Raja Arthur menarik kerah baju milik Arvel. Membuat pemuda tersebut langsung berdiri. Genggamannya yang kuat menyebabkan tubuh remaja laki-laki itu tidak menapakkan kaki di atas tanah. Samar-samar, suara Pak Tua Merlin terdengar ketika Raja Arthur hampir membanting tubuh Arvel yang mulai melemas, karena tidak tahan dengan tekanan yang diberikan orang itu.
"Hentikan dasar badebah!" Pemiliik mage tower itu berteriak saat pintu aula pesta dansa terbuka.
Orang yang membawa staff obsidian tersebut memasuki ruangan dengan tergesa-gesa. Penampilan yang berantakan serta rambut beruban panjang yang tidak diikat, membuat orang yang melihatnya yakin bahwa kakek itu tidak bersiap terlebih dahulu setelah melakukan penelitian di dalam mage tower.
Wajah keriput dan pupil biru laut itu menatap tajam ke arah pusat dari kekacauan pada malam hari ini. Lingkaran sihir seketika terbuat di sekeliling tubuh Arvel. Pemuda itu sontak melayang karena sihir yang diberikan oleh kakek itu.
"Kamu ingin membunuh anakmu sendiri?" tanya Pak Tua Merlin dengan ekspresi marah yang tercetak di wajahnya.
Tidak berselang lama. Raja Arthur melepaskan tangannya di kerah Arvel juga menghilangkan aura pembunuhan yang tadi ia pancarkan. Wajah tuanya masih memerah diikuti oleh urat-urat yang menonjol di bagian dahi dan rahang. Setelah beberapa waktu, keheningan mulai terasa begitu Arvel kembali menginjakkan kakinya di atas lantai ballroom.
Arvel yang hanya mendengar suara milik Pak Tua Merlin hanya dapat mengembuskan napas lega. Setelah merasa takut dengan eksistensi Raja Arthur di depannya. Ia pun kini dapat berdiri dengan sedikit percaya diri. Setidaknya, ada satu petinggi Camelot yang selalu berada di pihaknya.
"Aku tidak tahu kau begitu gegabah seperti ini."
Pak Tua Merlin mendekati tubuh Arvel. Seketika, orang-orang yang tadi sempat menghujat pemuda itu diam tak berkutik, menyaksikan seseorang yang lebih kuat dari Raja Arthur datang membuat pembelaan yang spektakuler. Gosip tentang kekasih Raja Arthur saat di medan perang duapuluh tahun silam, kembali terlintas di kepala para bangsawan yang menyaksikan kekacauan di dalam ruangan pesta dansa kerajaan. Rumor tanpa dasar yang mengatakan bahwa anak rahasia Penyihir Agung Merlin lah yang tidur dengan raja di medan perang sempat terdengar beberapa tahun terakhir.
Seolah menjadi rahasia umum. Kini berpihaknya pemimpin penyihir yang seharusnya netral kepada politik Camelot, membuat beberapa bangsawan saling berbisik. Apalagi semua itu dilakukan secara terang-terangan. Walau begitu, tidak ditemukan bukti konkrit bahwa Pak Tua Merlin telah menikah dengan seseorang. Bahkan anak rahasia itu pun tidak pernah terungkap. Seolah hanya rumor angin yang beredar.
"Kau harus bersikap adil, Arthur. Sebagai pemimpin, setidaknya kau harus mencari jawaban bukan hanya dari satu pihak saja. Tetapi juga dari pihak lainnya." Pak Tua Merlin melirik anak dari temannya yang kini tumbuh sebagai orang terpandang di seluruh Camelot.
Arvel berkedip saat pemilik mage tower mendekati ayahnya. Sontak pemuda itu memberikan sedikit jarak agar keduanya dapat mengobrol secara tatap muka. Setelah dia bergerak ke sisi kiri. Laki-laki pemilik pupil merah itu melirik Eric yang masih duduk tertunduk di belakang tubuh Raja Arthur. Tanpa sadar, Arvel bergerak mendekati temannya yang masih terpuruk dalam diam. Eh?
Setiap langkah yang dibuat Arvel menyebabkan pendengaran pemuda itu semakin kabur. Kepalanya pusing. Pandangannya mulai berkunang-kunang bagaikan kesadarannya akan menghilang. Seketika dia menyadari satu hal setelah sihir Pak Tua Merlin tadi membantu tubuhnya. Semua pengekang yang mengendalikan tubuhku tiba-tiba menghilang.
Jika aku tidak membantu Eric sekarang. Aku akan kehilangan kesadaran karena semua kejadian ini, ucap Arvel dalam hati.
Pemuda itu menyadari begitu rasa sakit yang menimpanya kini terasa kembali. Semuanya berputar di kepala. Sesaat dia melirik.
Ratu Guinevere menggemeretakkan gigi saat salah satu orang kepercayaan Raja Arthur datang. Terlihat juga Casselion yang mengepalkan tangan mulai bernapas tidak stabil. Entah apa yang akan dilakukan oleh laki-laki itu.
Casselion pun memejamkan mata untuk beberapa saat. Arvel kebingungan begitu melihat tingkah laki-laki itu. Beberapa menit dia terdiam meski. Tiba-tiba, saudara tirinya itu tersenyum dan mengangkat tangan mendekat ke arahnya. Arvel mengerutkan kening.
"Benar yang dikatakan Paman Merlin. Ayah tidak harus menghukum Kak Arvel sampai seperti itu. Dia masih saudaraku, bahkan aku tidak membawa apa-apa saat ini." Casselion menyentuh pundak Arvel sambil tersenyum penuh arti. "Bukankah begitu, Kak?"
Orang-orang di sekitar mulai berganti membicarakan sikap baik yang ditunjukkan Casselion untuk Arvel. Bahkan ada beberapa yang membandingkan bagaimana pemuda itu mengambil pilihan dengan bagaimana cara Arvel memilih pilihannya.
Seluruh pasang mata tertuju kepada Casselion. Membuat reputasi orang itu semakin bertambah.
Di sisi lain. Terdengar Ratu Guinevere yang ketakutan. Ditambah suara sir Lancelot yang terdengar menenangkan Ratu. Di sisi lain, Raja Arthur memilih diam tak bersuara memperhatikan apa yang terjadi, sebelum akhirnya dia mengangguk.
"Baiklah, aku akan memasukan dia penjara untuk saat ini. Bawa dia ke penjara bawah tanah!" Raja Arthur berteriak. Setelah itu beberapa prajurit yang ada di ruang pesta dansa mulai berhamburan membawa Arvel menuju tempat yang diperintahkan. "Silakan buktikan jika kau merasa tidak bersalah," lanjutnya.
Dengan bermodalkan separuh kesadaran yang coba dia pertahankan. Pemuda itu hanya dapat mengikuti seperti apa yang telah diberitahu oleh kerta tadi. Dia tidak bisa menggerakkan tubuh sama sekali. Bahkan untuk mempertahankan kesadaran saja perlu energi yang lebih besar.
Tanpa sadar. Arvel mulai menggemeretakkan gigi begitu para prajurit mengikat tangannya menggunakan borgol. Napasnya mulai terasa tersengal-sengal. Kepalanya pusing dan dia secara tidak sengaja terus menatap Casselion di depannya. Arvel merasa tidak kuat untuk menahan kesadarannya lebih lama.
Sementara itu, sang Pengkhianat hanya menggemeretakkan gigi. Dia menggenggam pedang di tangannya. Lalu berniat menyerang Casselion yang polos dengan aura bengis di tubuhnya.
Mata Arvel menjadi merah setelah dia memejamkan mata. Tubuhnya bergerak menjadi tidak terkendali. Tidak tahu siapa yang mengendalikan tubuhnya, tetapi kini tangannya telah bergerak mengambil pedang milik salah satu prajurit. Aura bengis di tubuhnya mulai terpancar membuat beberapa bangsawan kesulitan untuk bernapas. Pemuda itu mengerang saat mencoba melepaskan kedua borgol di tangannya.
"Kamu seharusnya mati saja!" Teriak Arvel sambil berlari ke arah Casselion.
"Casselion, awas!"
Casselion tidak sempat menghindar. Laki-laki itu terkena tusukan di perutnya setelah Arvel menerjang ke arahnya. Semua orang yang melihat berteriak saat melihat sang Pangeran Kedua telah bertumpu di atas lantai dan kehilangan darah.
"Dasar anak sialan!" Raja Arthur berteriak dan berusaha menyerang Arvel menggunakan pedang miliknya.
Semua orang berteriak. Samar-samar, wajah Arvel mulai berubah saat energi kegelapan perlahan mendominasi tubuhnya. Tidak ada yang dapat mengingat citra baik putra mahkota. Saat ini, orang itu tidak lain hanyalah monster tower yang akan melenyapkan seluruh Camelot.
***
1040 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiran Sadboy Terjebak Dalam Novel Mainstream [Season 1 End]
FantasiArvel Lindenheart, menjadi putra mahkota di dunia tempat pembuangan akhir dari sisa-sisa garis dunia-cerita-yang telah berakhir. Setelah mengetahui bahwa dunianya ada di dalam novel, dia berusaha memecah batasan dinding keempat. Tanpa disadari, tak...