S A T U

2.2K 183 14
                                    

Di dalam ruang yang dominan berbau ciri khas obat -obatan terdapat satu ruangan berisi seorang gadis, ruangan itu tampak sempit, di sebelahnya terdengar suara dari pasien lain yang tengah kesakitan, beberapa perawat berlalu lalang memeriksa pasien.

Gadis itu terbaring kaku, masker pernapasan terpasang di hidungnya, bunyi mesin monitor ICU berbunyi seiring detak jantung gadis tersebut.

Xael memiringkan kepala, menatap sekitar yang ramai oleh pasien juga pengunjung, kamar rawat khusus pasien miskin mungkin. Ruang mereka hanya di pisahkan tirai antar pasien.

Tubuhnya di tembus oleh perawat yang lewat, Xael hanya mendengus tipis, menatap talentnya yang masih terbaring kaku, koma.

Xael tidak habis pikir, di antara hampir milyaran orang di bumi ini, kenapa dia harus menjemput seorang gadis yang sedang koma?

Sudahlah, Xael tidak punya hak untuk membantah, sekali talentnya di tetapkan, dia tidak bisa menolak.

Seperti prosedur biasanya, Xael mengirimkan sebuah pesan lewat teknologi canggih yang menampilkan seperti papan informasi dalam game kepada pasien, papan itu terbentang menampilkan kontrak antara pasien dengan cerita yang akan dia mainkan.

Sayangnya pasien sedang koma, dia tidak membaca cerita yang akan di tampilkan, begitupun dengan tanda tangan kontrak yang harus dia lakukan.

Xael kembali mendengus, dalam hitungan menit dia menunggu, kontrak itu otomatis tersetujui dalam lima menit apabila tidak ada respon.

Mata Xael menyusuri gadis yang sedang koma tersebut, tentu saja Zael tahu latar belakang gadis ini, mulai dari nama sampai makanan kesukaannya. Namanya nirkala putri, gadis berusia 17 tahun yang baru keluar dari panti asuhan. Sayangnya tepat satu bulan dia keluar dari panti, Kala mengalami kecelakaan, dia korban tabrak lari, tidak ada yang merawatnya atau menjenguknya selama di rumah sakit. Benar-benar menyedihkan.

Dia cantik, tubuhnya kecil nyaris mungil seperti kurcaci menurut Xael, rambutnya panjang bergelombang, warna kulitnya hitam dan terlihat kotor karena sering berada di jalanan dan panas-panasan.

Selesai, setengah jam kemudian menghabiskan waktu memperhatikan talentnya dan bertukar prosedur kontrak, Xael menjentikkan jari, membuat tubuh Nirkala yang sedang terbaring mengejang, perawat yang berada di sana berseru panik memanggil dokter dan memeriksa pasien.

Xael membalikkan badan, lalu tersenyum tipis, meninggalkan kepanikan yang berada di belakangnya.

Semoga berhasil, Putri Nirkala...

______________________

"Kamu dengar papa kan Kala?"

Hening, tidak ada jawaban...

Arman menoleh ke samping, memperhatikan putrinya yang tertidur pulas bersandar pada kaca mobil, dia menghela nafas pendek, lalu melajukan mobil menuju ke tempat mantan istrinya.

Harusnya dia memperhatikan putrinya lebih baik mungkin, mau bagaimana lagi, Kala akan dia tempatkan pada mantan istrinya terlebih dahulu sampa Kala berubah menjadi lebih baik dan menerima Kaira- nama Putri tirinya yang juga saudara  Kala, sebagai saudaranya. Saudara dalam artian mereka akur dan tidak bertengkar.

Ini kali ketiga Kaira menangis karena Kala lagi-lagi melakukan kejahatan pada Kaira, dia menyembunyikan sepatu Kaira sehingga putrinya pulang dengan kaki lecet dan bengkak, benar-benar deh.

Padahal Kala sudah memasuki masa SMA, dia harusnya bersikap lebih dewasa di banding Kaira yang berada 1 tahun di bawahnya.

Arman tidak habis pikir, Kala dulu sangat manis dan manja tapi semenjak perpisahan yang dilakukannya dengan ibu kandung Kala, Kala jadi tidak bisa di kendalikan, dia menjadi berandal, selalu semena-mena, puncaknya saat Arman menikah lagi dan Kala punya Saudara tiri bernama Kaila, dia jadi luar biasa nakal.

Istrinya selalu di rendahkan oleh Kala, bahkan Kaira selalu di bully di sekolah karena Kala.

Padahal istrinya dan Kaira selalu memperlakukan Kala dengan baik.

Sampai, Arman sampai pada kediaman mantan istrinya, di depan pintu sudah ada dua orang yang menunggu mereka.

Mantan istrinya dan juga suami barunya, Nindi dan juga Radit.

Arman menoleh ke samping, membangunkan putrinya yang tertidur pulas setelah menangis karena tidak ingin berpisah dan tinggal jauh darinya, mau bagaimana lagi, kalau dia tidak mengusir Kala dari rumahnya bisa-bisa dia diceraikan oleh mala- istri Arman.
____________________________

Petir Sadewa mungkin adalah orang yang paling antusias saat mamanya bilang bahwa dia akan mempunyai adik. Pikirannya mengatakan bahwa mamanya mungkin sedang hamil dan  mengandung adiknya.

Tapi ternyata pikirannya salah, mamanya tidak hamil dan adik yang dia maksud disini adalah saudara tiri, anak kandung mamanya dari mantan suaminya.

Dia menoleh pada Kilat yang sedang asik berbelanja makanan, cowok itu bersenandung sambil meletakkan beberapa bungkus chitato di keranjangnya.

"Kira-kira dedek gemes suka nyemil gak ya?"

Petir mengangkat bahu, dia tidak tahu jawabannya. Mereka sedang berada di salah satu pusat belanjaan di dalam mall, Kilat bilang dia ingin membeli hadiah untuk adiknya.

Lagi, Kilat memasukkan beberapa batang coklat dengan asal, di tambah beberapa es krim dan juga sekotak susu ultra milk.

"Buset, Lo mau ngeborong apa gimana?" Petir tidak tahan berkomentar setelah melihat kelakuan saudaranya.

"Asal aja, gue mau nyenengin dedek gemes yang mau datang"

Kening petir berkerut, "emang usia dia berapa deh? 3 tahun? 7 tahun? Apa 9 tahun?"

"Kata mama dia masih SMP"

"Berarti kisaran 12-15 tahun ya?"

"Iya"

Kilat kembali melangkah, mengambil beberapa kotak poki-poki dengan berbagai rasa, di belakangnya Petir mengikuti masih dengan tatapan bingung.

"Perasaan Lo gak pernah gini sama gue, kenapa sama dia Lo agak berlebihan ya??"

Kilat menoleh, sedikit nyengir "yaiyalah, gue udah lama gak punya adik"

"Terus gue apa?"

"Beban"

Hampir saja Petir menabok belakang kepala Kilat yang sembarangan saat bicara, namun terhenti karena suara dering ponsel miliknya.

Dari Langit, kakak tertuanya.

"Woi adik-adik jahannam, lama amat belanjanya, buruan elah, nih si dedek gemes udah dateng!"

"Udah datang?"

"Yoi, cantik jir kayak anak baru masuk teka, mukanya agak linglung ngelihat gue, ganteng sih gue"

"Dasar pedofil, jangan apain dedek gemes woi, dia baru datang"

"Ya terserah, buruan deh Lo pada kesini, daddy Radit mara-mara keluarganya gak lengkap"

"Otw om pedo"

Percakapan itu berakhir, Petir menutup telfon dan tidak peduli pada omelan Langit yang mungkin sedang kesal karena Petir memanggilnya om-om, dia bergegas mendekati Kilat yang sedang membayar belanjaannya, sedangkan Kilat menoleh dengan heran, "ada apa?"

"Dedek gemesnya udah datang!"

"Loh bukannya sore?"

"Gak tahu, tapi kata si pedofil tadi udah nyampe rumah, buruan sih sebelum dedek gemes di apa-apain sama om pedo"

Keduanya mengangguk, bergegas menuju mobil dengan langkah tegap dan siap, tidak sabar menanti adik baru yang akan tinggal bersama mereka.

________________________

H.O.M.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang