Kali ini pagi menjemput. Setelah lepas dari tempat abu-abu tadi, diriku langsung menuju lantai yang ingin kutuju. Lokasi di mana kebenaran mengenai takdir kehidupanku berada. Lantai limapuluh, tempat terakhir dari tower ini yang harus aku tuju, sekaligus tempat yang kubaca di dalam lembaran kertas tadi.
Beberapa kali aku mendengar suara seperti lembaran kertas yang bergesekan, tetapi aku memilih melanjutkan perjalanan. Sebab aku tahu, mungkin di tempat lain, plot novel sedang berjalan. Entah bagaimana aku bisa terlepas dari pengaruh yang biasanya mengendalikan tubuhku. Berada di dalam tower ini membuatku nyaman karena jauh dari mereka yang terlibat langsung dengan takdir.
Mataku berkedip begitu melihat cahaya yang sangat cemerlang di depanku. Beberapa detik aku berdiri setelah membuka pintu demi menetralisasikan penglihatan. Semua hal itu berhasil saat seluruh pandanganku menangkap pemandangan penuh pepohonan merah muda terlihat sangat indah. Setelahnya, cahaya silau tadi perlahan mengghilang. Aku memperhatikan jalan setapak yang ada di depanku. Terdapat bangunan megah dengan kubah bulat yang memantulkan gemerlapnya matahari siang hari. Lalu, tidak jauh dari kubah itu terdapat reruntuhan patung manusia yang beberapa bagian tubuhnya berserakan di sekitar jalan setapak.
"Lantai empatpuluh sembilan. Lantai yang tidak bisa aku selesaikan selama beberapa tahun lamanya."
Aku masih mengingat tempat ini dengan jelas. Dan aku masih belum lupa dengan kejadian terakhir kali yang membuatku keluar dari tower. Tempat ini memang sedikit tenang. Tidak ada monster atau hal-hal berbahaya seperti beberapa lantai di bawahnya. Bahkan boss monster yang ada di dalam ruangan itu tidak begitu kuat. Namun, ada satu hal yang selalu menjadi mimpi buruk untuk tempat yang tenang ini.
Imajinasi tanpa ujung yang membuat orang-orang terlena. Tempat yang kami sebut sebagai The Empty ini hanya menyisakan banyak pertanyaan. Tidak ada jawaban pasti untuk naik ke lantai limapuluh. Tidak ada pintu yang terhubung ke sana. Bahkan setelah monster terakhir dibunuh. Hanya pemberitahuan bahwa lantai selanjutnya adalah lantai terakhir dari tower ini. Setiap waktu yang dihabiskan terlalu lama akan membuat pikiran semakin kacau. Apalagi boss monster yang selalu bangkit setelah beberapa hari dikalahkan. Tempat ini seperti kebenaran tanpa ujung.
Mungkin orang-orang akan terperdaya dan menjadi gila jika berada di tempat ini lebih lama, gumamku dalam hati.
"Ada teka-teki juga di tempat ini setelah mengalahkan monster di dalam bangunan itu." Aku menoleh menyaksikan banyak pohon berdaun merah muda yang mulai meleleh saat angin berembus pelan. "Apa aku bisa mengalahkannya tanpa bantuan Eric?"
Tidak. Aku harus mandiri. Tanpa bantuan Eric pun aku bisa. Bahkan kekuatanku dapat menghancurkan hampir setiap monster yang ada di dalam tower ini. Bukan sekali atau dua kali aku bertarung dengan boss monster The Empty. Aku telah mengenal gaya bertarung serta pola serangan makhluk hijau itu. Untuk apa aku terlalu memikirkan hal lain jika tujuanku telah mantap sejak awal.
Aku mulai berjalan. Sesekali hatiku terasa sakit saat mengingat kenangan yang sempat aku buat bersama Eric di tempat ini. Ada banyak hal yang mengganggu pikiranku, tetapi aku harus kuat. Untuk membalaskan dendamku dan menghancurkan semuanya tanpa adanya penyesalan. Walau aku tahu semua orang yang ada di Camelot terlibat dalam plot novel yang dibuat Penulis. Aku tetap ingin mengacaukan cerita dan takdir yang coba ia buat untuk dunia ini.
Aroma amis darah kucium saat aku melewati beberapa patung manusia. Aku melihat ada beberapa bekas bercak darah yang menempel di sana. Seketika membuatku teringat dengan monster itu yang menciptakan bawahan melalui jiwa-jiwa manusia yang mati di tower ini.
Aku merasa semua itu semakin jelas saat mendekat ke arah gerbang yang berukiran bunga mawar dan didekorasi keemasan. Ada banyak goretan pedang di sana. Waktu di tempat ini seolah berhenti saat aku merasakan aura yang sempat kukeluarkan pada umur limabelas tahun. Sedikit samar memang. Namun, tempat ini seolah menyimpan waktu yang terus berjalan. Bahkan sejak di perjalanan tadi. Aku merasakan bahwa waktu di tower ini telah berhenti, dalam arti lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiran Sadboy Terjebak Dalam Novel Mainstream [Season 1 End]
FantasyArvel Lindenheart, menjadi putra mahkota di dunia tempat pembuangan akhir dari sisa-sisa garis dunia-cerita-yang telah berakhir. Setelah mengetahui bahwa dunianya ada di dalam novel, dia berusaha memecah batasan dinding keempat. Tanpa disadari, tak...