tidak sadar apakah mengeluarkan di dalam atau di luar. Ditambah, Vanya adalah orang pintar, seharusnya perempuan itu segera mencari obat pencegahan pagi itu.

Sampai di ruangan adiknya, Ibra mendadak bingung. Dia tidak mungkin langsung menanyai adiknya soal Vanya, bisa-bisa Jessi akan curiga. Melihat gelagat Jessi yang acuh tak acuh, membuatnya yakin Vanya tidak menceritakan masalah mereka pada adiknya itu.

"Kenapa sih, Mas?" kaget Jessi ketika Ibra masuk ke ruangannya tanpa mengetuk. Dia yakin Ibra akan memarahinya karna tidak datang mengepas baju lagi kemarin. "Masalah baju?"

Ibra berubah kelu, dia bahkan tidak tahu baju apa yang dimaksut adiknya.

"Nggak. Hem, Mas mau pinjem hp kamu. Hp mas hilang."

Kening Jessi mengkerut. Seorang Ibra meminjam ponselnya? Tidak ingin memperpanjang, juga sepertinya Ibra menemuinya bukan membahas masalah baju, Jessi segera menyerahkan poselnya.

Ibra yang mendapat ponsel adiknya segera mengontak-ngatik sebetar, lalu kembali meyerahkan pada Jessi dan pergi.

Jessi semakin dibuat bingung oleh Kakaknya, dia merasa aneh tapi juga tidak peduli. Lebih baik dia segera menyelesaikan perkerjaan dari Halim, sebelum laki laki itu kembali mengomel. Lalu segera pulang untuk menemui Vanya yang tadi menitip es cendol padanya.

Sampai di ruangannya, Ibra mengirim nomor ponsel Vanya yang dia curi dari adiknya pada Halim, meminta asistennya itu untuk segera mencari alamat rumah Vanya.

Setelah menunggu beberapa saat, Ibra mendapat balasan dari Halim. Tapi saat dia ingin segera menemui Vanya, pintu ruanganya terbuka, muncul Inka dengan wajah cemberutnya.

"Kenapa?" tanya Ibra. Jujur dia tidak ingin diganggu oleh siapapun saat ini, termasuk Inka, calon istinya.

"Kok respon kamu gitu sih? Kamu nggak senang aku datang?" Inka yang sudah cemberut semakin cemberut. Padahal dia datang untuk mengadukan perihal calon adik iparnya yang susah sekali di atur untuk pergi mengukur baju.

"Bukan gitu, aku sibuk. Banyak pertemuan."

"Padahal aku cuma mau cerita kalau Jessi ngelawan aku, aku nggak suka."

Ibra menghela nafas pelan. Lagi-lagi masalah adiknya. Sejak awal dia berkencan dan memutuskan untuk berencana menikah dengan Inka, Jessi memang sosok yang selalu di permasalahkan oleh Inka. Padahal, Jessi tidak melakukan apapun, dan Ibra pahama akan adiknya. Tapi, Inka yang bersikap dominan dan ingin semua terlihat sempurna, selalu mengatur segala hal di bawah kendalinya. Dan Ibra tidak suka itu.

My best friend BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang